Jumat, 29 Juni 2012

SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG: (The Missing Link)

SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG: 

(The Missing Link) 

Oleh: Arif Budiman 



Jika benar situs gunung Padang adalah peninggalan zaman megalitik maka, realitas ini akan sedikit banyak merombak asumsi sejarah tentang asal muasal peradaban yang pertama. Sudah sejak lama Mesir merasakan imbas sejarah dengan peninggalan megalitik-nya. Sudah sejak lama Yunani dan Romawi juga Eropa pada umumnya merasakan manis-nya peninggalan masa lampaunya dan menempatkan mereka pada bangsa atau ras pertama yang membangun peradaban. Pundi-pundi kejayaan pun tertuju untuk mereka. Saat itu Indonesia nyaris tak pernah disebut dalam sejarah. Sesudah itu India dan juga China. 

Jika benar Situs Gunung Padang adalah peninggalan tertua di dunia, maka perlu ada rekonstruksi yang utuh tentang kebenaran itu. Perlu ada rekonstruksi masa lalu. Situs Megalitik Gunung Padang, saat ditemukan atau saat ini bukanlah Situs yang sempurna dalam arti kesempurnaan sebagaimana Piramid saat pertama ditemukan. Situs ini pertama kali di temukan pada masa Hindia Belanda oleh seorang Belanda bernama N.J Krom, Ilmuwan belanda yang sangat konsern dengan teori gerak peradaban. 

Sehingga wajar jika muncul spekulasi yang mengatakan bahwa semua hasil ekskavasi hanyalah rekayasa dan terlalu mengada-ada dan penilaian miring lainnya. Sesungguhnya kacamata awam pun telah mampu membaca dengan sedikit lebih baik seperti: tidak mungkin ada batu dengan ukuran yang sama tersusun rapi sebagaimana yang terlihat dalam situs itu. Artinya pasti ada orang yang terlibat dalam proses penyusunan batu yang rapi itu. Ada aktifitas megaproyek yang tentu akan menelan biaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk ukuran zaman itu. 


Memang tugas sejarawan, mengungkap kebenaran dari fakta situs Gunung Padang. Menjelaskan rantai yang terputus. Cerita yang hilang dari realitas histori yang semestinya tercatat. Memang ada niat besar dan keinginan besar dari ekskavasi dan pengungkapan kebenaran, tentu agar sejarah berbicara dengan dirinya sendiri, bukan berbicara dengan kepentingannya sendiri. Agar juga Indonesia berbicara dengan dirinya sendiri, bukan dibahas atau dibicarakan menurut kepentingan atau keinginan orang lain. Inilah pentingnya mengapa pengungkapan kebenaran dan realitas sejarah dilakukan. 

Bukan semata bicara, setelah ini akan banyak wisatawan yang berkunjung dan akan menjadi pemasukan devisa Negara dan setelah itu pula baru pemerintah member perhatian. Bukan semata itu, sesungguhnya ada narasi besar yang harus lebih dan semestinya kita perdalam. Ada rahasia besar yang hilang dan semestinya diungkapkan. Ada rantai besar yang terputus. Tentang peristiwa besar yang dilupakan manusia. 

Tak terlampau berlebihan jika AL-Quran dan kisah dalam Al Kitab membahas dengan sangat baik peristiwa Kapal Besar yang merupakan megaproyek penyelamatan manusia dari badai besar yang memporak porandakan. Adalah ditemukannya kapal nabi Nuh di Pulau Araat Turki, adalah rantai lain yang semestinay bersambung dnegan semua fakta sejarah tentang benua yang hilang. Tentang peradaban pertama yang semstinya harus senantiada melandasi langkah keadaban manusia. 

Maka terjawab sedikit tentang pertanyaan mengapa ada bangunan besar yang umurnya lebih tua dari Piramida Mesir, tapi tidak berkorelasi dengan peradaban sesudahnya. Tidak ada kaitan dnegan kerajaan-kerajaan atau tipe-tipe peradaban Indonesia sesudahnya semisala apa kaitannya dengan Borobudur atau budaya lain di Indonesia. Jawabanya terletak pada The Missing Lingk, rantai sejarahj yang hilang, oleh sebuah kejadian yang memporakporandakan atau menyebabkan situs ini menjadi berantakan atau hilang… 

Peristiwa Apa itu, dan bagimana sesungguhnya peradaban yang hilang itu,,, menarik kita cermati. Adalah tugas kita yaitu tugas yang tak akan berakhir hingga pada jawaban hakiki yaitu saat semua tanya kita terjawab. Dialah yang maha membuka semua rahasia besar itu. Dialah yang menjadi akhir semua pencarian kita..







Selasa, 26 Juni 2012

PENERAWANGAN MBAH KAKUNG

PENERAWANGAN MBAH KAKUNG
Oleh: Tirta Pawitra

Sebelum ini, aku tidak pernah bertemu dan berkenalan dengan seorang tua yang sangat nyentrik dan eksentrik. Dia juga bukan seorang dukun yang sedang praktek dan promo kemampuan sebagaimana aku yang saat itu sedang promo lembaga bimbel dengan menyebar brosur yang kini ada ditanganku. Di depan pintu gerbang sebuah sekolah dasar negeri di Bekasi aku bertemu, dan berkenalan dengannya. Ada sebuah ungkapan yang sebetulnya sangat luar biasa menghempas Jiwa. Meskipun demikian aku akan tetap menjaga waspada. Biarpun ini wilayah Bekasi, tapi judulnya masih Jakarta alias wilayah atau daerah yang penuh dengan segala praktek kebohongan dan juga penipuan.

Hingga akhirnya aku yakin ia bukan seorang pembohong atau penipu sebagaimana para penipu yang pernah kutemui dulu yaitu seorang bapak yang menemuiku di ruang kerjaku dulu saat aku masih menjadi kepala Sekolah Swasta di Marunda. Ia menawari jabatan PNS di departemen perhubungan, yang ternyata itu semua bohong. Pada sosok Mbah Kakung, aku tangkap aura bersih di wajah dan penampilannya tanpa embel-embel kepentingan dan keinginan sesaat.

Aku sesungguhnya sedang sangat kaget dengan pernyataannya. "Kamu orang kuat Le, Kamu juga Berwibawa...!!" Aku spontan menanggapinya spontan dengan senyum sedanya. aku tak mau segera melonjak dan membenarkan beitu saja apa yang disampaikannya. "Embah Sedang menilai saya..??? aku bertanya untuk memastikan pernytaan yang baru saja meluncur dari mulutnya. "Iya Keliatan, kamu orang kuat dan berwibawa...!!!" 

Walau kadang terlihat lemah. Katanya berdasarkan pengliatannya ada sisi-sisi lemah itu. “Aku bisa membacanya….!!! Lagi-lagi ia memantapkan penerawangannya. Laki-laki tua yang tak pernah lepas dengan blangkon dan juga gitar kecil alias ukulele di pundaknya. Aku hanya terheran saja, mana ada di zaman seperti ini ada orang yang mampu membaca pikiran orang lain. Dan anehnya ia juga tahu apa yang sedang kurasakan. Seperti niat dan kemauanku untuk sebar brosur kan semata bukan untuk kepentingan materi, aku ingin merasakan bagaimana rasanya menyebar brosur bertemu dan menawarkan sesuatu untuk orang lain. Dari situ kita akan liat bagaimana karakter dan sifat manusia. Dan Mbah Kakung mampu membacanya, saya tahu niatmu kesini untuk dan sekedar ingin tahu bagaimana penyikapan manusia atau orang kepada kita, dan Mbah melihat kamu sangat kuat dan berani tidak malu dan berwibawa. Aku tersanjung medengarnya, meski ada rasa hati-hati alias tidak mau percaya begitu saja. Soal pernyataannya aku yang kuat atau sejenis itu, baikku hanyalah hukum umum, sebagaimana ramalan bintang yang terasa sangat sesuai dengan apa yang kita rasakan, padahal itu hanyalah pernyataan umum atau normative yang sebisa mungkin mewakili perasaan setiap orang.

Mbah Kakung dihadapanku adalah sosok yang sangat unik, ia mengajakku berkenalan dan kemudian bercerita di bawah rindang depan SD, berbicara tentang budaya Jawa. Ia laki-laki tua yang masih mengenakan Blangkon, membawa Ukulele untuk menyanyikan lagu keroncong Jawa.

“Le,,, Ini pekerjaan saya sehari-hari yaitu mengantar dan mejemput cucu saya….!!”

“Yang Mana Cucunya Mbah..!!!” Lah kae Loh yang pakai Kerudung warna Putih, lah itu dia sedang kesini..” benar saja, seorang anak mendekat, menyalaminya dan merajuk minta uang jajan untuk beli mainan..!!

“Mbah Minta Duit Mbah, mau Beli mainan…!!” Itu kalimat sederhana dari bocah cilik yang ia sebut sebagai cucunya..!! Mbah Kakung itupun segera menyodorkan beberapa lembah uang ribuan untuk cucu yang sedang merajuk di hadapannya. “Mau Beli Apa..? Mainan di Rumah Banyak Koq mau Beli lagi…!!” Ngga mau..!! Yowis…!!! Bocah kecil itupun berlarian menuju penjual mainan samping pagar sekolah yang ramai.

Sejurus kemudaian kami terlibat dalam pembicaraan yang menurutku sangat penting. Kami memiliki keprihatinan yang sama tentang Nasib Kebudayaan sendiri yang nyaris tak dihargai. Ia banyak bercerita tentang proses advokasi karyawan pabrik saat dirinya masih mahasiswa.

Sebetulnya aku tidak mau mengartikan apapun atas pernyataan Mbah kakung atas pa yang dilihatnya pada “AKU”. Rupanya keheningan dan kerinduan dan keinginan untuk di dengar kata-kata dan apa-apa yang kita rasa, sepertinya menjadii pemicu mengapa seolah apa yang dikatakan Mbah kakung itu sangat tepat. Saat kutanya darimana dan bagimana Mbah Bisa tahu dnegan Apa yang kurasa, Ia hanya mengatakan itu tidak semua orang bias.. Itu Anugrah dari Yang Maha Kuasa.

Di Akhir pembicaraan yang terputus-putus sebab aku sedang membagi Brosur untuk Bimbel, Ia katakana satu Kalimat. "Kowe Sebentar lagi Mumbul[1], Tapi Ingat, harus selalu Eling pada Sing Gawe Urip..!! Wis Yo aku tak pulang dulu Cucuku Wis Nunggu itu di depan. 

Satu Lagi.. Tiba-tiba Ia menghentikan langkahnya, sambil menoleh kearahku. IMAN…!! Itu kata terakhirnya sambil kembali menuntun sepeda menuju gerbang sekolah, dimana disana cucunya sedang menunggu.

(Sebuah Catatan Kecil dari sebuah Pertemuan Hening.------- Di Sela Waktu Saat Jiwa Ini Ingin Tenang)


[1] Artinya Muncul diatas permukaan air.

Rabu, 20 Juni 2012

SUNYI PARAKAN

GADIS YANG TAK PUNYA CERITA
Oleh: Tirta Pawitra


Semilir angin bukit Parakan seolah kini sedang menerpa. Wajah polos dibalut kerudung itu memanggilku aa. Ia datang mendekat dan memberiku kabar bahagia tentang jalan menuju cita-cita.. Ternyata masih cukup lama tapi tak membuat semua yang ditempuhi menjadi sia-sia. Hijau daun teh tak mungkin membosankan mata, sejuk air danau tak mungkin membuatku dahaga, sebab semua jalan yang kutempuhi, telah membuat jiwa ini lebih merdeka...


Aku tak tahu kenapa aku lebih suka memilih berhenti sesaat dan tidak melanjutkan perjalanan ini. Mungkinkah aku telah menjadi bosan dan menselonjorkan kaki ini di tempat-tempat pembanringan sambil menikmati sajian tape grengan teteh yang sangat kusuka. Ia pemilik warung sebelah Gadis berkerudung putih yang baru saja kuajak bicara.


Gimana atuh, moal pilih-pilih atuh, lamon ie mah di jamin. Kata sederhana dari lubuk hati yang sangat sederhana memaknai sebuah perjalanan panjang ini, seolah harus kuakhiri dengan penghentian semua keinginan. Jika kecantikan yang kuinginkan, memang tak perlu bersusah payah. tak perlu gelisah yang selama ini dirasa. 


Teh, saya mah cuman seneng jalan-jalan ke tempat ini. Liat Parakan Salak. Danau kecil tapi memberi ketenangan dan keheningan bagii para pengabdi keheningan Jiwa.


Sementara Engkau menatapku penuh harap. Seolah aku pangeran yang dinanti-nantikan. Suara lembutnya menghadirkanku pada lantunan tembang-tembang sederhana yang mengalun dan menglus hijau dadaunan pohon teh yang ramai berbaris di bukit-bukit parakan.


Aku memang sedang sangat ingin tetap ada di tempat ini. Bersilaturahmi dengan kawan lama yang telah mempertemukanku dengannya. Wanita yang sejak aku mengenalnya tak banyak bercerita.  Ia hanya tersenyum layaknya gadis Sunda.


Haruskan aku benar-benar berhenti dan menghentikan kisah perjalnan ini. Menghapus kisah lama. membuat cerita baru, demi seorang wanita yang tak punya cerita.


Walau kadang aku memimpikannya. Gadis yang tak punya cerita, akan banyak membuat jiwa ini bahagia. Gadis yang tak punya cerita.


AKu sedang ada di rumahnya, menginap di rumahnya yang sangat sederhana. Setiap pagi kudapati teh segar, yang kutahu teh segar karena ahsil dari kebun sendiri yang ada di belakang sana. tENTU SANGAT asli tanpa zat pewarna atau rasa yang dibuat-buat. Ini teh asli buatannya.


Gadis ini memang tak banyak bercerita, tapi aku ingin membuat cerita untuknya. aku mau menuliskan kisah tentang dirinya yang memang tak dan belum pernah punya cerita...


(Tirta Pawitra)

Minggu, 17 Juni 2012

IRONI


IRONI (Versi AKRAB)
Oleh: Arif Budiman

Sebenarnya di lembar FB/tulisan ini aku ingin menayangkan sebuah photo sederhana dari sebuah rumah yang sangat sederhana. Tepatnya rumah reot beratap genting, tangga penyangga rumah itu nyaris roboh, sebagian gentengnya telah jatuh ke tanah. Disampingnya juga ada satu lagi sebuah rumah dengan nasib dan kondisi yang juga sama bahkan lebih parah, kayaknya bukan nyaris lagi. Kalau aku bilang itu rumah sih udah roboh tapi masih ditempati. 
Aku mau bilang heran saja, soalnya kalau aku bilang tersentak nanti dibilang “lebay”. Tapi itulah potret yang aku dapat dari perjalanan sore saat aku ingin menghibur diri dan menenangkan jiwa yang rada galau, Awalnya sih hanya ingin liat BKT, saluran baru yang dirancang dandibuat oleh pemerintah untuk menanggulangi banjir yang jadi langganan Jakarta. Dalam kenyatannya, BKT bukan hanya sebagai pencegah banjir, tapi BKT juga menyajikan keindahan dan suasana tersendiri  bagi warganya di tengah penat dan pengapnya  Jakarta. Sekarang BKT terlalu Indah sebagaimana awalnya soalnya sampah berserak dimana-mana. Kalau air surut, bau limbah terasa nyengat hingga dada.
Motor setia ini, menemani aku ke ujung BKT, Muara laut Sana. Ujung Jakarta. Batas antara Bekasi dengan Jakarta.  Sob….!!! ahir-akhir ini aku memang beberapa kali aku datang ke tempat ini. Dua hari lalu, ada atlet nasional Paramotor latihan di dekat muara ini. Tapi kini sudah tak latihan disana. Kutahu mereka tentu sudah ada di Jember, katanya tampil di acara pameran Batik yang di gelar minggu-minggu ini.
Kalau aku sih ngga ngapa-ngapain, Cuma liat luasnya cakrawala atau cuma cari inspirasi aja. Ya melihat apa yang semestinya bisa dilihat, memandang apa yang masih bisa dipandang. Menikmati apa yang masih bisa dinikmati.
Kalo ada tema lain yang menarik, mungkin aku mau tulis tema itu. Maaf jika tulisan ini memenuhi newsfeed di FB-mu. Aku Cuma ingin menyandarkan beban pikiran ini di lembaran ini. Di belakang rumah itu kulihat seorang laki-laki berbaju biru, ia menatap ke arah pemakaman yang dekat dengan rumahnya itu, Dalam hatiku “ihh serem juga ya Ntu Bapak Ngapain Bengong Apa lagi Ngobrol…??”. Seolah ia sedang berdialog dengan orang-orang yang sudah terlebih dulu dikuburkan,, hehe kesannya ia juga termasuk mereka-mereka yang udah dikubur aja..haha Penampakan dong. Mudah-mudahan sih aku ngga salah lihat. Soalnya wajahnya nyaris ngga ada cahaya., hidup segan, mati,, kayanya emang yang dimauinya. Kucuri photo rumahnya,, mungkin kalau ada orang yang liat aku dikira tim bedah rumah yang lagi survey buat acara yang mengeksploitasi kemiskinan sebagai sumber penghasilan.
Cuma dua gambar yang kubuat, Gambarnya pun tak terlalu jelas. Maklum kamera ini ngga bisa bikin gambar lebih terang. soalnya ga ada zoom-nya. Tapi ngga papa. Yang penting aku bisa menyimpan sebuah gambar tentang realitas yang lagi-lagi sangat paradoks. Dan aku hanya bias menyajikannya dalam sebuah tulisan. Aku mengemasny adalam sebuah tema yang masih sama dengan tema-tema tulisanku sebelumnya, masih tentang ironi kebangsaaan. Apa karena aku guru sejarah..?? Ngga juga sihhh. Tapi aku alagi miris aja lah ngliat nasib saudara sendri. ibarat kata ayam mati di lumbung padi, kan pas banget buat ngegambarin nasib yang menimpa bangsa sendiri.
Tempatnya ngga jauh dari BKT yang tadi udah aku ceritain,, di ujung sana, Babelan. Setahuku Babelan adalah daerah yang jika malem datang, di atas langit akan terlihat menyala dengan cahaya terang dari sebuah cerobong minyak bumi persis seperti yang kulihat saat jalan pulang lewat jalur pantura (indramayu). Berarti disana ada kekayaan Alam berupa minyak bumi. Itu artinya ini daerah berarti daerah yang kaya, daerah yang semestinya tidak akan bikin kelaparan orang-orang yang ada disekitarnya. Ini daerah juga semestinya tidak perlu ada orang dengan rumah yang tak sepantasny jadi tempat tinggal.
Tak berapa lama, ada beberapa like dan komen, kesannya aku ngga serius dengan tulisan ini. Dan menganggap aku main-main.  Ini beneran. Wee, jangan gitu kasian bapak pemilik rumah itu, Ni serius aku liat kondisinya asli kasian banget. Aku pikir rumah itu tak berpenghuni. tapi aku memang ngga liat ada orang di dalem. Tapi ada jemuran baju disampingnya. Trus bekas-bekas jejak kaki yang masih baru alias masih keliatan banget kalau rumah itu memang bukan rumah yang tak berpenghuni alias rumah hantu, hihh lebih serem lagi. Teruss saat aku selesai memotret rumahnya itu, aku liat ada bapak dengan baju biru menghadap ke kuburan. kayaknya dia  lagi sangat sedih meratapi nasibnya. bener-bener ngga ada semangat buat hidup. Dalam atinya mungkin terucap kapan sih giliran gua yang dikubur kaya lu lu pade...? Logatnya betawi sebab Ini daerah umumnya dihuni oleh warga Betawi yang “terdesak” hingga pinggir-pinggir laut ujung Jakarta. Menunggu antrean jadi orang kaya yang bisa jalan-jalan ke Mall di Jakarta sono sudah jelas seperti api jauh dari panggang. Ketemu nasi aje masih untung. Itu sih penilaianku. Dan kayaknya memang begitu. Aku tidak sempet ngobrol atau berbicara dengan bapak itu, nanti dikira mau ngasih bantuan. Aku cuma ikut prihatin aja mdah-mudahan suatu saat nanti ada orang yang bisa lebih bijak lagi menilai apa yang sedang dialaminya.
Pertanyaan besar kita bersama adalah kenapa masih ada, rumah reot bahkan roboh yang masih ditinggali sementara di samping kanan kirinya ada rumah standar umum. Wilayah ini juga tidak jauh dari Kota Jakarta, pusat pemerintahan yang juga paling tahu proyek-proyek besar penggalian minyak itu.
 Sesekali mobil mewah melintas hanya menyisakan debu yang membuat rumahnya makin berdebu dan kotor, Jangan-jangan itu mobil yang barusan lewat adalah pemegang saham dari proyek penggalian minyak yang dalam satu hari proyek penggalian di salah satu sumur pengeborannya mampu menghasilkan minyak hingga pulutah ton bahkan ratusan. Tapi masih di areal yang sama tak jauh dari penggalian yang mampu menghasilkan berton-ton minyak bumi, masih ada rumah reot bahkan roboh, yang sebetulnya sangat tidak layak untuk ditempati. Ironi….!!

Jumat, 15 Juni 2012

NAMAKU RONI SETIAWAN

NAMAKU RONI SETIAWAN
(Seri Kisah-Kisah Ironi Kebangsaan)
Oleh: Tirta Pawitra

Namaku Rony Setiawan, aku tinggal di Ujung Menteng deket pasar yang beberapa bulan yang lalu terbakar. Dulu aku buruh pabrik di kawasan, sekarang nyaris tak punya pekerjaan. Demi anak dan Istri aku jalani hidup dan tanggung jawabku berjualan "Tutut Tinular". Orang mungkin akan kebayang pada serial drama Radio Tutur Tinular dimana dalam kisah itu ada Arya Kamandanu, kalau di Indosiar Tutur Tinular Versi 2011 yang ceritanya makin ngga jelas dan penuh dengan pembodohan. Setahuku dalam sandiwara radio Tutur Tinular tidak pernah berbicara mahluk yang berasal dari neraka atau sejenis mahluk halus bertubuh kecil yang diperankan oleh mahluk kecil hasil kreasi orang yang kayaknya lagi bangga karena bisa bikin animasi.
Aku dulu memang suka nonton acara sinetron yang satu ini. Tapi karena tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, jam sore aku harus berjualan di pinggir rumah-rumah dan kantor-kantor megah di harapan Indah. Tapi sok ajalah, memang itulah tayangan yang menghiasi tv dari pada mikir bayanr kontrakan, mending nonton apa yang ada di tv. Selepas maghrib biasanya aku sudah erangkat menuju medan dimana disitu aku harus menggelar daganganku. Bersama kawan-kawan yang punya nasib sama. Dulu kami berjualan di Sentra Utama Bisnis harapan Indah. Sekarang sudah tidak dibolehkan. Terpaksa kami keluar dari sana dan kerena tuntutan ekonomi keluarga, aku dan pedagang yang lain memilih berjualan di pinggir-pinggir jalan Kompleks harapan Indah. Pada awalnya tidak ada masalah alias tidak ada pengusiran. Lama-kelamaan kenyamanan kami berdagang di pinggir jalan itu mulai terusik. Kami pun telah mersa akan mengalami nasib yang sama sebagaimana saat harus pindah dari Sentra Utama.
Kata mereka, ini jalan Umum tidak boleh buat jualan. Kata bapak-bapak dan Mas Patroli yang kutahu mereka amsih saudara kita sendiri. Warna kulitnya coklat, tepatnya hitam. Sebenernya aku ngga mau cerita atau bawa-bawa yang namanya warna kulit. Tapi realitasnya demikian. Jangan pandang kami bodoh hanya karena kami malas dan tidak sekolah makanya tidak bias mendapatkan pekerjaan yang pantas. Bukankah sekolah juga telah hanya menjadi milik mereka-merek ayang berani membayar mahal. Maka bagi kami sekolah tidak mungkin membuat kami berubah. Sekolah yang ada justru menjadikan nasib kami semakin menderita sebab kami akan seperti ini.
Sebagai contoh dengan modal kepintaran yang sama. Mana yang akan dimenangkan atau dibolehkan bersekolah, apakah dia yang punya modal alis bias bayar uang sekolah yang puluhan bahkan ratusan juta. Atau ia yang tak punay dana apalagi orang miskin yang diidentikan dengan orang Indonesia. Tentu sekoalh akan lebih meilih anak yang lebih bias mampu membayar uang sekolah. Bahkan dnegan modal kepintyaran yang berbeda sekalipun, dalam arti anaknya pintar tappi tak mampu bayar uang sekolah, maka sekolah akan lebiuh merekomendasikan anak yang punay uang dari pada anak yang pintar.
Bang, kita nih aneh ya bang, Masa kita yang asli orang Indonesi justru malah susah cari atau ngedapetin kerjaan, tapi orang-orang itu justru dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Kata istriku. Sering dia bilang seperti itu. Dia memang agak rewel tapi ia istri yang baik buatku. Mau membantu suaminya danmenerima ekonomi suaminya meski harus ikut berjualan yang berpindah-pindah dari ujung sna kesini. Sini kesna dan seterusny . Kejar-kejaran dnegan SatPol harapan. Kalau ditanay sesungguhnya mereka juga ngga tega mengusir-ngusir itu. Cuma mereka hanay menjalankan tugas atau pekerjaan. Jika tidak demikian bagaimana ia dpat membiayai kehidupan anak dan juga istrinya. Merek ajuga mansuia sebagaimana kami yang pedagang pinggiur jalan yang pindah-pindah untuk emnghindar.
Jika ada pekerjaan yang pantas, kamipun tiada akan bekerja dan kejar-kejaran seperti ini. Aku juga mau kerja normal sebagaian orang pada umumnya. Tapi aku adalah seorang lulusan SMP, yang ijazahnay tidak laku dipakai nglamar di Pabrik yang bukan semata Ijazah tapi unsu rkedekatan atau factor kekluargaannya yang menjadi perhitungan kenapa seseorang dapat diterima kerja di pabrik di daerah ini. Ada juga yang kerja dengan system Out SOrsing yang sebetulnay lebih tepat sebagai pembunuhan berencana terhdap mansuia AIndonesia.
Dan pemimpin kita diam saja. Ongkang-ongkang rapat cabinet tapi yang diomongin maslahnya sendir danmengeluh tentang keadaanya. Jauh lebih Narsis dari pada ABG yang bener-benegr baru Gede. Hari ini posisi dagang kami ada di disini, besok kami akan bergerser satu atau dua meter ke pinggir atau ke ujung jkalan. Intinya harus keluar dari Komples harapan. Esok Lusa mungkin kami sudah nyebur di rawa-rawa itu., Kami diusur pelan-pelan. Hak kami hilang.
Bukannay ada Demo Kmaren. Tapi demo yang kami lakukan malam itu tak membuahkan hasil apa-apa. Justru pengawasan dan control kepada kami yang makin ketat. Polisi yang punay logo melayani, pada akhirnya pun musti kita ajuin pertanyaan. Melayani siapa..?? Dengan gaya congkaknay dan kebul asap dari rokoknya, Ia mendkat dan mengajak dialog kami tentang kenapa musti ada demo. Pertanyaan buat pak Polisi, anda melayani siapa…?
Kami hanay orang miskin yang tak banyak bis aberbuat. Kami hanay orang miskin yang punay hak hidup dan ingin bertahan dnegan hak hidup kami. Kami bukan anjing yang dikejar-kejar. Bukan pula orang miskin yang bodoh. Kami adalah orang dan anak cucu mereka yang pernah punay rumah disini. Rumah dan tanah kami telah dijual. Kini hanay menyisakamn gubuk kecil di tengah sawah. Yang sengaja dikucilkan agar kami mau menjualnya. Kepada siapa kami memohon bantuan dan pertolongan-Nya. Kami berhak atas udara di lingkungan ini. Kami. Punay harta yang demikian mahal yang tak bias terbayanrkan oleh semau kekayaan pengusah aasing yang tak sadar dengan dirinya ada diaman. Dan itu yang kami tuntut sekartang. Harta Kenangan Masa lalu. Ketenagan masa Lalu. Kesejukan rawa-rawa yang kini tiada, berganti kerlip kota tapi menyiksa kami dengan derita. Kami punay kawan-kawan yang saat datangnya para pengembang itu memilih pergi meninggalkan kami. Kami punya nilai kita. Kita punya Budaya rasa. Bukan budaya yang tidak mewakili apa yang kami rasa. Patung Tiga Mojang sesunguhnay juga betapa rasa kami tidak dihargai.
Lebih baik membuat patung atau Monumen tentang Kh Nur Ali Tokoh pahlawan Tananh kami. Bukankah Tokoh it lebih kami mengerti disbanding sosok wanita atau tokoh-tokoh yang tdak mengammbarkan realitas dan suasana kebatian kita. Dimana pemimpin kami yang berani dan perkasa. Dimana pemimpin yang punay Jiwa. Pemimpin yang memahami dan memiliki kesadaran utuh tentang negaranya. Bukan pemimpin yang menutup mata dan lebih baik diam untuk menggolkan proposal atau proyekproyek pembanguian yang hanay menguntungkan pemilik Modalatau orang-orang kaya.

MENJEMPUT TUHAN


MENJEMPUTMU (TUHAN)
Oleh: Tirta Pawitra

Malam ini masih sama dengan malam-malam sebelumnya, Malam yang kunilai akan sangat baik untuk menemui-Mu. Aku lama tak memandang-Mu lebih dekat. Kuingin menemui-Mu selalu sebab di hatiku selalu ada diri-Mu. Aku sellau memikirkanmu dan nyaris tak bisa lari atau menghindar dari-Mu. Jauh dan menghindar dari-Mu sama saj aaku membinasakan diriku, meniadakan diri sendiri sama saja meniadakan ada-Mu yang tak prnah tiada. Sebab tiada-Mu adalah Ada.

Malam ini sama dengan Malam-malam kemarin saat aku ingin bercinta dengan-Mu. Aku ingin merengkuh-Mu dalam lautan Cinta Sejati.menggapai-Mu. Merebut kasih-Mu. Mnjemput Cinta abadimu. Aku tak ingin lagi jauh dari-Mu. AKu tak mau lagi tanpa keberadaan-Mu. Meski mata ini melihat, Meski tangan ini mampu meraba seringkali hati ini mati rasa dan tak mampu merasai keberadaan-Mu.

Malam ini sebagaimana malam-malam sebelumnya, aku ingin menjemput-Mu. Memohon perlengkapan paling Indah untuk mengibadahimu. Meminta kekuatan untuk dapat menelusuri jalan-Mu. Untuk dan hanya Untuk mereguk manis-madu Cinta-Mu

Minggu, 10 Juni 2012

Cinta Itu Ada


Cinta adalah realitas…..!!
Meski tak Terindra tapi ia Ada

Kita pernah mendamba dan juga membencinya. Ada beragam penyaksian manusia pada cinta. Ada beragam kisah tentang cinta.  Apapun kisah manusia tentang cinta itu, cinta tak pernah jauh dari kita. Cinta bukan sekedar pertemuan yang menjadikan hati berbunga. Cinta bukan semata aktifitas fisik kita. Cinta juga bukan sekedar kata-kata. Cinta adalah keindahan yang dihias keterpisahan, prasangka dan kepedihan. Cinta adalah anugrah, menjaganya adalah amal mulia. Jangan pernah mengabaikan cinta sebab ia sedang sangat nyata menghampiri kita.

Tapi bagaimana  jika cinta tumbuh di tengah
 ambisi Negara dan Ambisi Agama….?

RUJUK (Penyatuan kembali Jiwa)

RUJUK
(Penyatuan kembali Jiwa)


Rawamangun, 3 September 2004. Inilah isi Suratku yang kuberi judul “CINTA BODOH” itu. Surat yang menorehkan cerita tentang  kebodohanku. Bodoh karena telah mengabaikannya. Tak menghubunginya, tak memberinya kabar. Bodoh sebab sikapku selama ini telah menjadikannya sangat menderita.
Tadi malam aku menuliskannya.  Dalam ruang Masjid Kampus, kuberkhidmat pada Surat ini. Surat spesial untuk Dina Larasati.
Ya Allah, aku ingin kembali mencintainya. Aku yakin dapat bertemu dengannya. Di depan Komputer Masjid itu, kuketik sebuah ungkapan perasaan mendalam ini pada Dina. Aku ingin ungkap detail-detail sikapku yang selama ini sangat-sangat memikirkannya.
Surat yang kuketik dengan Komputer.  Kertas ukuran Legal kurasa ukuran ini lebih bisa memuat banyak tulisan dari pada A4 apalagi kuatro, Font 12, huruf kesukaanku Garmound. Surat resmi biasanya menggunakan Times New Roman. Dan aku tak menggunakan model huruf ini sebab terlampau biasa. Garamound sangat nyeni, Indah dan pas….!!

SURAT CINTAKU BERJUDUL “CINTA BODOH”

Assalamu’alaikum wr.wb

Dina, Duhai Wanita yang memiliki tatapan surga, apa kabar dik…!. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberkahi kita. Amin.

Mudah-mudahan datangnya surat ini tidak membuat adik kaget atau marah. Sebaliknya mudah-mudahan bisa menjadi hujjah (penjelas) bagi semua Tanya dan ragu dalam dada. Rasa-rasa yang penuh Tanya tentang bagaimana perasaamu yang sesungguhnya. Mudah-mudahan surat ini juga bisa menjadi penghilang keraguan dan pengikis prasangka. Sebab banyak hal yang membutuhkan penjelasan. Banyak Tanya yang kuajukan.

Duhai wanita yang memiliki tatapan Surga, sudah cukup lama kita terpisah tanpa kabar berita. Surat-suratkupun tak pernah ada balasannya. Saat itu diantara kita tumbuh rasa curiga. Setelah aku bertemu dengan Ibumu beberapa waktu yang lalu, Pertemuan yang sesungguhnya digerakan oleh penjelasan Mas Agus yang mengatakan bahwa Surat mas Imam tak pernah ada di tangan Dina. Ibu Toto malah bilang kalau Mas Imam Santoso mengada-ada dan sedang mencari alas an untuk menjauhi Dina.

 Aku baru menyadari bahwa surat-surat itu tak pernah sampai di tangan-mu. Aku juga tahu bahwa sesungguhnya engkau masih mencintaiku.
Cemburu mendalam sehingga kesimpulan negative itu lebih mendominasi daripada refleksi berpikir benar. Kesimpulanku salah karena telah men-judge engkau  tak Cinta aku. Aku telah berprasangka negatif padamu. Maafkan aku dik.

Duhai wanita yang memiliki tatapan surga, ingatkah 4 tahun lalu saat engkau menyanyikan lagu “Menghitung Hari di Festival Band Van Der Wijk”,  aku sangat terkesan.  Aku melihat penampilanmu malam itu. Engkau tidak tahu kalau aku datang. Aku memang tak menemui-mu. Maafkan…..! Kukatakan ini agar engkau tahu bahwa bukan aku tak pernah mau tahu tentang dirimu. Aku pulang karena aku rindu. Saat itu untuk pulang kampung aku harus membayar denda “Atas Pelanggaran karena Pulang ke Jawa”[1]. Sebagian teman memilih tidak pernah pulang. Tapi orang tua bagiku segala-galanya. Sekuat apapun doktrin yang mengkafirkan orang tua, tak mampu menggoyahkanku untuk tetap Cinta pada orang tua meski aku tak pernah mengajaknya dalam Negara ke Sembilan.  

Tidakkah Pulangku itu dapat meyakinkanmu bahwa aku ingin bertahan dengan cinta ini. Saat kau tatap aku di masjid Dekat pasar Gombong di hari itu sungguh akupun telah sangat yakin bahwa Cinta itu telah hadir untuk kita. Kecantikanmu sungguh sangat menawan. Kini engkau  tambah dewasa. Saat itu beberapa hari setelah kematian Salman. Tentu adik tidak menyangka jika, aku datang dan memperhatikan penampilanmu malam itu.

Sesungguhnya hari itu aku ingin langsung bicara dan memutuskan masa depan kita.

Kenangan Indah kita, tampil kembali sangat kuat. Aku selalu memikirkannya. Selalu mengingatinya. Kenangan pada sosok yang mengingatkanku pada perjalanan dari Cilacap menuju rumah Eyang di Gombong. Lagu Keroncong berjudul “Di Tepinya Sungai Serayu” mengalun indah, membangkitkan keheningan Jiwa  sebab lagu keroncong mengajak Sang Jiwa merambahi bukit, pepohonan dan panorama alam, persawahan juga perbukitan. Itulah panorama yang selalu dirindui Jiwa. Tipikal wanita keibuan. Wanita dengan wajah ikhlas. Wanita yang memiliki “Wajah Setia”. Yang menerima sang lekaki apa adanya.  Suatu  hari akan aku ceritakan semua yang terjadi padamu, aku akan memberikan catatan harian yang selama ini aku tulis tentang apa sesungguhnya menimpaku. Sebab kisah dalam catatan itu (Novel Ini) adalah sebenar-benarnya isi perasaanku….! Tidak lain karena aku sangat berharap engkau bisa kembali menjadi kekasihku. Aku sangat mencintaimu. Itu adalah sesuatu yang sesungguhnya ada dalam diriku selama ini.

Mengabaikanmu dalam ketidak pastian adalah suatu kebodohan. Aku tidak pernah mengerti dengan apa yang aku lakukan. Seharusnya saat lebaran itu aku datang dan menemuimu serta menanyakan surat itu atau tentang perasaanmu yang sesungguhnya. Aku telah membuat kesimpulan sendiri dan terlanjur membuat surat yang sangat menyakiti perasaanmu.

Aku ingin bercerita tentang kisah kita. Kisah yang terbangun saat jiwa semakin jauh dan nyaris tanpa daya.

Saat itu curiga menghiasi hari-hari kita. Aku ingin berbagi cerita, tentang harapan yang membara, tentang sisi gelap di pinggir Jakarta dan juga tentang keadaanmu. Berita tentang perubahan dan beberapa saat lalu sempat hilang kontak, sungguh membuatku sangat gelisah. Kata Mama, engkau telah berubah dalam pemahaman agama. Satu sisi itu membuat Ibumu sangat bangga. Tapi di sisi lain perubahan itu telah membuat Ibu gelisah. Sebab engkau sempat tanpa kabar dalam beberapa bulan.

 Duhai wanita yang memiliki tatapan Surga…..!, ingatlah dengan kisah-kisah bahagia yang telah kita jalani. Bukankah kisah-kisah itu adalah penguat bahwa Cinta kita tak akan pernah terpisah. Jangan engkau menangis, jangan pula engkau bersedih. Aku sangat ingat dengan air mata yang menitik di pipimu. Air mata keikhlasan. Air mata yang menitik karena pembuktian Cinta adalah keinginan. Namun lebih utama dibuktikan dalam perjalanan waktu. Itulah pembuktian Cinta yang sesungguhnya.

Duhai wanita yang memiliki tatapan surga…..!, aku yakin air mata itu jelas sangat original dan nyata. Aku yakin air mata itu adalah air mata Cinta. Air mata yang mengalir dari sumbernya yang suci dan perasaan anugrah Tuhan.

Duhai wanita yang memiliki tatapan Surga, Ingatkah engkau dengan cincin yang melekat di jemari tangan ini. Bukankah itu juga yang telah menyerta keikhlasan Cinta kita. Sangat lekat dan abadi. Aku masih mengenakannya. Aku masih mengenakan cincin itu hingga hari ini. Sebab Cinta ini sungguh bukanlah permainan sesaat. Cinta di dada ini adalah abadi dan selamanya.

Duhai wanita yang memiliki tatapan Surga, yang terpenting dari  kenangan Indah kita adalah pertemuan pertama yang istimewa. Di masjid Rr-rahman kauman, kita bertemu untuk kali yang pertama. Pertemuan yang sangat Indah dan sangat membahagiakan. Bukankah itu scenario Tuhan….?. Pertemuan yang Indah dan perteuan yang meyakikan aku untuk berkhidmat pada satu ke-Indahan. Itulah prinsip hidup berpegang pada satu pilihan hingga sampai waktu dimana keputusan dijatuhkan.

Bukan sepasang kekasih yang menjalin dua status, belum selesai masalahnya dengan satukekasihnya tapi ia sudah mencoba dengan lelaki yang lain. Itu yang disebut dengan pengkhianatan. Aku tahu aku sudah memberimu keputusan dengan surat terakhir yang kukirimkan. Dan sejak saat itu aku telah merelakan dan melepas dirimu dengan laki-laki yang kau pilih. Itu adalah jalan yang kuberikan sebab aku tidak ingin menggantungkan perasaan ini padamu. Itu sangat tidak aku inginkan.

Duhai wanita yang memiliki tatapan Surga, surat ini sekaligus permohonan maafku jika datangnya surat ini mengganggu.  Terlebih jika dalam masa itu, adik telah menentukan laki-laki lain. Jika tidak ada laki-laki lain Alhamdulillah, itu yang kuharapkan. Tapi kemungkinan itu jelas sangat tidak mungkin, sebab keindahan-Mu adalah Pancaran Cahaya yang senantiasa diharpkan oleh banyak lelaki. Sehingga engkau selalu dinanti dan dikelilingi banyak pria

Duhai Wanita yang memiliki tatapan Surga, aku hanya ingin mohon maaf padamu atas semua kesalahan yang pernah kulakukan. Aku tidak mengerti dengan perasaan ini. Aku adalah sang pendosa yang mengabaikan perasaan wanita. Aku ingin kita kembali bersama. Dalam Cinta yang pernah engkau harap akan abadi selamanya. Ini alamatku, masih alamat yang dulu pernah kau pakai untuk mengirim surat yang pertamamu.

IMAM SANTOSO
Alamat: Masjid Kampus. Perumahan Dosen UI. Jl. Daksinapati No.1 Rawamangun Jakarta Timur Telp. 0214702589.

 

۞



[1] Pulang Kampung sama saja kembali kepada tradisi Jahiliyah. Kang Jumrani sangat ketat memberlakukan Doktrin ini.

CINTA ITU ADA


Cinta adalah realitas…..!!
Meski tak Terindra tapi ia Ada

Kita pernah mendamba dan juga membencinya. Ada beragam penyaksian manusia pada cinta. Ada beragam kisah tentang cinta.  Apapun kisah manusia tentang cinta itu, cinta tak pernah jauh dari kita. Cinta bukan sekedar pertemuan yang menjadikan hati berbunga. Cinta bukan semata aktifitas fisik kita. Cinta juga bukan sekedar kata-kata. Cinta adalah keindahan yang dihias keterpisahan, prasangka dan kepedihan. Cinta adalah anugrah, menjaganya adalah amal mulia. Jangan pernah mengabaikan cinta sebab ia sedang sangat nyata menghampiri kita.

Tapi bagaimana  jika cinta tumbuh di tengah
 ambisi Negara dan Ambisi Agama….?

Sabtu, 09 Juni 2012

ESENSI RAKER SEKOLAH


ESENSI RAKER SEKOLAH
Oleh: Arif Budiman[1]
     

Berdasarkan tradisi akademik, waktu-waktu  ini adalah hari dimana sekolah tengah bergiat dengan persiapan menyambut tahun ajaran baru.. Di dalamnya berlangsung satu kegiatan penting seperti  penerimaan siswa baru (PSB) yang saat ini bernama Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) dan yang mahapenting dari persiapan awal tahun pembelajaran adalah kegiatan raker.

Raker sekolah adalah kegiatan dalam proses pembelajaran di sekolah yang mengandung makna perencanaan (planning) bagi program-program pembelajaran yang akan dilaksanakan sekolah di tahun pelajaran yang akan dihadapi. Secara menajerial, Raker akan menjadi indicator yang jelas tentang kualitas sebuah sekolah, karenanya menyelanggarakan Raker dengan baik akan memberi dampak yang positif untuk mewujudkan sekolah yang Unggul (baca: berkualitas).
       Mengabaikan Raker di suatu organisasi atau sekolah sama artinya mengabaikan terwujudnya kemajuan sekolah sebab Raker adalah alat tangguh untuk memulai penyelenggaraan kegiatan sekolah yang berkualitas atau unggul. Meski demikian, raker yang telah diadakan oleh sebuah sekolah pun tidak menjamin akan mampu mewujudkan sekolah unggul seperti yang diinginkan, apalagi jika sekolah tersebut tidak menyelenggarakan kegiatan Raker.
        Secara maknawi, raker adalah niat yang tumbuh subur yang ada dalam diri kita. Rasul Muhammad SAW, menegaskan esensi sebuah perencanaan dengan kalimat yang sangat kuat “Sesungguhnya segala amal, dimulai dari niatnya”. Pertanyaannya sudahkah kita punya niat untuk pekerjaan atau perbuatan yang akan kita lakukan di masa yang akan datang. Jika tidak maka sudah semestinya kita semua memperbaharui pikiran kita untuk menumbuhkan niat. Niat saja tidak cukup sebab tujuan akhir dari niat kita adalah tercapainya hasil. Maka selanjutnya harus mewujudkan niat yang ada dalam hati kita dengan perbuatan yang nyata dengan membauat langkah-langkah strategis sehingga tujuan yang ingin kita dapatkan dari pekerjaan itu dapat tercapai secara maksimal.
       Ada sejumlah agenda besar yang digelar, ada beragam tema yang dibicarakan. Ada keinginan mulia membentuk struktur kegiatan yang berarti untuk generasii unggul. Itulah sejumlah unsure yang ada dalam kegiatan Raker yang diadakan sekolah. Sungguh sangat berat dan mulia pekerjaan atau persiapan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Tidak sedikit keluh kesah dan semangat yang memudar terpancar dari proses itu, mungkin karena kurangnya kerendahan hati kita untuk melihat bahwa apa yang sedang dan akan kita kerjakan adalah tahapan-tahapan yang sesaat lagi akan mencapai surga.
          Jika kita ingat senyum, semangat lantang suara anak-anak kita, sungguh pekerjaan kita telah menjadi tidak sia-sia. Kita menjadi sangat bangga saat mereka lantang menyuarakan ilmu dan dan karya-karya kreatif mereka. Teruslah teringat dengan senyum dan bahagia anak-anak kita sebab itu akan menjadikan kita bersemangat untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak bangsa yang kita cinta. Mudah-mudah Allah SWT menyertai langkah pendidikan  kita. Amin. Wallahu’alam.



[1]  Arif Budiman, Guru Sejarah MAN 21 Jakarta.  Aktifis CENTER (Komunitas Guru Untuk Pembentukan Karakter Bangsa). Alamat Jl Sarang bango No 2 Marunda Cilincing. E-mail:tirta_pawitra@yahoo.co.id. telp 02141872917

Selasa, 05 Juni 2012

VERLOAD CURICULUM DAN NASIONALISME KITA

OVERLOAD CURICULUM DAN NASIONALISME KITA
Oleh: Arif Budiman*

Beberapa hari yang lalu telah diadakan Olimpiada Sains Nasional yang diadakan oleh Kanwil DKI Jakarta. Dan masih banyak bentuk yang serupa untuk menguji kemampuan anak. Pesertanya adalah siswa-siswi  MAN se-wilayah Jakarta. Pemaparan fakta ini bukan bertujuan untuk mengangkat persoalan peminat olimpiade matematika. Sesungguhnya fakta dan data ini disajikan untuk menunjukkan hal yang sangat penting dalam wacana pendidikan Indonesia . Betapa olimpiade dan soal yang diajukan itu dalam olimpiade itu sedang mengabarkan sisi lain realita pendidikan kita. Realita pendidikan tentang beban Kurikulum yang diemban anak didik kita. Lewat olimpiade matematika itu kita telah menjadi tahu tentang sejauh manakah materi mathematika yang telah kita ajarkan. Meski soal diajukan dalam bahasa Inggris sebagian peserta menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang ada. Contoh pada soal matematika yang disitu hanya dituntut kemampuan anak untuk menunjukkan waktu pada gambar yang terpampang dalam lembar soal. Tentu ini soal yang sangat mudah. Seusia anak SMP, siapa yang tidak  bisa menunjukkan angka jarum jam? Tentu semua sangat paham dan sangat bisa mengerjakan soal dimaksud. Dan masih banyak soal sejenis yang menunjukkan karakter mudah dan tidak sesulit materi yang biasa kita ajarkan pada murid-murid kita di kelas. Materi yang kita ajarkan sebagaimana yang diamanahkan dalam kurikulum nasional kita. Tingkat kesulitan yang ada di soal olimpiade setingkat dengan soal-soal yang ada di sekolah tingkat dasar atau SD. Kata pak Wahyu, salah satu guru matematika di SMP Internat Al kausar Sukabumi...
Melihat fenomena tersebut, ada dua hal terbangun dalam pemikiran saya selaku penulis. Pertama, timbul rasa bangga bahwa kita bisa dengan sebuah pertanyaan apakah penyelenggara telah salah memberikan soal. Kedua, apakah kurikulum yang telah kita terapkan telah sesuai dengan tugas perkembangan anak? Bukan tidak mungkin kita telah melanggar dan memaksakan tugas perkembangan anak sehingga materi ajar yang diberikan berada diluar batas kemampuan anak usia SMP. Men-judge penyelenggra salah dalam membuat soal, rasanya terlalmpau dini. Terlebih pendidikan untuk remaja atau usia SMP. Atau di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pendidikan Australia menjadi favorit banyak Negara untuk warga negaranya menimba ilmu di Australia . Program beasiswa dan minat anak Indonesia dan Negara lain sekolah di Australia pun menunjukkan angka yang signifikan. Dengan demikian pemikiran pertama tentu tak perlu lagi menjadi persoalan. Yang patut menjadi pertanyaan adalah bahwa kita telah merasa mudah dengan soal-soal Olimpiade dan beberapa kali kita menang lomba olimpiade baik fisika maupun bidang ilmu yang lain, pertanyaannya apakah kemenangan itu mencerminkan kemenangan cita pendidikan kita. Bukankah kita hanya menang dalam hal penguasaan materi dan tidak pernah menang (baca bisa) dalam olimpiade hidup yang sesungguhnya. Kita telah menjadi sangat hafal dengan materi pelajaran tapi kita hamper tidak bisa menerapkan materi yang kita kuasai dalam kehidupan seharihari.
 Selebihnya pemikiran kita tertuju pada fenomena kedua yaitu tentang realitas kurikulum pendidikan kita (baca: Indonesia ) yang tentu saja layak diajukan. Dengan sebuah pertanyaan sudahkah pendidikan terutama sisi kurikulum  mempertimbangkan dengan matang beban pembelajaran yang disajikan untuk siswa. Apa tidak mungkin kita telah memaksakan beban kurikulum yang berat dan memberatkan sehingga dalam usia yang masih remaja mereka telah “dipaksa” untuk menelan materi-materi yang belum sepantasnya dipelajarinya. Sementara tugas perkembangan tidak mengamanahkan hal tersebut.
Apakah pembelajaran kita telah overloaded dalam arti kita terlampau memberi beban berat pada siswa dengan materi-materi berat sementara potensi anak belum waktunya menerima materi yang jumlahnya besar atau berat itu. Sementara di tataran praktis, ilmu atau materi yang diajarkan tidak bernilai praktis di lapangan. Artinya tidak ada korelasi antara apa yang diajarkan dengan realitas yang sesungguhnya. Padahal paradigma pendidikan terbaru menghendaki adanya konsep pendidikan yang bernilai praktis atau sesuai dengan kenyataan.
Kenyataan pendidikan kita telah memasuki persoalan yang sangat paradigmatic dan kompleks. Satu sisi negeri ini menghendaki kemajuan dan penguasaan teknologi yang cepat (instant) yaitu dengan cara proses pendidikan yang juga  cepat. Menyikapi paradigma ini penyelenggaraan pendidikan mewujud dalam bentuk penyikapan yang berlebihan dengan memahami makna kemajuan cepat itu dengan penguasaan secara kuantitatif materi-materi ilmu pengetahuan. Betapa banyak anak yang telah hafal diluar kepala rumus matematika tapi penguasan dan hafalannya dengan semua rumus itu tidak memiliki nilai yang aplikatif dalam kehidupan. Sehingga ilmu pengetahuan yang dikuasai hanya berhenti pada tataran pengetahuan. Dan saat ilmu pengetahuan hanya tersimpan dalam otak-otak saja tanpa bisa dipublikasikan dalama arti dimanfaatkan, bukankah sesungguhnya tujuan pembelajaran itu telah gagal direalisasikan. Pembelajaran telah gagal menjadikan manusia mandiri dalamkehidupan. Pengetahuan yang dia punya tak ada arti dan gunanya sebab ia hanya menempel di otak tanpa ia mampu menerapkan bahwa realitas yang menunggu jawaban praktis dari ilmu yang sederhana untuk mendapatkan solusi sederhana, tidak berbeli-belit.
Temuan Thomas Alfa Edison dengan lampu pijarnya, saya kira Thomas menemukan lampu tersebut tidak harus menunggu sampai dia menguasai semua bidang ilmu pengetahuan. Einstein dengan teori relatifitasnya, saya kira temuannya tentang rumus E=MC, Einstein tidak perlu menunggu dan hafal semua materi tentang fisika. Ketika kita hanya bangga dengan pengetahuan yang melimpah tentang semua ilmu pengetahuan, sesungguhnya kita telah hanya mampu menjadi bangsa yang hanya tahu banyak pengetahuan. Tapi kita telah menjadi bangsa yang kecil sebab dengan ilmu pengetahuan yang di tahuinya, tidak tahu harus berbuat apa. Dalam suatu ajang olimpiade  ( sebut saja olimpiade matematika misalnya)  menjadi pemenang tentu tidak menjadi kebanggaan jika olimpiade hanya bermakna tahu satu ilmu pengetahuan, tapi tidak pernah diterapkan. Menjadi pemenang olimpiade akan benar-benar menjadi kebanggaan saat kemenangan itu ditunjukkan bukan semata anak tahu banyak ilmu pengetahuan tapi mampu menghasilkan karya nyata dengan pengetahuan itu. Itulah kemenangan yang sesungguhnya.
Bangsa Eropa telah melaju dengan penemuan-penemuan, kita malah sibuk membicarakan temuan mereka. Selebihnya menjadi pengguna utama atas temuan mereka dan enggan berpikir sama untuk sebuah temuan dan terus asyiik dengan temuan bangsa lain. Korea yang terkenal dengan produk Hand Phone-nya yang terkenal terus mengadakan inovasi HP dengan teknologi terbaru, kita malah sibuk ber “pamer ria” untuk memiliki atau berlomba-lomba mendapatkan HP terbaru. Tanpa pernah berpikir dan terpikir untuk berbuat hal yang sama (mencipta teknologi dan inovasi) sebagaimana yang mereka lakukan, atau melakukan temuan-temuan. Alih-alih temuan, mampu memperbaiki HP saja belum sepenuhnya bisa dilakukan. Kita telah menjadi sangat bangga dan secara tidak sengaja menjadi pasar  yang sesungguhnya dari produk-produk teknologi bangsa lain. Sejauh itu pula kita telah menjadi tidak berdaya dengan serbuan produk yang datang bertubi itu. Dan pada akhirnya kita harus mengalah dan merelakan apa yang kita punya seperti menjual asset kekayaan sendiri untuk  memenuhi sifat konsumtif kita. Saat itu sesungguhnya kita telah menjadi objek yang ditentukan dan bukan menentukan.
Contoh lain, saat kita sedang bersibuk-sibuk dengan menguasai salah satu program aplikasi computer. Sang pembuat telah dan sedang merancang program baru yang kembali akan diluncurkan di pasar konsumen Indonesia . Sementara itu kita masih asyik belajar tentang temuan atau inovasii baru yang baru diluncurkan itu. Eh.. produk ini fasilitasnya bagus lebih lengkap, temannya yang lain menambahkan “eh ini ada lagii yang terbaru, dan seterusnya. Logikanya belum selesai kita total menguasai satu program, tiba-tiba dating program baru yang menjadikan kita juga harus bersegera mengikutinya. Kita telah ditentukan dan bukan menentukan. Kita sedang diarahkan oleh penguasa teknologi dan tidak mengarahkan teknologi. Kita terus belajar untuk tahu, tapi tak pernah mengajarkan.
 Belum lagi dari sisi yang lain. Kita telah benar-benar telah dirancang secara sistematis untuk selalu tunduk dengan produk barat (untuk tidak mengatakan kita telah menjadi budak) produk-produk bangsa lain. Dan situasi keterbudakan itu terjadi secara sistematis. Hingga merambah pada sisi lain budaya kita. Misalnya kita yang belajar program Windows, didalam kotak dialog dan seluruh petunjuk pengoperasian dibuat dalam bahasa Inggris. Apa dampaknya..????, pernahkah kita berpikir kesana???? Praktis dilapangan mereka para pengguna windows harus mampu menguasai bahasa windows yaitu bahasa Inggris termasuk  bahasa-bahasa pemrograman. Lagi-lagi belum selesai kita menguasai program windows, saat yang sama kita dihadirkan dengan produk program windows yang baru. Situasi ini  mejadikan kita makin merasa tidak berdaya dan selalu merasa tertinggal dengan teknologi yang ada. Harus ada perubahan paradigmatic (untuk tidak menyebut revolusioner) tentang bagaimana kita mensikapi secara sewajarnya deras arus perkembangan teknologi yang sulit dibendung. Prinsipnya bukan tidak menghendaki perubahan atau perkembangan teknologi, tapi bagaimana dengan teknologi yang ada kita seharusnya menjadi terbantu dan benar-benar menjadikan kita sebagai manusia yang sebenarnya. Paulo Freire menyebutnya dengan ungkapan memanusiakan manusia.
Sudahkah dengan teknologi dan pendidikan yang kita jalani itu telah menjadikan kita sebagai manusia. Atau malah sebaliknya. Jika dengan teknologi itu kita benar-benar dimanusiakan berarti teknologi itu adalah teknologi yang bermanfaat. Dan sebaliknya jika dengan teknologi itu telah memperbudak kita, maka sesungguhnya teknologi itu adalah teknologi yang semestinya ditinggalkan alias mengandung mudharat. Selanjutnya apakah pendidikan kita telah manusiawi dan tidak lagi ada pemaksaan kurikulum diluar batas kemampuan anak didik kita. Tentunya kita berharap pada pendidikan yang manusiawi, pendidikan yang lebih punya arti. Dan bukan pendidikan yang mematikan hati nurani. Meski demikian kita memang akan tetap menjadi pemenang olimpiade, tapi kita masih  menjadi pecundang dalam kenyataannya. Kita juga tidak perlu merasa bangga karena anak-anak kita tiada kesulitan menjawab soal olimpiade. Kita harus lebih memahami arti pendidikan yang sesungguhnya, yaitu memanusiakan siswa. 



