Minggu, 17 Juni 2012

IRONI


IRONI (Versi AKRAB)
Oleh: Arif Budiman

Sebenarnya di lembar FB/tulisan ini aku ingin menayangkan sebuah photo sederhana dari sebuah rumah yang sangat sederhana. Tepatnya rumah reot beratap genting, tangga penyangga rumah itu nyaris roboh, sebagian gentengnya telah jatuh ke tanah. Disampingnya juga ada satu lagi sebuah rumah dengan nasib dan kondisi yang juga sama bahkan lebih parah, kayaknya bukan nyaris lagi. Kalau aku bilang itu rumah sih udah roboh tapi masih ditempati. 
Aku mau bilang heran saja, soalnya kalau aku bilang tersentak nanti dibilang “lebay”. Tapi itulah potret yang aku dapat dari perjalanan sore saat aku ingin menghibur diri dan menenangkan jiwa yang rada galau, Awalnya sih hanya ingin liat BKT, saluran baru yang dirancang dandibuat oleh pemerintah untuk menanggulangi banjir yang jadi langganan Jakarta. Dalam kenyatannya, BKT bukan hanya sebagai pencegah banjir, tapi BKT juga menyajikan keindahan dan suasana tersendiri  bagi warganya di tengah penat dan pengapnya  Jakarta. Sekarang BKT terlalu Indah sebagaimana awalnya soalnya sampah berserak dimana-mana. Kalau air surut, bau limbah terasa nyengat hingga dada.
Motor setia ini, menemani aku ke ujung BKT, Muara laut Sana. Ujung Jakarta. Batas antara Bekasi dengan Jakarta.  Sob….!!! ahir-akhir ini aku memang beberapa kali aku datang ke tempat ini. Dua hari lalu, ada atlet nasional Paramotor latihan di dekat muara ini. Tapi kini sudah tak latihan disana. Kutahu mereka tentu sudah ada di Jember, katanya tampil di acara pameran Batik yang di gelar minggu-minggu ini.
Kalau aku sih ngga ngapa-ngapain, Cuma liat luasnya cakrawala atau cuma cari inspirasi aja. Ya melihat apa yang semestinya bisa dilihat, memandang apa yang masih bisa dipandang. Menikmati apa yang masih bisa dinikmati.
Kalo ada tema lain yang menarik, mungkin aku mau tulis tema itu. Maaf jika tulisan ini memenuhi newsfeed di FB-mu. Aku Cuma ingin menyandarkan beban pikiran ini di lembaran ini. Di belakang rumah itu kulihat seorang laki-laki berbaju biru, ia menatap ke arah pemakaman yang dekat dengan rumahnya itu, Dalam hatiku “ihh serem juga ya Ntu Bapak Ngapain Bengong Apa lagi Ngobrol…??”. Seolah ia sedang berdialog dengan orang-orang yang sudah terlebih dulu dikuburkan,, hehe kesannya ia juga termasuk mereka-mereka yang udah dikubur aja..haha Penampakan dong. Mudah-mudahan sih aku ngga salah lihat. Soalnya wajahnya nyaris ngga ada cahaya., hidup segan, mati,, kayanya emang yang dimauinya. Kucuri photo rumahnya,, mungkin kalau ada orang yang liat aku dikira tim bedah rumah yang lagi survey buat acara yang mengeksploitasi kemiskinan sebagai sumber penghasilan.
Cuma dua gambar yang kubuat, Gambarnya pun tak terlalu jelas. Maklum kamera ini ngga bisa bikin gambar lebih terang. soalnya ga ada zoom-nya. Tapi ngga papa. Yang penting aku bisa menyimpan sebuah gambar tentang realitas yang lagi-lagi sangat paradoks. Dan aku hanya bias menyajikannya dalam sebuah tulisan. Aku mengemasny adalam sebuah tema yang masih sama dengan tema-tema tulisanku sebelumnya, masih tentang ironi kebangsaaan. Apa karena aku guru sejarah..?? Ngga juga sihhh. Tapi aku alagi miris aja lah ngliat nasib saudara sendri. ibarat kata ayam mati di lumbung padi, kan pas banget buat ngegambarin nasib yang menimpa bangsa sendiri.
Tempatnya ngga jauh dari BKT yang tadi udah aku ceritain,, di ujung sana, Babelan. Setahuku Babelan adalah daerah yang jika malem datang, di atas langit akan terlihat menyala dengan cahaya terang dari sebuah cerobong minyak bumi persis seperti yang kulihat saat jalan pulang lewat jalur pantura (indramayu). Berarti disana ada kekayaan Alam berupa minyak bumi. Itu artinya ini daerah berarti daerah yang kaya, daerah yang semestinya tidak akan bikin kelaparan orang-orang yang ada disekitarnya. Ini daerah juga semestinya tidak perlu ada orang dengan rumah yang tak sepantasny jadi tempat tinggal.
Tak berapa lama, ada beberapa like dan komen, kesannya aku ngga serius dengan tulisan ini. Dan menganggap aku main-main.  Ini beneran. Wee, jangan gitu kasian bapak pemilik rumah itu, Ni serius aku liat kondisinya asli kasian banget. Aku pikir rumah itu tak berpenghuni. tapi aku memang ngga liat ada orang di dalem. Tapi ada jemuran baju disampingnya. Trus bekas-bekas jejak kaki yang masih baru alias masih keliatan banget kalau rumah itu memang bukan rumah yang tak berpenghuni alias rumah hantu, hihh lebih serem lagi. Teruss saat aku selesai memotret rumahnya itu, aku liat ada bapak dengan baju biru menghadap ke kuburan. kayaknya dia  lagi sangat sedih meratapi nasibnya. bener-bener ngga ada semangat buat hidup. Dalam atinya mungkin terucap kapan sih giliran gua yang dikubur kaya lu lu pade...? Logatnya betawi sebab Ini daerah umumnya dihuni oleh warga Betawi yang “terdesak” hingga pinggir-pinggir laut ujung Jakarta. Menunggu antrean jadi orang kaya yang bisa jalan-jalan ke Mall di Jakarta sono sudah jelas seperti api jauh dari panggang. Ketemu nasi aje masih untung. Itu sih penilaianku. Dan kayaknya memang begitu. Aku tidak sempet ngobrol atau berbicara dengan bapak itu, nanti dikira mau ngasih bantuan. Aku cuma ikut prihatin aja mdah-mudahan suatu saat nanti ada orang yang bisa lebih bijak lagi menilai apa yang sedang dialaminya.
Pertanyaan besar kita bersama adalah kenapa masih ada, rumah reot bahkan roboh yang masih ditinggali sementara di samping kanan kirinya ada rumah standar umum. Wilayah ini juga tidak jauh dari Kota Jakarta, pusat pemerintahan yang juga paling tahu proyek-proyek besar penggalian minyak itu.
 Sesekali mobil mewah melintas hanya menyisakan debu yang membuat rumahnya makin berdebu dan kotor, Jangan-jangan itu mobil yang barusan lewat adalah pemegang saham dari proyek penggalian minyak yang dalam satu hari proyek penggalian di salah satu sumur pengeborannya mampu menghasilkan minyak hingga pulutah ton bahkan ratusan. Tapi masih di areal yang sama tak jauh dari penggalian yang mampu menghasilkan berton-ton minyak bumi, masih ada rumah reot bahkan roboh, yang sebetulnya sangat tidak layak untuk ditempati. Ironi….!!

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini