Selasa, 20 Desember 2011

MERAWAT SEPEDA BUTUT UMAR BAKRI

MERAWAT SEPEDA BUTUT UMAR BAKRI
Arif Budiman

…………………………………………………….

Umar Bakri, Umar Bakri, 40 tahun mengabdi

Jadi Guru Jujur berbakti memang makan ati……

Masih ingat dengan sepenggal syair lagu Umar Bakri? Itulah lagu yang sering disenandungkan Iwan Fals untuk guru-guru Indonesia. Masihkah ingat dengan sepeda butut Umar Bakri? Lagu itu memberi gambar yang nyata tentang nasib guru-guru di Indonesia. Setidaknya nasib guru pada masa lagu itu diciptakan. Guru pada masa lalu adalah guru-guru yang terabaikan. Gaji mereka yang pas-pasan meski PNS masih snagat memprihatinkan, terlebih nasib guru Honor pada masa itu. Umar Bakri pada masa itu adalah orang yang bekerja dalam dua untutan yaitu tuntutan pemenuhan kebutuhan dan tuntutan untuk mampu mendidik anak Didik menjadi generasi yang terbaik dan utuh.

Mereka adalah simbol pengabdian yang jujur dan penuh bakti. Guru pada masa lalu adalah guru yang berbakti ikhlas demi perbaikan karakter anak bangsa. Dalam lagu Umar Bakri tergambar bagaimana proses pembelajaran yang dilakukannya dihiasai dengan kesabaran karena anak-anaknya yang bengal. Inilah tantangan sesungguhnya yang dihadapi guru yaitu saat ia harus menghadapi anak-anak atau murid yang sangat beragam sifat dan karakternya. Tiada modal lain kecuali kesabaran dengan tetap berusaha memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya agar dapur tetap ngebul.

Seiring zaman reformasi, selain reformasi telah berdampak pada perubahan bidang politik. Reformasi juga memberi pengaruh pada bidang pendidikan sehingga suara-suara perbaikan nasib dunia pendidikan pun bermunculan. Tak kurang Novel Laskar Pelangi juga menyumbang upaya peningkatan aspek pendidikan dimana disana diceritakan nasib pendidikan di Balitong. Di zaman kepemimpinan SBY, paket kebijakan di bidang pendidikan cukup signifikan seperti peningkatan Tunjangan Guru adanya pendidikan gratis di tingkat pendidikan dasar 9 tahun, sertifikasi guru hingga peningkatan sejumlah program pendidikan yang lain.

Kini di zaman reformasi dan kepemimpinan SBY, dunia pendidikan masih mendapat perhatian serius hingga lahir peningkatan anggaran pendidikan hingga menembus angka 20% walau masih perlu dievaluasi kembali apa betul anggaran 20% itu sudah sesuai dengan amanat yang dikehendaki atau tidak. Namun secara umum pendidikan telah terangkat dan mendapat perhatian yang intensif dari pemerintah.

Kini guru Indonesia telah merasakan betapa pendapatan yang telah mereka dapatkan itu telah mencukupi kebutuhan hidupnya. Peningkatan kesejahteraan dalam dunia pendidikan ini menjadikan sebagain masyarakat berlomba untuk masuk dunia pendidikan karena tergiur gajidan tunjangannya. Kini wajah guru Indonesia tidak seperti apa yang digambarkan dalam sosok Umar Bakri dalam lagunya Iwan Fals. Mereka tidak lagi naik sepeda sebagaimana Umar Bakri.

Guru Indonesia kini tidak lagi naik sepeda butut sebab mereka telah naik motor bahkan Mobil. Jika lagu Umar Bakri adalah kritik buat pemerintah terhadap nasib guru yang pernah terabaikan, maka kini kritik itu itu telah di dengar dengan perubahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan walau masih ada kekurangan disana sini. Para guru harus berterima kasih pada pejuang pendidikan, karena jasa mereka nasib guru kini terangkat. Tapi para guru juga jangan lupa dengan sepeda butut Umar Bakri. Artinya meskipun perhatian terhadap guru dan pendidikan meningkat, janganlah lupa pada kejujuran dan bakti yang semestinya selalu ada pada sosok guru Indonesia.

Pertanyaan besar perlu diajukan, apakah peningkatan kesejahteraan guru berbanding lurus dengan perbaikan kualitas pendidikan? Jika yang terjadi para Guru malah santai dengan tugasnya maka tak ada gunanya mengganti sepeda Umar Bakri dengan motor ataupun mobil yang beraneka macam. Jika guru di kelas masih menggunakan metode konvensional, maka tunjangan itu tak ada artinya. Jika masih ada praktik ketidak jujuran dalam penyelenggaraan pendidikan, maka sebaiknya guru kembali mengenakan sepeda Umar Bakri.

Tanpa kita sadari lagu Umar Bakri telah melambungkan nama guru sebagai sosok penuh kekuatan yang tak ternilai harganya dengan semua tunjangan dan dana sertifikasi yang diberikan pemerintah kepadanya. Sepeda Umar Bakri tidak tergantikan oleh semua dana-dana dan program kesejahteraan yang diberikan pemerintah untuk guru.

Kita masih berharap pendidikan berjalan dengan logika yang benar seperti peningkatan kesejahteraan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan. Kenyataan yang ada masih diambang normal (untuk tidak mengatakan memprihatinkan). Meskipun demikian masih ada yang memiliki keinginan meningkatkan kualitas pendidikan. Akibat peningkatan kesekahteraan itu, serta merta geliat pendidikan meningkat yang terwujud dalam program-program pengembangan. Paket-paket pelatihan pun di set dalam upaya pengembangan itu. Dana-dana penelitian pun meningkat dan ini memotivasi guru untuk melakukan inovasi dan kreatifitas dalam pembelajaran. Bagi sekolah peningkatan itu terlihat pada perbaikan sarana gedung dan pemenuhan kebutuhan sekolah seperti alat-alat dan sara pembelajaran baik buku maupun teknologi atau alat-alat modern.

Jika semangat Umar Bakri itu masih ada pada guru-guru di era kesejahteraan ini, kita sangat yakin pendidikan akan gilang gemilang. Bukan guru yang memanfaatkan program-program peningkatan mutu pembelajaran hanya untuk memenuhi kepentingan sendiri. Guru kita masih ada yang belum menyadari tugas dan fungsinya secara benar. Tidak sedikit penampakan-penampakan baru yang mengaku sebagai Umar Bakri. Padahal ia tak mengenal siapa itu Umar Bakri.

Hari ini, sepeda butut Umar Bakri mungkin telah dimuseumkan tapi kita berharap ia tidak dimusnahkan. Harus ada selalu sepeda Umar Bakri sebab ia yang akan senantiasa mengingatkan kita tentang sejarah dan nasib guru Indonesia. Secara fisik mengganti atau Sepeda Butut dengan kendaraan yang lebih baik dan memadai itu baik tapi jangan lupa makna yang tertoreh pada sepeda Butut miliknya. Marilah bersama-sama merawat dan menjaga nilai sejarah sepeda butut Umar Bakri. Merawat sepeda Umar Bakri artinya membangun kesadaran pedagogik yaitu guru yang jujur dan berbakti dalam menjalankan tugas pembelajarannya. Ingat Sepeda Umar Bakri lebih mahal dari pada Kendaraan Mewah yang kita punya atau beli dengan Tunjangan Kesejahteraan yang diberikan Negara pada Guru-Guru Indonesia.

Kita masih yakin dan percaya bahwa Guru-guru Indonesia masih mau merawat Sepeda Butut Umar Bakri itu demi pendidikan terbaik Indonesia yaitu Guru yang jujur dan penuh bakti.


RUMI DAN INILAH YANG SESUNGUHNYA


RUMI DAN INILAH YANG SESUNGGUHNYA
Oleh: Arif Budiman[1]
Fihi Ma Fihi adalah buku yang disusun untuk menunjukkan mana yang sesungguhnya dari kehidupan ini. Judul aslinya bertajuk Fihi Ma Fihi yang kemudian diterjemahkan menjadi inilah apa yang sesungguhnya oleh A.J Arbery. Dalam bahasa Inggris diterjemakan menjadi “In It Is What In It”. Buku ini menjelaskan dengan sangat gamblang bagaimana jalan-jalan untuk memahami makna yang sesungguhnya hidup ini. Buku ini adalah karya Jalaludin Rumi Sufi terbesar dunia yang memiliki pengaruh sangat besar dalamdunia sastra dan pemikiran para sufi. Buku ini sesungguhnya merupan catatan yang ditulis oleh murid-murid Rumi saat mengikuti sesi pembelajaran di kelas.
Rumi adalah tokoh sufi yang hidup antara tahun . Awalnya ia adalah seorang pencari kebenaran dalam arti pencari kebenaran intelektual lewat buku-buku literasi ilmiah yang bertumpuk dan seorang pengajar dalam sebuah majelis-majelis ilmu. Dalam perjalanannnya menuju pencarain itu ia bertemu dengan seorang yang secara tiba-tiba masuk dalam ruang pembelajarannya dan membakar buku-buku Rumi yang dipakai dalam pembelajaran itu. Tentu saja Rumi sangat kaget dengan kelakuan yang dilakukan orang yang baru datang di majelisnya itu.
Inilah sesungguhnya peristiwa mahapenting dalam spiritualitas Rumi tentang bagaimana cara berpikirnya tentang kehidupan mengalami perubuhan. Kejadian itu adalah awal baginya untuk memaknai apa yang sesungguhnya. Bahwa apa yang ada dalam kehidupan ini sesungguhnya adalah pencarian dan upaya untuk menggapai cinta yang hakiki. Sosok laki-laki yang dating dalam majelis Rumi saat itu adalah Syamsudin Tabrizi yang telah mengantarkan rumi menjadi sufi besar sepanjang masa. Kedatangannya yang tiba-tiba telah menyentak alam berpikirnya bahwa tiada yang utama dan penting dalam pencarian hidup ini kecuali kedekatan pada Tuhan. Itulah makna pencarian yang sebenarnya dalam kehidupan. Sejak saat itu rumi mulai menekuni dunia sufi dalam persekutuan abadi dan pencarian hakiki pada Tuhan. Kesedihannya adalah ketika Tuhan jauh dari hidupnya.
Fihi Ma Fihi atau inilah apa yang sesungguhnya yang diterjemahkan oleh A.J Arbery memaparkan dengan sangat elegan tentang perlilaku kita dalam kehidupan. Apakah benar apa yang kita lakukan menuju pada gapaian yang abadi dan hakiki atau hanya mengikuti dorongan pandangan sesaat atau hawa nafsu semata. Atau kesombongan dan kebutaan intelektual dan melupakan hakekat yang sebenarnya dari perjalanan hidup kita yang sebenarnya. Fihi Ma Fihi adalah catatan yang dibuat oleh murid-murid Rumi saat mendengarkan kuliahnya di sesi pembelajaran yang sangat agung dan penuh kecintaan pada Tuhan. Beragam wacana dimunculkan berbagai puisi dalam banyak tema dicpta dalam kalimat-kalimat yang mengalir abakair gunung yang mengalirkan kesejukan,dimana suara gemericik menentramkan Jiwa, percik air yang mengenai muka kita membuat kita bercahaya dalam cahaya Tuhan akhir dari pencarian dan tujuan utama kedamaian.
Tidak tertulis dengan pasti kapan Rumi menuturkan kalimat-kalimat indahnya, sebab bukan itu fakta utama yang ingin dimunculkan dalam uraian uraiannya. Apalagi detik apa kalimatnya meluncur di tengah murid-muridnya yang sangat membanggainya. Ia menuurkan dengan kalimat langsung disusun atau dalam proses pemikiran panjang sebab kalimat-kalimatnya sudah terbangun dan tercipta lewat intusisi yang lama bahwa kehidupan adalah guru yang mengajarkan konseptualisasi dan menjadikan kata-katanya pun penuh makna lagi sulit dibantah sebab ia adalah kebenaran penenial, kebenaran yang dating dari Tuhan, itulah sebenar-benarnya kebenaran.
Tema Fihi Ma Fihi terdiri atas beberapa uraian yang kesemuanya adalah wacana pemikiran Rumi yang diajelaskan dalam bahasa-bahasa kehidupan dan persentuhannya dengan aspek-aspek kehidupan itu sendiri. Wacana-wacana itu adalah pengalaman yang dikuatkan oleh petuah teman sejatinya, Syamsuddin yang menguatkan gagagsan dan ide-idenya tentang Tuhan, manusia, kekuasaan dan moral. Ia banyak menggunakan bahasa-bahasa seperti angin, dahan pohon, ombak, kearifan raja dalam kepemimpinannya. Beliau juga banyak menyajikan ayat Quran dan juga hadits tentang kesejatian dan keutuhan agama dalam menjawab masalah kehidupan yang utama tersebut. Sungguh karya yang sangat inspiratif dan menggugah alam kesadaran kita tentang betapa apa yang ada disekitar kita belum tentu seperti apa yang kita lihat dan rasakan itu.
Tuhan adalah gagasan tertinggi dari semua pemikiran. Semua dibingkai dalam Konsep dan pemaknaan pada Tuhan. Tuhan adalah tujuan utama. Tujuan akhir dari semua pengembaraan Jiwa. PUncak kedamaian dan akhir dari semuacerita. Saat itu terjadi manusiatelah sampai pada Ultimate Goal (Tujuan Sempurna).
Fihi Ma Fihi terdiri dari beragam wacana pemikiran yang sangat menggugah dan menyentuh hingga dasar JIwa, misalnya. Tema yang sama dapat kita baca pada bab lain ketika Rumi dengan sangat baik mengungkapkan pengalaman spiritualnya. Banyak uraiannnya memunculkan Ide tentang Negara atau kerajaan atau dalam wacana itu disebut dengan istilah Amir. Rumi ingin menunjukkan dengan penuh kesadaran dan penyadaran bahwa mana yang lebih penting dari semua persoalan yang ada. Raja atau AMir yang sibuk dengan urusannya dibiarkan oleh Rumi, dengan tujuan untuk menyadarkan bahwa dalam urusan dunia, rakyat dan kekuasaan tidak lebih Indah dari urusan mendekatkan diri dan penyatuan diri dengan kebenaran lewat jalan-jalan Tuhan. Rumi hanya mau menemui sang Amir apabila sang Amir telah benar-benar m,enyelesaikan semua urusannya.
Masih tentang Amir, bagaimana Rumi dengan dengan Amir menjadi penasehat dalam hal spiritual. Bagaiman Rumi memadukan logika atau konsep kekuasaan Tuhan dnegan konsep kekuasaan Raja atau Amir. Saat sang raja demikian khwatir dengan dengan waktunya yang terreduksi oleh urusannya Rumi memberikan jawaban yang sangat menyejukkan. Sebab selama apa yang dilakukan Amir dalam rangka pelayanan pada Umat dan itu sepenuhnya dalam bingkai Tuhan maka itu termasuk Ibadah. Sungguh makna ini sangat mendalam dari semua makna kita saat memaknai kehidupan ini yang sangat sedrhana dan kadang terjebak pada Rutinitas yang menurut kita bukanb Ibadah, padahal Ibadah pada Tuhan sangat universal danmencakup semua wilayah.[2]
Perumpamaan Rumi tentang kebenaran yang sangat dikagumi dan sangat ditekankannya adalah perumpamaan lewat fenomena-fenomena alam seperti daun atau pepohonan. Kita dapat melihat bagaimana Rumi memandang kerendah hataian Rasulullah sebagai tauladan kebenaran dengan menggambarkannya seperti sebuah pohon yang tatkala batangnya menunduk maka batang-batang itu tertahan oleh adanya dahan-dahan itu. Itulah kerendah hatian yang sempurna yang ditunjukan oleh Rasulullah. Artinya Rasulullah adalah taudalan yang menjadi penyangga semua kebaikan yang ada di muka bumi. Subhanallah.[3]
Rumi, sesungguhnya adalah guru Cinta yang sebenarnya dari semua guru atau pujangga Cinta di sepanjang Zaman. Ia sangat elegan menerjemahkan makna Cinta. Terkhusus dalam hal ini adalah cinta pada seorang gadis yang dalam pandangannya adalah bukan terletak pada keindahan fisik namun lebih tinggi dari fisik yang Indah dan cantik itu adalah kecintaan pada apa yang ada dalam diri sebenar-benarnya yaitu kecantikan Jiwa. Rumi menempatkan cinta sejatinya pada Tuhan dan itulah tujuan yang jelas. Bukan orang barat yang tidak mengerti kemana Tujuan akhir dari filsafat yang dibangunnya. Bukan orang barat yang mengatakan bahwa semua tindakanya berasal dari dirinya dan kehendaknya. Tuhan diabaikan, Tuhan tidak punya tempat. Tapi bagi Rumi kalaupun Rumi menggunakan konsep barat tetang evolusi misalnya, gagasan evolusinya adalah gagasan evolusi yang lahir dari konsepnya tentang tujuan akhir yang jelas yaitu cinta pada Tuhan.[4]
Bagaimana juga pandangan Rumi tentang pembelajaran atau ilmu pengetahuan yang sesungguhnya. Tentu tidak lepas dari pengalaman pribadi Rumi sendiri tentang keberalihannya dari seorang penggila kajian-kajian ilmiah beralih menjadi ahli Sufi yang sangat kenamaan. Baginya kebenaran yang ada pada kajian-kajian ilmiah selama ini tidak mampu mengantarkannya pada capaian yang sesungguhnya dari gagasan kesejatian sebab kajian ilmiah dan ilmu-ilmu yang bertumpuk dalam buku-buku itu tidak mampu menggapi ketinggia yang tertinggi yaitu jiwa. Tapi justru kajiannya itulah yang telah mengantarkannya pada kedamaian dan ketenangan sempurna. Itu lebih utama baginya.[5]
Wacana-wacana Rumi sangat kental dengan penyampaian puisi-puisinya yang isoterik; sedikit saya ingin mengangkat satu Puisinya yang sangat menarik dan semuanya sebenarnya menarik. Ini tentang pusinya saat ia ingin mengapresiasi:
Sebagimana Pujangga berkata:
Kamu adalah transkripsi sejati
Dari arketipe Ilahi
Sebuah kaca tempat keindahan Matahari
Memancarkan SInar
Dari dalam dari luar
Kemana saja ia tergeletak
Menerima setiap hasrat
Dan berteriak, “ Inilah aku.”
Dua kekuatan yang tidak asing bagi Rumi dan wejangan spiritualnya adalah Musik dan Puisi. Dua media yang sangat efektif untuk mengungkapkan apa yang sesunggunya dan apa dia pahami tentang konsep kehidupan. Ini jalan Tumi jalan yanb Indah dan sangat Universal sebagaimana Musik dan Pusisi adalah bahasa Universal yang mampu menembus batas-batas peradaban dan juga kangkuhan zaman yang mungkin sangatjauh dari nilai-nilai humanis. Lewat Musik, pertemuan dan upayanya untuk dekat dengan Tuhan begitu terasa. Sangat transendetan dan penenial. Musik menyirep pendengarnya dalam rentak tari Sama yang “memabukkan” semata karena pertemuan dengan Tuhan demikian terasa dangat intim atau sangat dekat.
Puisinya adalah bahasa Jiwa yang murni yang mengalir dari mulutnya kalimat Indah tanpa persiapan tanpa konsep tapi mengalir bak air sejuk di Sungai di satu Gunung yang menentramkan Jiwa. Tentu karena pikiran dan Jiwanya telah terkonsep dalam satu pemahaman dan pemaknaannya yang dalam tentang Tuhan sehingga ia mengalir apa adanya. Tapia pa adanya yang sangat sempurna. Sempurna sebab ia adalah bahasa Tuhan. Puisinya adalah bahasa Tuhan, bahasa yang mengungkapkan keagungan Tuhan dalam dimensi yang Universal dan menembus sekat-sekat pemikiran yang berbeda.
Pada akhirnya Apa yang sesungguhnya ingin disampaikan Rumi pada kita adalah bagaimana kita memahami bahasa kehidupan dengan kalimat yang Indah sebab ia adalah bahasa Tuhan bahasa sempurna. Kalimat-kalimat dalam Fihi Ma Fihi adalah kumpulan kuliah yang Indah yang dicatat oleh murid-muridnya yang saying jika kuliah yang Indah itu tidak diabadaikan dalam sebuah catatan atau buku. Tujuan sejati dan utama dalam perjalanan hidup manusia. Wallu alam Bi Shawab
Bibliography
Amin, Miska Muhammad. Epistimology Islam, Jakarta: UI Press.
Gaarder, Jostein. Dunia Sophie. Bandung: Mizan Pustaka. 2006
Muthahari, Ayatullah Murtadha. Pengantar Epistimologi Islam. Jakarta: Shadra Press. 2010
Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Buku Daras Filsafat Islam: Orientasi ke Filsafat Islam Kontemporer. Jakarta: Shadra Press. 2010
Arbery, A. J . Inilah Apa Yang Sesungguhnya. Yogjakarta. Risalah Gusti. 2002
Nasution, Harun, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 2002
Schimel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 2002


[1] Mahasiswa S2 Islamic Philosophy, The IC Jakarta. Saat ini masih aktif mengajar di MAN 21 Jakarta. E-mail: tirta_pawitra@yahoo.co.id
[2] Hal 13
[3] Hal 141
[4] Hal 271
[5] Fihi Ma Fihi Hal 211

TASAWUF EKSISTENSIALIS

(Sebuah Tinjauan Tentang Transendentalitas Agama)

Oleh : Arif Budiman[1]

Di tengah kekeringan jiwa yang melanda diri manusia. Di tengah deraan hidup dengan beragam persoalan, saat itu dibutuhkan sebuah oase yang memancarkan air sejuk yang dapat menghilangkan dahaga. Tasawuf hadir sebagai satu tawaran spiritual yang menyejukkan sebagaimana air itu. Tasawuf (islamic mistiscisme) adalah pengembaraan spiritual yang lama diabaikan padahal ia kaya dengan jawaban-jawaban mendasar tentang jiwa manusia dan hal yang terkait denganya. Ada kerinduan yang membuncah dalam pencarian untuk menemukan hakikat beragama.

Kemunculan Tasawuf akhir-akhir ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama, praktik keagamaan yang tidak mampu mengantarkan pemahaman manusia pada esensi beragama. Praktik agama justru menghadirkan agama sebagai tatanan nilai yang mengerikan bahkan membunuh sisi-sisi mendasar manusia . Jiwa manusia yang dipenuhi rasa cinta dan terutama rasa ketuhanan (transendent) tercerabut dari akarnya. Agama yang universal dalam prakteknya menjadi sangat partikuar. Hal semacam ini semestinya terus dibahas secara intensif agar dapta melahirkan kesadaran beragama yang utuh. Agama hanya menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan dan kepentingan politik tertentu. Pada wilayah ini agama dikekang dan direduksi menjadi sangat parsial (partikular) dan hanya berpihak pada kelompok tertentu, walhasil orang ramai-ramai menjadi “budak” agama itu. Agama dibunuh dan dipreteli unsur-unsur fundamennya.

Faktor kedua adalah transendentalitas sebagai esensi berkeyakinan kepada Tuhan telah hilang dari kesemestiannya. Dunia pemikiran yang melampaui batas dan tanpa rasa bersalah sedikitpun menginjak-injak wilayah ketuhanan dengan dalih rasionalitas yang salah jalan. Alih-alih mengokohkan Tuhan sebagai penyebab pertama atau divine, origine dan ultimate, yang diatas segala-galanya. Berikut para pemikir anti tuhan yang ragu pada Tuhan dan menyerah pada pemahaman tentang ketiadaan Tuhan. Kenyataan ini menjadikan agama yang transenden atau nilai yang melampau dimensi (baca: Tuhan) menjadi area yang aneh, asing dan karenanya tidak perlu dipelajari. Inilah beberapa argumen kaum empirisisme yang mensyaratkan kebenaran itu haru bisa dibuktikan, nyata atau bisa dilihat. Sementara Tuhan diluar wilayah empiris sebagaimana yang jadi kriteria mereka. Immanuel Kant menyebut wilayah ini dengan Noumena dimana dalam wilayah ini, Kant pun tidak banyak mengkajinya dan cenderung mengabaikan wiayah ini. Meskipun demikian Kant masih punya keyakinan akandunia Noumena itu. Ilmu pengetahuan berkonspirasi menggerus agama dari peradaban. Sepertinya luka abad pertengahan masih sangat terasa sehingga para filosof beramai-ramai menolak konsepsi tentang Tuhan yang notabene ajaran Gereja. Tokoh pemikir dengan argumennya aktif menanggapi tema tentang Tuhan. Ada yang yang malu-malu ataupun yang secara nyata menolak ide tentang Tuhan. Tidak ada Tuhan. Agama sebagaimana yang kita lihat selama ini hanyalah sekumpulan doktrin yang berisi praktik keagamaan yang ritualis tanpa kesadaran transenden. Agama kemudian hanya bermakna rutinitas dan ritualitas. Doktrin kaku dan pada akhirnya agama tidak mampu menjadi rahmatan lil alamin. Inilah yang sesunguhnya terjadi dalam praktik keagamaan kita. Mengabaikan transendentalitas agama pada hakikatnya adalah meninggalkan yang hakiki. Yang hakiki itu tidak terukur atau tak tergambarkan (inefability), yaitu Tuhan.

Asumsi penulisan makalah ini bukan menolak rasionalisme sebagai tool yang kuat untuk mempersepsi realitas. Justru penuisan makalah ini ingin menunjukan bahwa tidak ada yang bertentangan dengan rasionalisme manusia tentang realitas termasuk Tuhan. Kesimpuan ketiadaan Tuhan atau penolakan kaum “rasionalis” tentang Tuhan, menurut penulis lebih disebabkan adanya kesalahan dalam membangun logika. Ada proses yang salah dalam kegiatan berpikir (baca: berpikir tentang Tuhan). Sehingga kesimpulan yang diambil juga salah. Jika kesimpulannya salah maka akan menghasikan ilmu yang salah.

Dunia spiritualitas kita hari ini dipenuhi dengan praktik materialisme yang menjarah dan menjajah jiwa. Agama diabaikan menjadi doktrin-doktrin yang tak mampu menjawab zaman dan menjadikan manusia malah berselisih karena agama. Di Jerman bagaimana orang ramai-ramai tidak percaya lagi pada dogma agama. Sebagaian besar remaja di Jerman enggan dengan ritualitas agamanya, ¼ dari pemuda Katholik memilih untuk tidak pergi ke gereja[2]. Jikapun ada yang ke gereja umumnya dilakukan atas dasar pertimbangan atau kepentingan politik semata. Sungguh ini realitas yang bukan hanya terjadi di Jerman tapi di hampir semua wilayah dibelahan dunia ini bahwa agama telah tergerus dari kehidupan dan yang terjadi adalah manusia yang tidak percaya lagi dengan niai agama. Akibatnya nilai dalam agama kehilangan makna. Sehingga orang merasa tidak perlu lagi percaya dengan agama. Fenomena pelarian dan atau pemberontakan pada nilai agama marak terjadi dimana-mana. Krisis moral krisis nilai, adalah nama-nama bencana yang memperlihatkan realitas ketidak percayaan pada agama itu.

Kelelahan Jiwa dalam pencarian ketenangan jiwa itu semestinya dihilangkan dengan kembali pada hakikat yang sebenarnya. Jiwa tidak akan menemukan ketenanganya sebelum ia menemukan muara dimana jiwa dapat berlabuh. Sekeras apapun dan sekuat apapun ia berargumen tentang ketiadaaan Tuhan, tidak akan mampu menggeser esensi Tuhan dalam jiwa, hati dan pikirannya, kecuali Ia yang telah dimatikan hatinya. Sang jiwa akan terus mencari hingga bertemu dengan yang hakiki bagi alam dan dunia. Ia adalah Tuhan. Pencarian yang akan terus dilakukan oleh manusia. Jiwa membutuhkan Radiyatam Mardiyah ( di tempat yang nyaman) dan kekal di dalamnya sebab disana terdapat mata air jernih yang dapat menghilangkan dahaganya. Air yang akan menyegarkan jiwanya menjadi jiwa yang tenang sebagaimana firman Tuhan. Ya Ayyunanafsul Mutmainnah, Irji’I Ilaa rabbiki Radiyatam Mardiyyah. Wadkhuli Fi Ibaadi wad Khulli jannati. Wahai jiwa yang tenang masuklah pada Tuhanmu. Al Fajr.

Tasawuf adalah disiplin yang dibangun dari pengalaman religious (religious experience), pengalaman religi (religious experience) dan atau pengalaman mistik (Mistical experience). Misalnya penyaksian (syu’di) yang dialami seorang salik adaah dasar argumentasi yang dibangun daam argumentasi tasawuf. Sebagai contoh ada seorang dari kalangan intelektual (baca: atheis) yang awalnya menolak konsepsi ketuhanan pada akhirnya kembali bertuhan. Keyakinan itu muncul saat ia mendapati bahwa benda-benda yang ada disekelilingnya itu tiba-tiba hilang dalam arti fisik. Ini menunjukkan adanya pengalaman mistik yang menjadikan seseorang yakin dan percaya.

Problem pengalaman mistik tidak dapat didefinisikan secara jelas sebab relasi dengan Tuhan bersifat Inefabity, tak tergambarkan. Tidak ada definisi yang pasti tentang pengalaman mistik. Definisi tentang hal ini sangat banyak sebanyak orang yang mengkajinya. Tapi secara umum diyakini bahwa pengalaman mistik itu menyangkut pengalaman yang sangat individual dan sangat sulit dilukiskan. Bahasa pun sesungguhnya tak tepat menggambarkan pengalaman mistik sebab bahasa adalah rekonstruksi atau artikulasi manusia yang terbatas pada ruang dan waktu, sementara objek yang dialaminya adalah inefabilitas, tak tergambarkan.

Di dalam Islam, mistisisme ini dikenal dengan konsep Tasawuf, Ibnu Araby menggunakan istilah Irfan. Adalah disiplin yang mengajarkan kesatuan yang eksistensial yaitu kesadaran pada keberadaan dirinya (kedudukannya) dengan Tuhan. Sehingga kesadaran paling utama dalam praktik taswawuf adalah kesadaran eksistensialis bahwa dirinya adalah mahluk yang memiliki ikatan relasional dengan Tuhan. Bahwa Tuhan adalah tanpa batas (ultimate) dan tak terdefinisikan (Infinity) adalah dimensi-dimensi dasar dalam tasawuf. Dengan kesadaran eksistensilis ini akan menjadikan manusia disiplin atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip eksistensialis yaitu adanya dirinya sendiri dengan Tuhan.

Pada azasnya apa yang dilakukan pelaku tasawuf adalah perilaku yang diselaraskan dengan hukum Tuhan. Cara berbicara dijaga, cara melihat ia jaga demikian hanya dengan cara bergaul. Seluruh aktifitasnya adalah aktifitas yang berdiri di atas kesadaran dirinya sebagai hamba Tuhan. Mahluk Tuhan. Yang tak memiliki kekiatan sebab pemilik kekuatan yang sebenatnya hanya Tuhan, yang menyebabkan dan Tujuan akhir dari semua laku tasawuf yang dijalaninya. Ada satu contoh laku tasawuf yang tetap menjaga zikirnya dalam segala kondisi termasuk saat berkendara atau menyetir. Ia tetap berzikir (menyebut nama Allah dan amal dzikir lain) saat dirinya dalam posisi masih menyetir.

Sebagian ada yang menuduh bahwa Tasawuf itu bertentangan dengan Islam atau praktek bidah. Tentu bukan tanpa dasar argumentasi. Tasawuf dibangun dari pengalaman spiritual praktek dalam bingkai ketuhanan. Penulis justru menilai bahwa Tasawuf adaah pundamen penting dalam konsep Islam sebab tasawuf mengajarkan bagimana laku-laku Jiwa. Dan Jiwa adalah bagian penting dalam penrjaanan spiritual. Keyakinan pada dunia mistisisme adalah keyakinan esensial seseorang beragama. Jadi bukan agama yang kering tanpa makna. Tapi agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, mendamaikan dan menyejukan.

Kata Eksistensialis sesungguhnya merujuk pada konsep Ilmu Huhuri )Knowlege of presennya Mulla Shadra. Yaitu suatu aliran pemikiran filsafat yang memahami realitas yang ada adalah satu wujud. Adapun wujud yang beragam di dunia ini adalah perwujudan atau manifestasi dari sang wujud. Dengan demikian eksistensialis dalam pandangan ini mendasari diri dan pemikirannya pada kesatuan wujud yang satu baik sang wujud yang ultimate atau maujud-maujud dari manifestasi Tuhan.

Tasawuf adalah disiplin spiritual yang mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hubungan dalam disiplin ini lebih bersifat relasi yang utuh dimana Tuhan dihadapkan sebagai kehadiran yang ada dan eksis mengontrol perilaku individu manusia. Dalam filsafatnya Mulla Shadra disebut dengan Ilmu Hudhuri (Knowledge of Present). Manusia merasa terawasi atau diawasi oeh Tuhan. Sehingga apapun yang diakukan adalah praktik dalam rangka zikir atau mengingat Tuhan. Ketika seseorang menjalani praktik tasawuf, maka saat itu terbangun satu kesadaran eksistensialis bahwa dirinya terhubung dengan Tuhan. Ia dan Tuhan adalah kesatuan dalam hubungan yang terikat. Itulah sebabnya pelaku tasawuf atau disebut Salik cenderung mengabaikan aspek-aspek material atau keduniawian. Tidak ada yang lebih mulia dan utama dari semua pencarian dan apa-apa yang dikejar manusia kecuali beribadah pada Tuhan dalam hati dan pemikirannya.

Tasawuf yang anti materi, adalah sejarah kelam yang menjadikan tasawuf ditinggalkan dunia modern. Orang modern menuduh Tasawuf sebagai biang kemunduran Islam. Tasawuf dianggap sebagai factor kemunduran telah menjadikan manusia malas bekerja dan tidak memiliki peran dalam proyek modernitas yang sedang sangat digencarkan saat itu. Payahnya sebagian umat Islam juga merespon modernitas sebagai pilihan tepat dan ikut ramai-ramai mengadili tasawuf sebagai yang bersalah. Belajar dari pengalaman itu, kesalahan yang sama tidak perlu terjadi sebab yang hakiki dari disiplin Tasawuf adalah kebangkitan pada hubungan relasional antara hamba dengan Tuhan. Saat manusia meyakini hubungan tertinggi dengan Tuhan itu sangat intim, maka hasilnya tentu dapat melahirkan manusia dengan spiritualitas yang dengan sendirinya akan memacu kesadaran nilai dan moral.

Ada beberapa rrgumentasi tentang tasawuf yang cukup rumit. Menjelaskannya sama sulitnya dengan menjelaskan objek tasawuf itu sendiri. Tasawuf atau Islamic Mistiscisme dibangun dari pengalaman spiritual yang berbeda-beda yang dilami oleh seorang mistikus, walau memiliki arah dan tujuan yang sama. Ada tiga kategori yang berbeda tentang mistissme ini yaitu pengalaman mistis, pengalaman spiritual dan pengalaman agama. Berbeda dalam peristilahan tapi memiliki signifikansi yang sama. Stace ketika berbicara tentang pengalaman spiritual mengajukan sebuah pengalaman spiritual dari seseorang yang demikian tranquil. Tuhan seoah hadir dalam siuan burung yang hadir sore itu. Wajah Tuhan seolah terlihat dan menyaksikannya saat mentari mendekati cakrawala.[3]

Pada akhirnya Tasawuf adalah konsep yang inspiratif dalam kehidupan spiritual yang menjadikan manusia sadar akan dirinya secara eksistensialis. Bahwa dunia spiritual itu sangat penting adalah dasar bahwa beragama dengan sepenuhnya sudah semestinya menjadi jalan bagi manusia untuk menemukan yang hakiki.



[1] Arif Budiman, Mahasiswa S2 Islamic Philosophy ICAS-PARAMADINA. Alamat Jl Sarang Bango Cilincing marunda Jakarta Utara. E-mail: tirta_pawitra@yahoo.cAo.id

[2] Lihat artikel tentang artikel fenomena maraknya Hegelianisme, dan Gnosisme

[3] Lihat Philosophy of Mistscisme

HISTORISITAS A-QURAN

HISTORISITAS AL-QURAN
(Membaca Modus Hermeneutika dalam Pemikiran Ahmad Wahib)[1][1]
Oleh: Arif Budiman[2][2]
Kesejarahann Al-Quran adalah upaya pemahaman pada Al-Quran berdasarkan kesadaran sejarah. Ahmad Waib dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib yang diterbitkan LP3ES[3][3] mengangkat kesadaran sejarah dalam kajian AL-Quran. Uraiannya tentang makna Al-Quran menggelitik penulis untuk mengaitkannya dengan tema hermeneutika. Sehingga menyebut Ahmad Wahib sebagai salah satu pemikir yang memiliki konsep hermeneutika sebagaimana Nashr Hamid Abu Zaid dan Farid Esack dan para pendahulunya, rasanya terlalu dini. Tapi bahwa pemikiran dan pembacaannnya terhadap Al-Quran memiliki kesamaan dalam prinsip hermeneutika sudah terlihat dalam setiap catatannya. Kajian ini memfokuskan pada pembahasan dan pemikiran Ahmad Wahid pada Al-Quran.
Biografi Ahmad Wahib
Ahmad Wahib adalah tokoh yang lahir pada tanggal 9 November 1942 di Sampang, Madura dengan kultur Islam tradisional yang masih sangat kuat. Ayahnya adalah tokoh yang berwawasan terbuka dan mendalami secara serius gagasan pemikiran Muhammad Abduh. Kuliah di Jogjakarta di Fakultas MIPA dan aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Keprihatinannya pada kondisi pemahaman Islam mulai tumbuh subur saat dirinya masih aktif tercatat sebagai mahasiswa. Ia adalah salah satu pemuda yang memiliki keterbukaan dan toleransi yang tinggi pada agama lain. Mungkin karena ia pernah tinggal di asrama Realino di Jogjakarta. Ia bahkan pernah mimpi bertemu dengan Bunda Theresa. Selesai studi di Jogja ia pergi merantau ke Jakarta dan mencoba peruntungannya menjadi wartawan Tempo dengan gaji yang sangat pas-pasan. Meskipun begitu Ahmad Wahib terus berusaha bertahan di Jakarta dengan tetap membangun idealismenya pada nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Ia adalah tipikal pemuda yang sangat bersahaja. Kontrakannya di Kebon Bawang Jakarta nampak sangat memprihatinkan bahkan ia pernah menyatakan buku-bukunya yang dimakan rayap.
Konsep Hermeneutika
Membaca pemikiran Ahmad Wahib dan Hermeneutika adalah narasi besar tentang bagaimana semestinya Al-Quran diperlakukan. Agar ajaran Islam membumi dan memberikan solusi terbaik bagi peradaban bukan sebaliknya. Hermeneutika berasal dari kata hermes. Pertama sebagai sebuah konsep penafsiran dilakukan oleh orang Kristen untuk menafsirkan Bibel. Dalam kaitannya dengan bangunan Hermeneutika. Tokoh-tokoh pemula seperti Schliermacher, Dilthey, telah meletakan dasar pemikiran Hermeneutika.
Dari semua pandangan Hermeneutika nampaknya kita mesti berhenti sejenak dan meminta salah satu para konseptor Hermeneutika melirik pemikiran Ahmad Wahib. Adakah konsep Ahmad Wahib memiliki prinsip-prinsip hermeneutika.? Tujuan penulisan ini juga tidak untuk menobatkan Ahmad Wahib sebagai tokoh yang memiliki pemikiran mendalam tentang hermeneutika. Tujuan tulisan ini lebih didasarkan pada pentingnya mengajukan alternative pemahaman yang konprehensif dalam mengkaji al-quran. Jangan sampai al-quran yang disalahkan sebagai biang kekersan atau terorisme yang melanda dunia. Tapi sudah semestinya maksud al-quran dapat dibaca dengan pemahaman yang benar. Tokoh seperti Gadamer mengungkapkan dengan gamblang betapa agama dan pemahaman kita pada teks akan terkait dengan nilai historikalitas dan proses dialektika.
Heidegger
Fikiran manusia sangat dipengaruhi Bejana lingkungannya. “Sipa saya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya” bagaimana ia hidup dan menjalani kehidupan. Ketika manusia menemui sesuatu dalam hidupnya. Missal seseorang menemui objek dengan cakrawala yang berbeda. Masing-masing punya Pra Asumsi yang dibentuk dari Historikalitas yang berbeda. Ini pondasi Heidegger.
Heideger melanjutkanya ke Fenomena bahasa. Bahasa ini bersumber dari sang ada. Dengan bahasa mansuia bisa belajar tentang realitas. Harus ada simbolisasi fisik untuk mendekati Tuhan. Menurut Heideger bahasa adalah Rumah Ada. Kata Kang Hadi disebut Loudspeaker of Being. Sehingga dalam hal ini pemahaman kita terhadapTuhan, dapat didekati dengan bahasa yang dipakai dalam suatu teks. Jika itu diberlakukan pada teks agama misal Al-Quran maka Tuhan dalam kaitannya apa yang dimaui sang Ada itu dpat dikethui lewat bahasa kitab.
Bahasa kita atau bahasa manusialah yang terbatas, sementara realitas tak terbatas. Menurut Heidegger kita selama ini terlalu diteorisasi. Ia menyarankan untuk mengabaikan teori-teori itu berdasarkan fenomena. Nature wujud memang mengada, jadi sudah ada dengan sendirinya. Ada itu kaya penyakit, karena dia tidak memperlihatkan sesuatu dengan gejala. Misalnya gejala tipes yang terbaca.
Heidegger bicara realitas manusia yang muncul secara histories dalam ruang dan waktu. Manusia tidak datang dari ruang facum (kosong). Manusia ada dalam konteks kelingkunganya. Setiap orang particular juga manifestasi. Karena manusia punya wawasan masing (baca Prasangka, maka memahami realitas). Sehingga sangat sulit untuk mencapai kepahaman.
Realitas adalah manifestasi yang tak terbatas. Bahasa juga manifestasi sang Wujud. Dalam bahasa yang terbatas terkandung makna yang tanpan batas. Contoh jika ilmu Allah dituliskan, maka 7 lautan tidak akan mampu atau tidak akan cukup untuk menuliskan ilmu Allah tersebut. Setiap teks adalah manifestsi sang Wujud. Kita yang terikat ruang dan waktu, tapi sang wujud itu tak terikat ruang dan waktu.
Biarkan yang ada bicara sendiri, Heidegger adalah catatan kaki Mulla Shadra, artinya tentu betapa hal ini sangat penting dalam pemikiran Mulla Shadra. Teks adalah Horizon sintesis antara teks dan horizaon ----disebut FUSION OF HORIZON. Realitas sangat banyak meyebabkannya tidak menggunakan Metode. Tujuannya sama tentu agar teks bisa bicara secara leluasa tentang dirinya. Artinya metode yang diguakan selama ini sama artinya telah menggunakan ukuran dan takaran yang sangat temporal, sementara manusia adalah horizon yang sangat luar. Ia ada dengan dirinya. Latar belakang pemikiran Gadamer antara lain
  1. Manusia temporal
  2. Bahasa itu merupakan manifestasi Ada
  3. Ekspresi dan makna yang tertangkap satu pemahaman individu, itu baru satu butir makna dari kekayaaan makna yang tersembunyi dalam ekspresi.
  4. Pemahaman manusia Bersifat Historis bukan Presuposisionals understanding
  5. Konsekuaensinya hermeneutika bersifat terbuka, produktif
  6. Understanding is co-eksistesial
Masih tentang Gadamer. Memahami menurut GADAMER bukan produksi atau reconstruksi, penganut Mazhab ini adalah mazhab rekonstruksi seperti dilthey, Schliemmacher dan Betti. Demikian halnya dengan mahzab Romantis. Kritik estetik, kesengan dianggap sebagai persepsi. Kata Gadamer saat aku meneliti realiata yang sangat kaya itu, kamu sendir telah sangat membatasi realitas itu sendiri. Biarkan Bumi menjadi Bumi arrinya biarkan fenomena yang ada bicara dengan dirinya sendiri. Tanpa kita mengintervensi apalagi merubah maknanya. Fusion of Horizon, peleburan Horizon kita hidup dalam tradisi. Kita dibentuk oleh tradisi dalam pemahaman. Saat berhadapan dengan teks, Ini adalah satu Horizon, tapi saat kita memahami buku.[4][4]
Dari uraian diatas dapat kami dirangkumkan beberapa pokok pemikiran hermeneutiki untuk dijadikan alat atau kacamata untuk meneropong Pemikiran Ahmad Wahib, antara lain:
1. Adanya Latar Belakang Hermeneutika
2. Adanya Upaya Penafsiran
3. Adanya Upaya Memahami
4. Adanya Upaya Rasional/Filosophis
5. Adanya Upaya Melawan Doktrin
6. Adanya Upaya Penggalian Makna
7. Adanya Keinginan yang Sama tentang Beragama yang Benar
Tokoh terakhir yang secara khusus menerapkan ilmu Hermeneutika ini dalam penafsiran Al-quran semisal Fazlur Rahman, Farid Esack dan Nashr Hamid Abu Zaid. Tersebut pertama justru merupakan guru dari Nurcholish Madjid yang merupakan teman dekat Ahmad Wahib saat aktif di HMI. Tokoh-tokoh tersebut memiliki konsentrasi yang sama yaitu tetang Islam dan pembaharuan. Meskipun Ahmad Wahib menilaib Nurcholish Madjid mengalami perubahan orientasi pemikiran[5][5]. Setidaknya melihat dua tokoh Wahid dan Nurcholish Madjid menarik sebab kedua tokoh ini sesungguhnya sama-sama memiliki pemikiran agama yang dalam. Namun karena faktor publikasi lah yang menjadikan Ahmad Wahib kurang dikenal di kancah pemikiran. Ditambah Nurcholish Madjid pernah menjabat ketua HMI saat di IAIN Jakarta selama dua kali masa kepengurusan.
