Selasa, 26 Juni 2012

PENERAWANGAN MBAH KAKUNG

PENERAWANGAN MBAH KAKUNG
Oleh: Tirta Pawitra

Sebelum ini, aku tidak pernah bertemu dan berkenalan dengan seorang tua yang sangat nyentrik dan eksentrik. Dia juga bukan seorang dukun yang sedang praktek dan promo kemampuan sebagaimana aku yang saat itu sedang promo lembaga bimbel dengan menyebar brosur yang kini ada ditanganku. Di depan pintu gerbang sebuah sekolah dasar negeri di Bekasi aku bertemu, dan berkenalan dengannya. Ada sebuah ungkapan yang sebetulnya sangat luar biasa menghempas Jiwa. Meskipun demikian aku akan tetap menjaga waspada. Biarpun ini wilayah Bekasi, tapi judulnya masih Jakarta alias wilayah atau daerah yang penuh dengan segala praktek kebohongan dan juga penipuan.

Hingga akhirnya aku yakin ia bukan seorang pembohong atau penipu sebagaimana para penipu yang pernah kutemui dulu yaitu seorang bapak yang menemuiku di ruang kerjaku dulu saat aku masih menjadi kepala Sekolah Swasta di Marunda. Ia menawari jabatan PNS di departemen perhubungan, yang ternyata itu semua bohong. Pada sosok Mbah Kakung, aku tangkap aura bersih di wajah dan penampilannya tanpa embel-embel kepentingan dan keinginan sesaat.

Aku sesungguhnya sedang sangat kaget dengan pernyataannya. "Kamu orang kuat Le, Kamu juga Berwibawa...!!" Aku spontan menanggapinya spontan dengan senyum sedanya. aku tak mau segera melonjak dan membenarkan beitu saja apa yang disampaikannya. "Embah Sedang menilai saya..??? aku bertanya untuk memastikan pernytaan yang baru saja meluncur dari mulutnya. "Iya Keliatan, kamu orang kuat dan berwibawa...!!!" 

Walau kadang terlihat lemah. Katanya berdasarkan pengliatannya ada sisi-sisi lemah itu. “Aku bisa membacanya….!!! Lagi-lagi ia memantapkan penerawangannya. Laki-laki tua yang tak pernah lepas dengan blangkon dan juga gitar kecil alias ukulele di pundaknya. Aku hanya terheran saja, mana ada di zaman seperti ini ada orang yang mampu membaca pikiran orang lain. Dan anehnya ia juga tahu apa yang sedang kurasakan. Seperti niat dan kemauanku untuk sebar brosur kan semata bukan untuk kepentingan materi, aku ingin merasakan bagaimana rasanya menyebar brosur bertemu dan menawarkan sesuatu untuk orang lain. Dari situ kita akan liat bagaimana karakter dan sifat manusia. Dan Mbah Kakung mampu membacanya, saya tahu niatmu kesini untuk dan sekedar ingin tahu bagaimana penyikapan manusia atau orang kepada kita, dan Mbah melihat kamu sangat kuat dan berani tidak malu dan berwibawa. Aku tersanjung medengarnya, meski ada rasa hati-hati alias tidak mau percaya begitu saja. Soal pernyataannya aku yang kuat atau sejenis itu, baikku hanyalah hukum umum, sebagaimana ramalan bintang yang terasa sangat sesuai dengan apa yang kita rasakan, padahal itu hanyalah pernyataan umum atau normative yang sebisa mungkin mewakili perasaan setiap orang.

Mbah Kakung dihadapanku adalah sosok yang sangat unik, ia mengajakku berkenalan dan kemudian bercerita di bawah rindang depan SD, berbicara tentang budaya Jawa. Ia laki-laki tua yang masih mengenakan Blangkon, membawa Ukulele untuk menyanyikan lagu keroncong Jawa.

“Le,,, Ini pekerjaan saya sehari-hari yaitu mengantar dan mejemput cucu saya….!!”

“Yang Mana Cucunya Mbah..!!!” Lah kae Loh yang pakai Kerudung warna Putih, lah itu dia sedang kesini..” benar saja, seorang anak mendekat, menyalaminya dan merajuk minta uang jajan untuk beli mainan..!!

“Mbah Minta Duit Mbah, mau Beli mainan…!!” Itu kalimat sederhana dari bocah cilik yang ia sebut sebagai cucunya..!! Mbah Kakung itupun segera menyodorkan beberapa lembah uang ribuan untuk cucu yang sedang merajuk di hadapannya. “Mau Beli Apa..? Mainan di Rumah Banyak Koq mau Beli lagi…!!” Ngga mau..!! Yowis…!!! Bocah kecil itupun berlarian menuju penjual mainan samping pagar sekolah yang ramai.

Sejurus kemudaian kami terlibat dalam pembicaraan yang menurutku sangat penting. Kami memiliki keprihatinan yang sama tentang Nasib Kebudayaan sendiri yang nyaris tak dihargai. Ia banyak bercerita tentang proses advokasi karyawan pabrik saat dirinya masih mahasiswa.

Sebetulnya aku tidak mau mengartikan apapun atas pernyataan Mbah kakung atas pa yang dilihatnya pada “AKU”. Rupanya keheningan dan kerinduan dan keinginan untuk di dengar kata-kata dan apa-apa yang kita rasa, sepertinya menjadii pemicu mengapa seolah apa yang dikatakan Mbah kakung itu sangat tepat. Saat kutanya darimana dan bagimana Mbah Bisa tahu dnegan Apa yang kurasa, Ia hanya mengatakan itu tidak semua orang bias.. Itu Anugrah dari Yang Maha Kuasa.

Di Akhir pembicaraan yang terputus-putus sebab aku sedang membagi Brosur untuk Bimbel, Ia katakana satu Kalimat. "Kowe Sebentar lagi Mumbul[1], Tapi Ingat, harus selalu Eling pada Sing Gawe Urip..!! Wis Yo aku tak pulang dulu Cucuku Wis Nunggu itu di depan. 

Satu Lagi.. Tiba-tiba Ia menghentikan langkahnya, sambil menoleh kearahku. IMAN…!! Itu kata terakhirnya sambil kembali menuntun sepeda menuju gerbang sekolah, dimana disana cucunya sedang menunggu.

(Sebuah Catatan Kecil dari sebuah Pertemuan Hening.------- Di Sela Waktu Saat Jiwa Ini Ingin Tenang)


[1] Artinya Muncul diatas permukaan air.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini