Minggu, 16 Desember 2012

NARASI FILSAFAT ISLAM



NARASI FILSAFAT ISLAM
(Argumentasi Para Filosof tentang Pembelaan terhadap Tuhan)

Sebetulnya judul ini terkesan berlebihan sebab mengesankan Tuhan yang lemah alias tak mampu menunjukkan eksistensinya sehingga karenanya perlu dibela. Sesungguhnya bukan karena hal tersebut sebab Tuhan berada diluar hal-hal yang kita pikirkan. Pondasi awalnya adalah Tuhan sebagai sebuah kesadaran lama dan sangat primordial dalam pemikiran manusia adalah entitas nyata dan riil dalam diri manusia tapi mengapa dalam kenyataannya pengingkaran terhadapnya sangat kuat. Atas dasar kenyataan ini, maka jawaban dan argumentasi pembelaan terhadap hal ini akan senantiasa mewarnai sejarah peradaban Islam.
Saya ingin membagi kecenderungan pemikiran Islam tentang Tuhan. Pertama Masa Islam, Masa Islam Modern, dan Masa Islam Kontemporer.

Masa Islam Awal
            Masa ini terjadi adopsi pemikiran Filsafat dengan munculnya tokoh-tokoh semisal Ibnu Sina. Zaman the dark age di eropa (abad 5 hingga abad 15), adalah masa gemilang filsafat Islam sebab di masa ini mulai bermunculan argumentasi-argumentasi filosofis tentang Tuhan semisal argumentasi yang dibangun Ibnu Sina yang sangat menekankan aspek logika. Filosophinya Suhrawardi yang sangat iluminatif. Itu berlangsung antara tahun
Embrio Filsafat Islam, lahir saat Islam dihadapkan oleh situasi rasionalitas sebagai argumentasi. Tampaknya sebuan pemikiran filsafat barat tak mudah diabaikan. Dan mengharuskan penggunaan rasio sebagi alat untuk menakar kebenaran, saat itu adalah saat dimana hampir semu aspek harus didasarkan pada aspek logika. Sezaman dengan itu lahirlah ilmu pengetahuan modern yang dimotori peradaban barat.
Kegelisahan para pemikir Islam sesungguhnya adalah hal yang sama dialami oleh semua pemikir Islam. Sebut saja Ibnu Sina, adalah pemiiran filosophis tentang ketuhanan yang saat itu demikian terabaikan saat manusia sangat tergandrungi oleh pemikiran lain yang justru menjauhkan manusia dari Tuhannya.
Masa Islam” Modern”
Perkembangan Filsafat Pembelaan pada Tuhan ini kurang diperhatikan Tokoh-tokohnya pun terabaikan dari pentas pemikiran dan ilmu pengetahuan. Sebab pada masa ini, dunia sedang sangat digandrungi ilmu pengetahuan yang positivistic-empiris, lalu dari sinilah lahir filsafat dan metode ilmiah yang mendasarkan teorinya pada aspek materialism. Dengan berdirinya kerajaan Safawi pada tahun 905 H/1499 M oleh Syah Ismail, mengawali warna mistis dan filosofis pada penguasa-penguasa Persia dari golongan Syiah. Perkembangan pemikiran  pada zaman Safawi ini mempunyai karakteristik yang khas, yang disebut sebagai mazhab Isfahan. Mazhab ini menampung perkembangan Peripatetik (Masya’i), Illuminasionis (Isyraqi), Gnostik (‘Irfani) dan Teologis (Kalam). Aliran-aliran ini berkembang pesat selama empat abad sebelum Mulla Shadra, yang merupakan jalan buat sintesis utama yang dilakukan oleh Mulla Shadra .Aliran filsafat yang digagas oleh Mulla Shadra ini biasa disebut Teosofi Transenden (al- hikmah al-muta’aliyah).
Meskipun sempat terlambat  dikenal dan dipahami, sehingga timbul keyakinan bahwa filsafat Islam telah mati setelah Ibn Rusyd, saat ini telah diterima secara luas bahwa Hikmah adalah suatu sistem filsafat yang koheren meskipun menggabungkan berbagai mazhab filosofis sebelumnya. Sifat-sifat sintetik pemikiran Shadra ini, dan inkorporasi Al-Qur’an dan hadits yang dilakukannya, telah menjadikan filsafatnya tidak hanya sebagai bukti masih-hidup dan dinamisnya filsafat Islam pasca Ibn Rusyd, tetapi juga menunjukkan bahwa-lebih dari Paripateisme dan Israqiyah-filsafat Hikmah layak dsebut filsafat Islam yang sesungguhnya.
Sejarah peradaban senantiasa lahir dari pondasi ketuhanan, maka cara dan tradisi apapun hampir selalu dikaitkan dengan pendasarannya pada aspek ketuhanan. Upacara dalam kajian antropologi sangat penuh dengan nuansa keyakinan pada sesuatu di luar dirinya. Ini yang saya maksud sebagai aspek ketuhanan.
Pengingkaran pada aspek ketuhanan dengan sendirinya akan mendapatkan perlawanan dengan sendirinya. Seperti filsafat anti tuhan yang beberapa saat lalu melegenda, kini terbukti mulai ditinggal pengikutnya. (baca: Hukum Materialismenya Marx).
Ibnu Sina, saya kira adalah pemikir yang juga gelisan pada aspek ketuhanan yang terbaikan. Ia ingin menjawab persoalan ini dengan membangun filsafat peripatetiknya. Keunggulan pemikiran Ibnu Sina dapat dilihat dalam karya-karya besar yang telah diciptakannya. Dalam waktu yang relative sangat pendek Ibnu Sina telah melahirkan banyak karya-karya yang sangat fundamental. Asyifa adalah satu contoh karya terbesarnya. Bahkan bias dikatakan dari sekian banyak karyanya, Asyifa merupakan karya yang paling representatif[1]. Diantara hal menarik dan baharu dan sudah semestinya dilakukan pengembangan dari karya Ibnu Sina adalah bagaimana filosof muslim tertarik dan mengembangakan pemikiran Ibnu Sina. Sebab kenyataan yang ada masih jarang didapati penelitian yang concern dengan pemikiran Ibnu Sina.
Dasar pemikiran yang kuat, adalah argumen berdasar dalam rangkaian pemikirannnya. Jadi bukan sembarang gagasan yang kosong tanpa sebuah perenungan dan dasar ilmiah. Sebagai contoh saat orang sedang berpikir tentang hewan, maka ada dasar dan argument yang kuat dan pemaparan yang kokh tentang argument tentang dunia binatang, tumbuhan atauu bidang yang lain. Saat ia berbicara tentang konsep Tuhan atau dalam hal teologi, ia pun berusah amembangun pemikirannya denga dasar argument yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana para pendahuluny aketika berbicara tentang Tuhan, Alam maupun Manusia. Tiga tema ini adalah tema penting dalam pembahasan filsafat.
Harus diakui pengaruh pemikiran pendahulunya sangat kuat berpengaruh. Tokoh semisal Amidi, Sijistani sangat kuat mempengaruhi prinsip dia tentang bagaimana mensikapi perbedaan pandangan antara Agama dan Filsafat. Sijistani adalah satu yang mempengaruhi pemikirannya tentang rasionalisme yang sangat kuat. Sehingga dalam banyak literature dikatakan bahwa Ibnu Sina adalah tokoh yang sangat rasionalis diantara filosof Islam yang ada. Setidaknya saat-saat yang lampau ada beberapa pemikir atau filosof yang mendasarkan pemikirannya pada dasar-dasar intuitif semisal Mulla Shadra atau pemikir muslim lainnya. Tapi Ibnu Sina sangat-sangat rasional.
Al-Ghazali
            Serangan Al Ghazali memperlihatkan aspek yang sangat mendasar tentang argumentasi ketuhanan. Sesudahnya Filsafat sempat ditinggalkan pengkajinya. Tokoh ini lebih dipahami sebagai pemkir Islam yang mengembangkan ilmu tasawuf dibandingkan aspek pemikirannya. Namun kegelisahan dan kekecewaannya pada filsafat sedikit banyak menelurkan banyak uraian dan pendapatnya tentang filsafat.  
Ibnu Rusyd, berusaha memberikan jawaban balik atas karya Tahafut Al Falasifah. Walaupun argumentasi balik ini kurang berhasil menkaunter gagasan Al Ghazali yang sangat menohok. Pada gilirannya pmebelaan terhadap Tuhan (Filsafat Islam) sempat mengalami kefakuman, Terutama di kalangan Sunny, tradisi filosofis telah mengalami keredupan. Sementara pembelaan terhadap Tuhan, secara konsisten masih dilakukan oleh Muslim Syi’I, walaupun di tempatnya penentangan terhadap filsafat ini masih sangat gencar terjadi. Masih ada dan telah lahir mazhab baru yang konsisten dengan pembelaan terhadap Tuhan (Filsafat Islam ini).
Hikmah Al Mutaaliyah
            Adalah konsep yang sangat nyata. Filsafat ini berusaha tetap konsisten pada filosophi ontologism yang menjadikan pembahasan tentang wujud sebagai dasar utama untuk membuktikan keberadaan Tuhan.




[1] Hasil perkuliahan di kelas “Study Literatur”

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini