Kamis, 03 Juli 2014

KASIH TAK SEMPURNA

KASIH TAK SEMPURNA
(Hampir 20 Tahun Lamanya di Jakarta)
Oleh: Tirta Pawitra

Tangisnya pecah tiba-tiba. Tanpa prolog ia sampaikan semua yang dirasanya.”Mamamu sudah tak mencintai bapakmu. Ia tak pernah bisa menghargai bapak. Ia tak pernah bisa akur dengan bapak”. Mendengar itu,aku tak sanggup bicara apa-apa. Rasanya ini bukan kali pertama bapak sampaikan hal yang sama. Seingatku ini yang ketiga kalinya soal ini seetelah yang kedua kalinya saat ia ingin pulang kampong sendiri. Dan yang pertama kali saat masih di Kampung.

Mama ada di ruang tengah. Aku tidak mau berkomentar soal ungkapan bapak yang barusan. Aku tidak ingin terkesan memihak pada salah satu dari kedua orang tua yang cintaku tak akan pernah mati. Sebab mereka adalah segala-galanya bagiku, aku tidak mau hanya mencintai salah satu dari mereka berdua. Aku mencintai mereka berdua. Mereka adalah sumber inspirasi yang tak akan pernah mati. Jujur seluruh usaha penulisan ini juga aku lakukan dalam rangka membahagiaka mereka. Aku ingin mengabadikan kisah ini sebagai pelajaran bagi saya dan juga mudah-mudahan untuk orang lain.

Tangisnya makin menjadi-jadi saat Mama menyatakan. Lah Aku salah apa?.Mama ngga ngapa-ngapain. Koq ngomong kaya gitu. Bapak menambahinya dengan kalimat "Punya istri satu aja kaya gini susah bener dibenerin..." Mama kembali dengan jawaban. Benerin pa, emang aku salah apa. Kaya aku rusak ,sakit atau penyakitan lah dibenerin.

Aku yang ada di dekat diantara mereka. Hanya menghela nafas panjang. Aku sungguh tak kuasa melihat  keadaan seperti ini. Aku hanya bisa beristighfar atas kondisi yang terjadi pada kedua orang tuaku. Semestinya ini tidak terjadi. Semestinya mereka hidup bahagaia di hari tuanya.menikmati masa tua dengan menimang cucu-cucunya, memandikan cucunya yang masih kecil atau mengantar cucunya pergi ke sekolah sebab itu lebih membahagiakan daripada apa yang mereka rasakan saat ini. Atau ada yang lebih membahagiakan lagi adalah focus ibadah semisal shalat tarawih dan berzikir mendekatkan diri dengan tuhan dari pada lelah memikirkan usaha yang hingga saat ini belum memperlihatkan hasilnya.

Itu adalah pemicu awal mengapa Bapak inginmenangis dan pecah tertumpah apa yang dirasanya. Ibumu disini hutang lagi, katanya…

Aku adalah anak dari empat bersaudara dimana kesemua saudara-saudaraku kini telah berpisah karena telah berkeluarga. Mba Inayah tinggal di Tangerang dengan suaminya yang pekerja Pabrik ban di tangerang. Badriyah tinggal di kampong yang bekerja sebagai seorang perawat, dan terakhir adikku kini sudah lama menikah dan kini dikaruniai 3 anak. Tinggal aku yang belum menikah. Padahal usiaku sudah tak muda lagi. Hal ini yang membuatku juga berpikir apakah sebab mereka Bapak dan Ibuku sering berantem dikarenakan aku yang belum juga menentukan pilihan.  Jika benar ini jawaban bahwa dengan aku menikah mereka akan akaur. Aku akan lakukan. Tapi aku berkeyakinan sebabnya bukan ini.
Bapak jangan menangis, hentikan tangis itu. Hentikan jangan pikirkan hal-hal negative tentang Mama. Cobalah bersabar…?

"Sabar….??" Sudah lama kaya gini. Sudah lama mamamu tak mencintai bapak lagi. Musriah yang dulu beda dengan Musriah yang sekarang. Sangat jauh berbeda.
Bapak hanya minta dihargai. Dianggap suaminya. Aku ngga dianggap. Kalo kaya gini mendingan Mati saja. Astaghfirullah. Bapak jangan ngomong gitu. Istighfa Pak…!!!
Aku sungguh merasakan sesak yang teramat dalam. Aku tidak kuat dengan semua pertengkaran yang tak kelar-kelar ini. Sesungguhnya, aku bosan dengan situasi ini. Ini sungguh sangat membuatku lelah. Tolong hentikan semua ini. Inilah doaku pada Tuhan. Ya Allah ampunillah segala salahku ya Allah. Aku tidak ingin melihat mereka berdua berantem. Aku ingin melihat mereka akur sebagaiman dulu bapak yang akur dengan Mama.

Jika seorang suami istri tidak akur, maka keberkahan itu tertutup. Makanya benar jika usaha kita tidak pernah membuahkan hasil sebab di rumah ini, keluarga kita antara Mama dan bapakmu ini tidak pernah akur. Coba kamu lihat, kita udah usaha demikian keras tiap hari dari pagi samai Malam, tapi hasilnya tidak ada. Bahkan mamamu malah hutang.

Hutang apa sih pak…??? Tanya saja Mamamu. Mama di dalam dengan nada agak meninggi. Wong duit nggo berobat. Kakiku sakit. Ra isa digerakkna..Aku mau minta sama Kamu Bram tapi lagi ngga ada, makanya pinjem Bank Keliling (Rentenir).
Aku hanya bisa nyesak mendengar kata hutang dari Bapak. Memang aku dan bapak dan juga kami sekeluarga sangat sangat trauma dengan kata Hutang. Kuhadirkan mereka berdua di Jakarta ini adalah dalam rangka menghindarkan Mama dari jerat hutang. Tapi di tempat yang sengaja diisolasi agar mama tak hutang ternyata masih bisa Hutang??? Seketika rasa kecewa mendera. Sebuah pertanyaan besar disini muncul….

Untuk soal hutang Bapak tidak terlalu memusingkan, masa Bodoh tapi yang paling Bapak Pikirkan bagimana caranya bisa Akur…Terlalu sakit bapak harus menahan beban batin ini. Bapak merasa tidak dihormati sebagai seorang suami… Makan ngga pernah  nawarin boro-boro nyiapin, Minum aja ngga pernah nawarin apalagi nyediain..

Ngga jauh-jauh, nawarin makan aja ngga pernah. Yang ada malah tiap hari diliatin kalo makan sehari ini sudah sampai 4 dan lima kali. Dansererusnya. Seolah bapak yang ngabisin makananan. Bapak jadi merasa jadi beban di rumah ini. Jadi bapak mending mau pulang saja.

Aku langsung jawab dengan bertanya: Apa dengan pulang ke Jawa, keadaannya akan lebih baik. Apa tidak sebaliknya jika pulang maka akan babak belur, sebab akan banyak orang berdatangan menagih hutang???? Kuajukan pertanyaan dasar ini pada bapak dan rupanya pertanyaan itu membuatnya berpikir ulang dan “terpaksa” harus tetap dengan pilihan bertahan tinggal di kontrakan kecil ini dan bertahan hidup dengan dengan usha kecil ini.
Karenya aku pernah menulis status di FB isnya:

Jika hari ini engkau meminta ijin untuk secepatnya pulang, sungguh aku tak akan lagi menahanmu.. Aku tak akan memintamu tetap di tempat ini menunggu mekarnya bunga di taman yang belum usai pembaangnannya. Entah esok hari..

Jika hari ini engkau meminta ijin untuk pulang, kan kuantar engkau di terminal yang lama kita singgahi. itulah tempat perjanjian kita....

Jika hari ini engkau pergi meminta ijnku untuk pulang... Aku tak akan pernah menghalangi...


Tapi Plisss Ma… Bukan bertambah hutangnya. Aku ajak mama dan bapak serta buka usaha ini agar bisa sedikit-sedikit ditabung dan menutupi hutang yang ada di kampong. Setidaknya bisa bertahan hidup di Jakarta. Tapi saat ada niat kita untuk menutup hutang itu kenapa Mama malah masih saja berhutang, sesuatu yang menurut aku semestinay itu tidak dilakukan sebab kata hutang adalah kata yang paling dibenci…!!!!

Jawaban Mama utang itu untuk berobat tak sepenuhnya salah sebab memang beliau membutuhkan pengobatan. Lebih dari itu bukan saatnya lagi mereka harus berlelah-lelah bekerja. Justru saatnya mereka dimanjakan anak-anaknya. Sayang anaknya belum bisa membahagiakan meraka. Di saat yang sama aku justru sering kesal dan emosi dengan sikap orang tuaku sendiri. Aku sering kesal dengan mereka. Ekonomi tak bisa memenuhi yang terjadi malah aku sering kesal dengan mereka. Astagfirullah.

Lama aku tak bersama mereka layaknya seorang anak bersama orang tua. Lama aku terpisah dengan mereka. lama aku tak perhatian pada mereka.Tahun 1997, aku berangkat ke Jakarta. Aku tidak menyangka jika waktu itu hingga saat ini adalah waktu yang sangat lama. Lama aku tak bersama bapakku. Lama aku tak bersamaIbuku atau mamaku. Lama aku tak berada di dalam kebersamaan keluarga.
Pantas jika tahun lalu bapak pernah bilang, Bram koq beda banget, budi sangat emosian. Aku sendiri tak merasa mengalami perbubahan smosi yang membuatku disebut sangat emosian. Apakah dulu aku sangat lembut. Ramah dan baik pada orang tua. Apalak kini aku sangat berbeda. Benarkah aku yang kini adalah aku yang sangat pemarah. Bisa jadi benar sebab aku pernah bermasalah dengan salah seorang karyawan di tempatku kerja aku pernah membentaknya sangat keras. Aku juga hamper tak sadar bisa memnunculkan kata-kata kasar pada seornag karyawan itu.

Aku juga pernah berucap kasar pada wanita tepatnya bendaharaku saat aku menjadi kepala sekolah di sekolah Dasar Swasta di tempat aku tinggal ini. Padahal ia wanita yang sangat cantik dan baik tapi aku tega memarahinya. Apakah itu aku yang sesungguhnya.

1997,1998,1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014. Sengaja aku deretkan angka tahun ini, agar jelas betapa tak sebenatar aku tinggal di Jakarta. Hamper dua puluh tahun aku berpisah dengan orang tuaku. Bapak dan Ibuku.  Sungguh bukan waktu yang sebentar. Aku baru lama pisah ini saat Mama bilang ke pemilik ruko yang kini kami tempati. Ni anak satu-satunya yang sejak SMA, merantau ke Jakarta dan jarang pulang. Paling pulang setahun sekali. Saat itu sungguh aku baru mikir. Iya ya ternyata aku sudah sangat lama berpisah atau merantau di Jakarta. Rentang waktu yang panjang cukup member jarak yang cukup jauh untuk memahami sosok anaknya yang selama di Jakarta.

Di hadapan Mama dan Bapak tentu aku adalah anak yang sangat pendiam, penurut baik dan tidak pernah emosi. Aku sekarang sangat emosian. Dulu adiku yang emosian. Sekarang justru sangat baik dan sabar pada orang tua. Berbanding terbalik dengan aku. Aku sering tidak sabar menghadapi mereka. Suatu hari bapak pernah bilang pada adik, “kakamu beda sekali sekarang…!!! Kata yang membuatku tersentak, sama dengan perkataan Mama  tentang aku rernta sudah puluhan tahun di Jakarta. Saya kira lama di Jakarta dan perubahan sikap dan emosiku ada kaitannya. Dan selama ini aku tak sadar.

Sejak pertama kali lulus SMA hingga kini aku masih di Jakarta?? Hamir 20 tahun. Sejak 20 puluh Tahun itu pula Mama tak pernah lagi mengelus rambutku saat aku sakit. Membawakanku air the hangat, memasakkanku masakan kesukaanku. Dan selama itu pula Mama tidak pernah melihatku berubah. Sebab perubahan itu seperti lompatan besar yang membuat mereka sangat kaget.
Hampir 20 Tahun Lamanya…

Subhanallah, cukup lumayan lama juga. Selama itu semestinya pula seorang anak hadir untuk orang tuanya di segala situasi dan kondisi yang menghimpitnya. Selama itu aku tidak sepenuhnya disana. Aku tak sempurna menemani hari-harinya. Aku tidak hadir di saat mereka sedang menghadapi situasi dan hari-hari sulit itu. Terlebih menyangkut hubungan mereka berdua yang semestinay di Usia Senja ini makin mesra. Tapi yang terjadi sebaliknya….

Kini mereka ada bersamaku. Di tempat ini. Tempat yang sesungguhnya tak diingininya sebab tempat ini jauh dari tanah kelahirannya. Sewajarnya di usia tua inginkan menghabiskan waktunya di rumahnya. Di tanah kelahirannya. Di kampong halamnnya. Tapi mereka kini ada disini. Hanya sesaat mengasingkanhya dari hiruk pikuk yang menyesak jiwanya. Dan apakah aku akan menyia-nyiakan mereka. Ngga…!!! Itu tidak akan terjadi tidak akan terjadi…...;  Aku ingin menyempurnakan dan menutup bolong-bolong waktu yang semestinya aku ada untuk mereka. Aku ingin menutupnya. Aku ingin membantunya keluardari kemelut Jiwa. Aku ingin berusaha keras membayar hutang-hutangnya…

Aku yang salah selama.. ini..
Mama Bapa,, Maafkan anakmu yang selama ini tak bisa mencintaimu dengan Sempurna…


Marunda di Ujung Senja, 29 Juni 2014



Sabtu, 24 Mei 2014

SAMARA (Part 2)

SAMARA (Part 2)


Kapal Noah, kini bersandar di lantai 3 depan Pintu Kelas X1. Air menggenang menggenang. Kapal itu sangat gagah. Tentu ini akan menjadi perjalanan (pembelajaran) yang mengasyikkan. Aku akan mengajak anak-anak menaiki kapal itu dan melaju ke kejayaan Atlantis yang kini masih secuil harapan tentang asal muasal peradaban... Saat aku sedang memperhatikan bentuk kapal itu. dari speaker terdengar suara memanggil. Kepada Bapak Ibu Guru peserta Raker harap segera berkumpul di ruang Guru, sebab acara akan segera dimulai....>>> Segera aku kembali di alam realitas. Kurapikan Buku Tua yang ada di tangan dan bergegas Turun ke lantai dasar. Mudah-mudahan Raker hari ini berjalan lancar...

Sabtu Juni 2013. Buku Semar, masih ada dalam tas. Aku selalu membawanya. Buku lama yang teguh dan sangat kuat isinya. Buku berkover warna hitam. Bergambar Semar, tokoh bijak dalam cerita pewayangan Jawa. Nampaknya buku ini menjadi buku yang tidak semua orang bisa baca. Sebagian takut dengan buku itu. Padahal buku ini yang dibaca oleh hamper semua tokoh-tokoh besar peradaban. Buku inni juga memuat kisah mereka para tokog besar perubahan. Termasuk tokoh yang proklamator NKRI, Soekarno

Hari itu Kami ngumpul di Raker untuk sebuah rencana pembelajaran untuk tahun ajaran baru. Dua hari mengadakan Raker. Saat itu aku menjadi peserta Raker, yang mungkin sedikit bicara agak berani sebab telah mengkritik kepala Sekolah yang tak dating diacara yang menurut saya harus dihadirinya. Ibarat kata Raker adalah Sang pengantin yang mengundang para tamu di acara pernikahannya. Bagaimana pernikahan akan dapat segera dilangsungkan jika sang pengantinnya ngga ada. Kepala Sekolah adalah sang penganten yang mengundang guru-guru untuk membicarakan programnya. Jadi menurut saya Raker tidak bia dilaksanakan jika Kepala Sekolah tidak dating.

Kalo kepala Sekolah tidak bisa hadir dalam acara ini sebaiknya cari hari yang lain. Kenapa Kepala Sekolah harus ada, sebab seluruh keputusan sangat bergantung pada ketok palunya. Kecuali jika ia merasa acara ini tidak penting, kecuali jika ia merasa dirinya tidak punya pengaruh signifikan, maka kepala sekolah boleh tidak hadir. Tapi jika kejadiannya demikian, saat itu sebetulnya kita tidak membutuhkan kepala Sekolah. Suaraku agak tinggi mengkritik persoalan ini di hadapan Forum Guru yang terhormat.

Serangkaian kerja setahun telah dilaporkan, rencana kerja akan segera kami susun dan rancang. Petualangan pembelajaranku kini terhenti sesaat untuk sebuah Raker yang tentu akan sangat Indah. Saya kira inilah sarana paling leluasa untuk membicarakan semua tentang pembelajaran kita di Sekolah

Terima kasih Tuhan, Atas nikmat yang Engkau Berikan. Ini adalah petualangan pembelajaran yang Indah. Dan Saya tidak pernah menyesal menjalani tugas pembelajaran ini sebab sejak awal aku sangat membanggainya. Terlebih bergabung bersama teman-teman guru yang sangat luar biasa. Teman-teman yang rela mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk pembelajaran terbaik.

Petualangan pembelajaran ini menurutku masih akan sangat panjang sebab tujuan Akhir pembelajaran harus terujud dengan indikatornya mampu menciptakan manusia yang kita didik menggapai tahapan kedewasaannya. Itulah semangat luar biasa yang selalu membakarku untuk memberikan pelajaran terbaik untuk anak bangsa.

Sedih sesungguhnya melihat Nasib TKW yang terlunta di Arab. Mengapa Negara ini tak jua mampu menghentikan sebegitu banyak kegetiran TV-TV masih memberitakan kepiluan yang sangat luar Biasa tentang nasib TKW. Sementara para Politisi tetap sibuk dengan dirinya sendiri yaitu kerja pemenagan pemilu tanpa pernah mau berpikir tentang penyelesaian masalah bangsa yang sesungguhnya.

Miris. Sabtu

Perkuliahan Filsafat, membahas tema kaya dan mendalam. Dosen dengan karakter kuat memaparkan Ide yang brilian tentang solusi terbaik bagi negeri. Walau disela-sela diskusi sentiment dan ego kelompok sering muncul sebgai bentuk tanggungjawab kelompok atau solidaritas.

Dari perkuliahan S2 ini aku bukan semata belajar unk mendapatkan ilmu akan tetapi aku juga melihat bagaimana sang Dosen mengajar, dan mulai semakin mampu dan mengerti bagimana kesulitan dosen saat menyampaikan ide. Ada dosen yang luar bisa mempersiapkan pembelajarannya dengan semua silabusnya. Tapi ada juga dosen yang hanya modal kemampuan bicara tanpa pernah menyiapkan materi. Dari sini aku belajar berinstrospeksi dan harus lebih bisa memahami apa yang dimaui anak-anak atau murid saat di kelas. Pembelajaran harus bermakna buat anak-anak. Pembelajaran bukanlah acara harus terikat pada formalitas. Yang hanya menjadi syarat bagi anak mendapat ijazah atau formalitas bagi guru alias asal ngajar sehingga gajinya bisa dibayar.

Aku ingin menyajikan pembelajaran terbaik bagi anak-anaku, pendidikan yang kuat tentang bagaimana semestinya bernegara yang baik. Bernegara dalam arti membentuk mereka menjadi pribadi yang kuat. Pribadi yang menghargai tanah dimana mereka dilahirkan. Pribadi yang menyadari siapa dirinya yang sesungguhnya sebagai manusia. Bukan budak yang diperalat oleh siapapun. Hanya ini mungkin yang bisa saya lakukan. Catatan panjang yang kubuat inipun hanya mengalir tanpa pernah ada yang sudi membacanya. Selain karena tanggungjawab Administrasi yang selalu dinanti, diminta dan dituntut karena itu Tugas Guru.

Salam Pedagogik Guru Indonesia…

Perdebatan tentang anak yang “di keluarkan atau “tidak dikeluarkan” cukup alot. Pelanggaran etika dasar karena ber”pacaran” di kelas bersama teman satu kelas. Aku termasuk yang memberikan porsi besar pada anak yang melakukan pelanggaran Institusi dan Etika Moral sebab berpacaran yang dilakukannya telah melampaui ambang batas yang bisa ditoleransi. Dan karena hal ini maka saya akan dinilai the moralis dan akan terkesan suci dan seolah dijauhkan dari pergaulan.

Masyarakat kita adalah masyarakat pemaaf (untuk tidak mengatakan sama-sama menjadi pelaku maksiat) sebab sang Maksiat Justru menjadi raja yang dielu-elukan. Memang tak ada manusia yang sempurna, tapi bukankah kita masih bisa mengangkat kesakralan dan kokohnya tali jiwa. Jika sang maksiat telah berbuat, maka ada keburukan yang harus dibersihkan. Darinya tak bisa memancar cahaya kebaikan sebab kebaikan hanya dating dari orang-orang yang mensucikan jiwanya. Kecuali ia membersihkan dirinya dari dosa itu. Versi Islam ia harus bertobat dan bukan membenarkan dan bangga dengan kemaksiatannya.

Saya tidak bisa menerima keberadaan Siswa tersebut sebelum ia bersungguh-sungguh untuk tobat dan menyadari kesalahannya. Dan bukan petantang petenteng, sebab jika ini dibiarkan. Murid yang lain akan mempunyai anggapan, tuhhh liat si maksiat yang ciuman di sekolah saja masih dihargai. Bahkan dieluelukan dia hebat dan seterusnnya. Itu poin pemikiran kenapa saya bersikeras untuk mengeluarkan anak itu dari sekolah ini. Saya tidak naïf bahwa manusia ada salah. Tapi berikan ruang yang lain agar dirinya belajar dari kesalahannya.

Wahai Guru Indonesia Selamat Memulai Aktifitas kita dengan niat yang baik mencerdaskan anak bangsa ini menjadi manusia dewasa. Mudah-mudahan perjalanan pembelajaran kita dalam tugas pendewasaan mereka semua dapat berjalan dengan lancer. Selamat berpetualang dengan dunia pembelajaran yang akan selamanya Indah. Insya Allah.


Ruang Guru, 17 Juni 2013





SAMARA


SAMARA: 
(Sang Guru Bangsa)

PROLOG[1]


Namaku Samara.....!!!

Aku orang daerah yang merantau di Jakarta. Aku adalah guru di sebuah sekolah Negeri di Jakarta Utara. Aku adalah anak bangsa yang sangat mencintai negeri ini. Aku bangga telah dilahirkan dan dibesarkan di tanah tercinta yang kaya ini. Detik ini, detik dimana aku sedang punya pikiran untuk menulis semua kisah perjalanan ini. Aku sedang ada dalam perjalanan menuju Jakarta. Aku ingin segera ke Jakarta karena ingin menunjukkan Buku ini kepada Negara.

Buku ini adalah Jurnal dan Agenda pembelajaran di kelasku. Ini hanya sebuah Upaya untuk menyajikan pembelajaran lewat Sisi Lain. Aku mendapatkan buku Ajaib dari Eyangku. Buku itu berjudul Serat Semar. Adalah Buku yang sedang kuseriusi beberapa hari terakhir ini.
Ini buku yang sangat luar biasa. Buku yang menyemangitiku untuk mencintai dan makin mencintai Indonesia. Kini aku sedang membawanya di tengah perjalanan menuju Jakarta.
Di suatu malam yang sangat sepi, menjelang tengah malam, aku berada di kamar beliau. Menemu lelaki tua yang tak lagi perkasa. Di Usia beliau yang kini telah di atas 60 tahun, aku ingin sesering mungkin menemuinya. Tubuhnya telah renta. Uban telah merata di kepalanya. Kupijat kakinya yang beberapa tahun ini terasa sakit.

Saat itulah beliau bicara. SaMara…!!!, Bapakmu sudah Tua, sudah saatnya Bapak menyampaikan Pesan Eyangmu. Beliau merogoh bungkusan kain yang ada disampingya dan terlihatlah sebuah buku berwarna Perunggu berbahan kulit. Sebuah Buku Lawas. Iki Buku Lawas Tinggalane Eyang Kakung, Kanggo Koe, Buku Iki Bakal Migunani Awakmu Kanggo Medar Ilmu neng Ibukota. Eyangmu pesan Isi Buku itu akan terbaca saat engkau gunakan untuk tujuan pembelajaran Kebangsaan. Kata Bapak sambil menyodorkan buku warna hitam mengkilat ke arahku. Buku itu bergambar Semar, tokoh bijak dalam dunia pewayangan. Untuk membuka Bab Mukadimah dalam buku itu, Bapak memberiku sebuah bintang perunggu dan Beliau tempelkan di gambar bintang pada Bab Mukaddimah Buku tersebut. Seketika terbuka gambar sosok yang selama ini sudah sangat kukenali. Sosok yang telah lama pergi, Eyang Kakung, meninggalkan Buku Tua yang dulu pernah kulihat di lemari Besarnya. Putuku Sing Tak Tresnani, Ini buku peninggalan para pendahulu bangsa. Belum ada seorang pun di zaman ini yang membacanya sebab hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membacanya. Orang tertentu dengan syarat yang juga tertentu.