OVERLOAD CURICULUM

OVERLOAD CURICULUM DAN NASIONALISME KITA
Oleh: Arif Budiman*


Beberapa hari yang lalu telah diadakan olimpiade Matematika yang diadakan oleh ICAS Australia. Pesertanya adalah siswa SMP di wilayah Asia dan termasuk Indonesia. Test dilaksanakan secara serempak pada tanggal 1 september 2007. Pemaparan fakta ini bukan bertujuan untuk mengangkat persoalan peminat olimpiade matematika. Sesungguhnya fakta dan data ini disajikan untuk menunjukkan hal yang sangat penting dalam wacana pendidikan Indonesia. Betapa olimpiade dan soal yang diajukan itu dalam olimpiade matematika yang diadakan ICAS itu sedang mengabarkan sisi lain realita pendidikan kita. Realita pendidikan tentang beban Kurikulum yang diemban anak didik kita. Lewat olimpiade matematika itu kita telah menjadi tahu tentang sejauh manakah materi mathematika yang telah kita ajarkan. Meski soal diajukan dalam bahasa Inggris sebagian peserta menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang ada. Contoh pada soal matematika yang disitu hanya dituntut kemampuan anak untuk menunjukkan waktu pada gambar yang terpampang dalam lembar soal. Tentu ini soal yang sangat mudah. Seusia anak SMP, siapa yang tidak bisa menunjukkan angka jarum jam??? Tentu semua sangat paham dan sangat bisa mengerjakan soal dimaksud. Dan masih banyak soal sejenis yang menunjukkan karakter mudah dan tidak sesulit materi yang biasa kita ajarkan pada murid-murid kita di kelas. Materi yang kita ajarkan sebagaimana yang diamanahkan dalam kurikulum nasional kita. Tingkat kesulitan yang ada di soal olimpiade setingkat dengan soal-soal yang ada di sekolah tingkat dasar atau SD. Kata pak Wahyu, salah satu guru matematika di SMP Internat Al kausar Sukabumi...
Melihat fenomena tersebut, ada dua hal terbangun dalam pemikiran kita. Pertama, timbul rasa bangga bahwa kita bisa dengan sebuah pertanyaan apakah ICAS telah salah memberikan soal. Kedua, apakah kurikulum yang telah kita terapkan telah sesuai dengan tugas perkembangan anak???? Bukan tidak mungkin kita telah melanggar dan memaksakan tugas perkembangan anak sehingga materi ajar yang diberikan berada diluar batas kemampuan anak usia SMP. Men-judge Australia salah dalam membuat soal, tentu saja tidak sebab kualitas pendidikan setingkat negara Australia tentu tak diragukan. Terlebih pendidikan untuk remaja atau usia SMP. Atau di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pendidikan Australia menjadi favorit banyak Negara untuk warga negaranya menimba ilmu di Australia. Program beasiswa dan minat anak Indonesia dan Negara lain sekolah di Australia pun menunjukkan angka yang signifikan. Dengan demikian pemikiran pertama tentu tak perlu lagi menjadi persoalan. Yang patut menjadi pertanyaan adalah bahwa kita telah merasa mudah dengan soal-soal Olimpiade dan beberapa kali kita menang lomba olimpiade baik fisika maupun bidang ilmu yang lain, pertanyaannya apakah kemenangan itu mencerminkan kemenangan cita pendidikan kita. Bukankah kita hanya menang dalam hal penguasaan materi dan tidak pernah menang (baca bisa) dalam olipiade hidup yang sesungguhnya. Kita telah menjadi sangat hafal dengan materi pelajaran tapi kita hamper tidak bisa menerapkan materi yang kita kuasai dalam kehidupan seharihari.
Selebihnya pemikiran kita tertuju pada fenomena kedua yaitu tentang realitas kurikulum pendidikan kita (baca: Indonesia) yang tentu saja layak diajukan. Dengan sebuah pertanyaan sudahkah pendidikan terutama sisi kurikulum mempertimbangkan dengan matang beban pembelajaran yang disajikan untuk siswa. Apa tidak mungkin kita telah memaksakan beban kurikulum yang berat dan memberatkan sehingga dalam usia yang masih remaja mereka telah “dipaksa” untuk menelan materi-materi yang belum sepantasnya dipelajarinya. Sementara tugas perkembangan tidak mengamanahkan hal tersebut.
Apakah pembelajaran kita telah overloaded dalam arti kita terlampau memberi beban berat pada siswa dengan materi-materi berat sementara potensi anak belum waktunya menerima materi yang jumlahnya besar atau berat itu. Sementara di tataran praktis, ilmu atau materi yang diajarkan tidak bernilai praktis di lapangan. Artinya tidak ada korelasi antara apa yang diajarkan dengan realitas yang sesungguhnya. Padahal paradigma pendidikan terbaru menghendaki adanya konsep pendidikan yang bernilai praktis atau sesuai dengan kenyataan.
Kenyataan pendidikan kita telah memasuki persoalan yang sangat paradigmatic dan kompleks. Satu sisi negeri ini menghendaki kemajuan dan penguasaan teknologi yang cepat (instant) yaitu dengan cara proses pendidikan yang juga cepat. Menyikapi paradigma ini penyelenggaraan pendidikan mewujud dalam bentuk penyikapan yang berlebihan dengan memahami makna kemajuan cepat itu dengan penguasaan secara kuantitatif materi-materi ilmu pengetahuan. Betapa banyak anak yang telah hafal diluar kepala rumus matematika tapi penguasan dan hafalannya dengan semua rumus itu tidak memiliki nilai yang aplikatif dalam kehidupan. Sehingga ilmu pengetahuan yang dikuasai hanya berhenti pada tataran pengetahuan. Dan saat ilmu pengetahuan hanya tersimpan dalam otak-otak saja tanpa bisa dipublikasikan dalama arti dimanfaatkan, bukankah sesungguhnya tujuan pembelajaran itu telah gagal direalisasikan. Pembelajaran telah gagal menjadikan manusia mandiri dalamkehidupan. Pengetahuan yang dia punya tak ada arti dan gunanya sebab ia hanya menempel di otak tanpa ia mampu menerapkan bahwa realitas yang menunggu jawaban praktis dari ilmu yang sederhana untuk mendapatkan solusi sederhana, tidak berbeli-belit.
Temuan Thomas Alfa Edison dengan lampu pijarnya, saya kira Thomas bisa menemukan lampu tersebut ia tidak harus menunggu sampai dia menguasai semua bidang ilmu pengetahuan. Einstein dengan teori relatifitasnya, saya kira temuannya tentang rumus E=MC, Einstein tidak perlu menunggu dan hafal semua materi tentang fisika. Ketika kita hanya bangga dengan pengetahuan yang melimpah tentang semua ilmu pengetahuan, sesungguhnya kita telah hanya mampu menjadi bangsa yang hanya tahu banyak pengetahuan. Tapi kita telah menjadi bangsa yang kecil sebab dengan ilmu pengetahuan yang di tahuinya, tidak tahu harus berbuat apa. Dalam suatu ajang olimpiade ( sebut saja olimpiade matematika misalnya) menjadi pemenang tentu tidak menjadi kebanggaan jika olimpiade hanya bermakna tahu satu ilmu pengetahuan, tapi tidak pernah diterapkan. Menjadi pemenang olimpiade akan benar-benar menjadi kebanggaan saat kemenangan itu ditunjukkan bukan semata anak tahu banyak ilmu pengetahuan tapi mampu menghasilkan karya nyata dengan pengetahuan itu. Itulah kemenangan yang sesungguhnya.
Bangsa Eropa telah melaju dengan penemuan-penemuan, kita malah sibuk membicarakan temuan mereka. Selebihnya menjadi pengguna utama atas temuan mereka dan enggan berpikir sama untuk sebuah temuan dan terus asyiik dengan temuan bangsa lain. Korea yang terkenal dengan produk Hand Phone-nya yang terkenal terus mengadakan inovasi HP dengan teknologi terbaru, kita malah sibuk ber “pamer ria” untuk memiliki atau berlomba-lomba mendapatkan HP terbaru. Tanpa pernah berpikir dan terpikir untuk berbuat hal yang sama (mencipta teknologi dan inovasi) sebagaimana yang mereka lakukan, atau melakukan temuan-temuan. Alih-alih temuan, mampu memperbaiki HP saja belum sepenuhnya bisa dilakukan. Kita telah menjadi sangat bangga dan secara tidak sengaja menjadi pasar yang sesungguhnya dari produk-produk teknologi bangsa lain. Sejauh itu pula kita telah menjadi tidak berdaya dengan serbuan produk yang datang bertubi itu. Dan pada akhirnya kita harus mengalah dan merelakan apa yang kita punya seperti menjual asset kekayaan sendiri untuk memenuhi sifat konsumtif kita. Saat itu sesungguhnya kita telah menjadi objek yang ditentukan dan bukan menentukan.
Contoh lain, saat kita sedang bersibuk-sibuk dengan menguasai salah satu program aplikasi computer. Sang pembuat telah dan sedang merancang program baru yang kembali akan diluncurkan di pasar konsumen Indonesia. Sementara itu kita masih asyik belajar tentang temuan atau inovasii baru yang baru diluncurkan itu. Eh.. produk ini fasilitasnya bagus lebih lengkap, temannya yang lain menambahkan “eh ini ada lagii yang terbaru, dan seterusnya. Logikanya belum selesai kita total menguasai satu program, tiba-tiba dating program baru yang menjadikan kita juga harus bersegera mengikutinya. Kita telah ditentukan dan bukan menentukan. Kita sedang diarahkan oleh penguasa teknologi dan tidak mengarahkan teknologi. Kita terus belajar untuk tahu, tapi tak pernah mengajarkan.
Belum lagi dari sisi yang lain. Kita telah benar-benar telah dirancang secara sistematis untuk selalu tunduk dengan produk barat (untuk tidak mengatakan kita telah menjadi budak) produk-produk bangsa lain. Dan situasi keterbudakan itu terjadi secara sistematis. Hingga merambah pada sisi lain budaya kita. Misalnya kita yang belajar program Windows, didalam kotak dialog dan seluruh petunjuk pengoperasian dibuat dalam bahasa Inggris. Apa dampaknya..????, pernahkah kita berpikir kesana???? Praktis dilapangan mereka para pengguna windows harus mampu menguasai bahasa windows yaitu bahasa Inggris termasuk bahasa-bahasa pemrograman. Lagi-lagi belum selesai kita menguasai program windows, saat yang sama kita dihadirkan dengan produk program windows yang baru. Situasi ini mejadikan kita makin merasa tidak berdaya dan selalu merasa tertinggal dengan teknologi yang ada. Harus ada perubahan paradigmatic (untuk tidak menyebut revolusioner) tentang bagaimana kita mensikapi secara sewajarnya deras arus perkembangan teknologi yang sulit dibendung. Prinsipnya bukan tidak menghendaki perubahan atau perkembangan teknologi, tapi bagaimana dengan teknologi yang ada kita seharusnya menjadi terbantu dan benar-benar menjadikan kita sebagai manusia yang sebenarnya. Paulo Freire menyebutnya dengan ungkapan memanusiakan manusia.
Sudahkah dengan teknologi dan pendidikan yang kita jalani itu telah menjadikan kita sebagai manusia. Atau malah sebaliknya. Jika dengan teknologi itu kita benar-benar dimanusiakan berarti teknologi itu adalah teknologi yang bermanfaat. Dan sebaliknya jika dengan teknologi itu telah memperbudak kita, maka sesungguhnya teknologi itu adalah teknologi yang semestinya ditinggalkan alias mengandung mudharat. Selanjutnya apakah pendidikan kita telah manusiawi dan tidak lagi ada pemaksaan kurikulum diluar batas kemampuan anak didik kita. Tentunya kita berharap pada pendidikan yang manusiawi, pendidikan yang lebih punya arti. Dan bukan pendidikan yang mematikan hati nurani. Meski demikian kita memang akan tetap menjadi pemenang olimpiade, tapi kita masih menjadi pecundang dalam kenyataannya. Kita juga tidak perlu merasa bangga karena anak-anak kita tiada kesulitan menjawab soal olimpiade. Kita harus lebih memahami arti pendidikan yang sesungguhnya, yaitu memanusiakan siswa. Wallahu alam bishawab.[]
_____
*Arif Budiman, saat ini aktif sebagai tenaga pengajar di SMP Internat Al-Kausar. Jl Habib desa Babakanjaya parungkuda Sukabumi Telp. 0266 732006 hp 08176661322



















Cari Blog Ini