Gunakanlah buku ini untuk mengajar sebab dengan cara itulah penanaman Nilai Kebangsaan itu dapat tumbuh dengan baik. Temuilah para Pendahulu Bangsa ini dalam buku ini. Mereka akan mengantar-mu pada perjalanan penuh jawaban memuaskan tentang bagaimana semestinya Negara Bangsa ini menjadi Jaya. Pembelajaran terbaik adalah pembelajaran yang mendekatkan teori dengan realitas. Maka pertemukan dan kenalkan anak-anak bangsa itu dengan tokoh-tokoh besar bangsa ini. Dengan begitu pula Isi dalam buku itu dapat tergali secara mendalam.

Dapatkan Bintang Pembuka dalam setiap bab-nya dari para tokoh-sebab bintang perunggu akan di dapat setelah bertemu dengan tokohnya langsung. Itu saja Pesan Eyang, hati-hati di perjalananmu ke Jakarta. Semoga cita-cita besarmu tercapai. Seiring dengan ucapan terakhir itu sosok yang kulihat itu tiba-tiba menghilang entah kemana. Sosok itu pula yang sering hadir dalam mimpiku dan membangunkanku untuk Shalat Isya yang pernah kelewat karena ketiduran.Aku makin penasaran. Buku Lawas dan belum ada satupun yang membacanya. Ayah hanya mengatakan itu adalah buku lama, berisi pesan-pesan dan penarawangan Masa Depan Indonesia. Buku itu menjelaskan mengenai kekuatan-kekuatan Bangsa Indonesia dan kejayaan di masa yang akan datang. Saat aku ingin membukanya, pesan bapak terngiang jelas, Jangan dibuka terlebih dulu, sebelum sampai di Jakarta. Niatku tertahan dan aku hanya bisa beristirahat sambil menikmati buku yang tiba-tiba menyerot perhatian dan energiku ini.

Buku ini adalah buku yang sangat dibutuhkan negeri yang saat ini sedang dilanda krisis Identitas. Buku ini dirindukan sebab bangsa ini mendambakan pemimpin kuat yang akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang disegani dan dihormati. Pemimpin yang tidak mengejar jabatan. Pemimpin yang mengayomi dan mengerti suara rakyatnya.Bukan pemimpin yang tak bisa membela bangsa sendiri dari penghinaan dan pelecehan oleh bangsa lain. Indonesia membutuhkan pemimpin kuat. Pemimpin yang menjaga kehormatan dan harga diri bangsanya diatas segala-galanya. Saatnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang membanggakan dan dibanggakan. Bangsa besar yang berdikari, berdiri ditatas kaki sendiri.
Aku ingin membawa buku ini ke Istana, hingga sang pemimpin bangsa ini membaca dan memahami apa yang semestinya dilakukan oleh pemimpin Negara bangsa yang kaya raya ini.
Buku ini adalah jawaban untuk Indonesia.

Mentari timur telah bertabur cahaya. Hari-hari pembelajaran kini ada di depan mata. PembelajaranIndah. Pembelajaran yang terhenti karena da libur panjang. Pembelajaran untuk anak-anakku yang memang tak semuanya lucu.



Cirebon, 23 Agustus 2013 (Perjalanan Arus Balik)






[1] Ini adalah catatan di sela-sela pembelajaran berisi materi ajaran dan problem dan keunikan-keunikan yang da di kelas yang diimajinasikan dalam cerita Tokoh Samara. Ia adalah seoran Guru yang sangat mencintai Sejarah Bangsanya.

Cari Blog Ini