Saya ingin melihat Ahmad Wahib dengan tujuh kacamata hermeneutika sebagaimana yang secara umum telah sama-sama kita baca:
A.    Latar Belakang Penafsiran Terhadap Al-Quran ( sebuah Tinjauan Umum)
Ahmad Wahib prihatin nasib umat Islam sebab Islam sebagai agama dengan penganut mayoritas di Indonesia tidak mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi bangsanya. Setidaknya ada beberapa hal yang baginya cukup meggelisahkan dari umat Islam Indonesia, antara lain:
Penafsiran yang salah artinya kondisi umat Islam yang salah dalam memahami agamanya. Ahmad Wahib membangun argumen yang cukup keras (baca: kontroversial). Di salah satu pernyataannya ia mengatakan Jika nabi Muhammad adalah seorang filusuf maka kata-katanya adalah abadi. Namun nabi Muhammad katanya hanyalah seorang kepala pemerintahan pada masanya, maka segala kebijakan dan perilakukanya hanya tepat pada zamannya. Disini Ahmad Wahib ingin mengatakan bahwa Al-Quran bukanlah teks yang langgeng dalam arti praktis (Fi Kulli Makan, Wakulli Zaman). Apa yang diceritakan dalam Al-Quran adalah cerita zaman atau masanya. Sehingga ketika menerapkan Al-Quran untuk zaman sekarang tidaklah relevan. Dalam Ulumul Quran, A.H. John mengutip satu kata yang cukup mendasar. Seandainya nabi Muhammad hidup pada masa kini, maka beliau sangat prihatin. Dalam kata-kata ini terkandung makna bahwa praktek agama umatnya tidak seperti apa yang dikehendakinya.
Inti Pemaknaan Ahmad Wahib Kesejarahan Al-Quran
Ahmad Wahib tidak membuat pembedaan yang tegas antara Sunah dan hadits. Tapi ia memiliki pemikiran yang cukup unik tentang Al-Quran. Pemikiran ini didasarkan pada keprihatianan penafsiran Ayat dalam Al-Quran yang terkadang hanya menjadi justifiksi bagi kekuasaan dan kepentingan. Al-quran diartikan secara leterlijk. Padahal saat ayat AL-Quran diartikan secara apa adanya akan menimbulan banyak persoalan. Contoh yang diajukannya adaalh Negara teokrasi oleh rasulullah dengan mendirikan negara teokrasi sebab situasi saat itu memang mengharukan untuk membentuk negara teokrasi itu, tapi tidak tepat jika hal itu diterapkan pada zaman ini. Tidak ada alasan mengapa ia membuat contoh negara teokrasi. Kemungkinan situasi saat itu adalah masa-masa rusuh pasca revolusi 1965.
Kesejarahan AL-Quran menurut Ahmad Wahib dibangun dari pemahaman akan prinsip-prinsip sejarah. Pertama, ia menekankan aspek Historical Setting. Ia termasuk yang meyakini bahwa ayat-ayat dalam Al-quran itu turun dalam situasi zamannya. Ahmad Wahib menyebutnya dengan istilah meruang dan mewaktu. Historical Setting adalah setting waktu atau zaman yang melingkupi suatu kejadian yang dalam hal ini dimaksud adalah ayatnya. Jadi al-quran harus dipahami dalam konteks historis yang melingkupinya atau situasi zaman masa itu.
Aspek kedua Ahmad Wahib tentang sejarah adalah proses ideation yang artinya mengambil ide-ide, makna dan prinsip-prinsip sejarah. Proses ini dalam pemikiran Nashr hamid Abu Zaid bahwa dalam teks itu mengandung Makna dan Maghza. Sehingga dalam proses penggalian makna seorang penafsir akan diajak pada zaman Rasulullah dimana teks itu ada dan dari sana ia akan mengambil makna. Dalam proses pengambilan makan ini, Ahmad Wahib mengajukan perlunya ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, politik dll sebab permasalahan yang dihadapi sudah sangat kompleks sehingga membutuhkan pendekatan yang multidisiplin.
Aspek ketiga, Ahmad Wahib menawarkan gagasan yang sangat fundamental (baca: cemerlang) Pertama dikenal dengan istilahh historical direction. Apakah ini sama dengan gagasan yang dibuat oleh Fazlurahman dengan konsep double movement, yang oleh Fazlurrahman dimaksud sebagai mengambil makna pada zaman dimana teks itu ada dan membawa makna itu pada masa kini. historical direction yang dimaksud Ahmad Wahib adalah bagaimana sejarah Rasulullah kita gunakan untuk menuntun dan menentukan sikap dan perbuatan pada masa kini.
Dengan cara ini, maka umat islam tidak perlu melakukan kesalahan dalam penerapan ajaran Islam yang benar sebab yang dilakukannya adalah sesuai dengan makna yang sebenarnya. Hari terpampang di depan mata bagaimana agama itu tampil sangat mengerikan. Ia ibarat monster yang siap membunuh siapapun yang menentangnya. Agama bukan lagi membawa kedamaian dan rahmatan lil alamiin.
Aspek keempat pemikiran Ahmad Wahid adalah Comunication with God, yang dalam konteks ini Ahmad Wahib dinilai sebagai pengikut ajaran Ahmadiyah garis Lahore yang meyakini masih ada wahyu setelah nabi Muhammad. Padahal dalam al-quran sangat jelas menyatakan bahwa nabi Muhammad adalah penutup para nabi. Terlepas dari perdebatan itu bahwa ada satu situasi saat manusia telah pada tahapan dimana tingkat intelektualitas itu sampai pada level yang sangat dimungkinkan baginya menggapai kebenaran yang hakiki sebagaimana nabi dan rasul juga manusia-manusia pilihan. Dalam konsep ini tentu kita hanya meyakini bahwa itu terjadi hanya pada manusia-manusia sempurna yang bias menjaga ahlak dan keilmuananya pun di luar manusia biasa. Ibnu Sina menyebutnya dengan tingkatan intelelek yang menjadikan tiadanya batas antara Tuhan dan manusia. (Isyarat Wa Tan Bihat[6][6])
Pemikiran Ahmad Wahib yang bekaitan dengan pemikian sejarah terlihat dalam beberapa argumentasinnya antara lain: Pertama, Quran sendiri ia pandang sebagai sejarah Muhamamad. Dan pandangan ini memberi dampak pada argumen yang otomatis sejalan dengan argumen pertama. Kedua Shalat olehnya dipandang sebagai kegiatan memahami dan mengkaji sejarah Muhamamad. Demikian halnya puasa ataupun haji ditempatkannya dalam konteks pemahaman terhadap sejarah nabi Muhammad. Ketiga, Al-Quran sebagai puisi Muhammad, yang itu artinya memberi julukan bahwa Rasulullah adalah Penyair. Nashr Hamid Abu Zaid punya analisa yang kuat.
Kesejarahan Al-Quran tentu dapat dibenarkan dalam beberapa aspek seperti rasulullah hidup dalam ruang dan waktu. Yaitu di Hijaz. Ini unsure utama sejarah, karenanya Al-Quran yang diturunkan pada waktu itu mengandung unsure sejarah. Tidak perlu juga merasa takut bahwa saat rasulullah hanya sebagai manusia sejarah bukan berarti mengkerdilkan rasulullah. Sebab sebagai manusia sejarah rasulullah telah meninggalkan makna-makna mendalam. Walaupun di aspek yang lain rasulullah juga melakukan tindakan yang hanya tepat untuk zamannya. Ia melakukan tindakan sesuai zamannya.
Mudah-mudahan bisa memberikan cabaran yang lebih baik jika dalam tulisan ini juga menyinggung pandangan Ayatullah Muhammad Baqir Shadr dalam bukunya “Paradigma dan Kecenderungan Sejarah dalam Al-quran” dengan mengatakan bahwa Al-Quran itu memiliki norma-norma sejarah. Bahasa Al-Quran adalah bahasa yang mengandung hukum-hukum sejarah seperti dorongan perkawinan, keberagaman. Dalam poin pentingnya Ayatullah Muhammad ingin mengatakan bahwa memahami kesejarahan termasuk dalam hal ini kesejarahan Al-Quran akan mengaktifkan daya pikir manusia dan tidak mudah pasrah dengan keadaan hanya karena keyakinan bahwa Tuhan sudah menggariskan di dalam Al-Quran. Sehingga dalam hal ini Al-Quran memiliki nilai aktif yang memotivasi manusia dengan nilai-nilai sejarah. Muhamad Bagir Shadr secara nyata menngunggulkan cara memahami Islam yang benar itu dengan penafsiran Maudu’i.
Ahmad Wahib menolak teokrasi karena basic demand pada masa nabi berbeda dengan basic demand pada masa kini. Muhammad Baqir Shadr kurang lebih juga memiliki pandangan yang sama dengan mengatakan bahwa Nabi menjelaskan teori-teori dalam Al-Quran dengan cara yang sesuai dengan lingkungan beliau di masa itu.
Nash Hamid Abu Zaid
Pemerhati dan juga pemikir aktif Hermeneutika ini rasanya paling produktif. Beberapa karyanya cukup menyisakan ruang diskusi dan perhatian umat Islam yang cukup besar. Bahkan ia hidup satu zaman dengan Ahmad Wahib. Nashr Hamid meinggal belakangan pada tahun 2011. Karenanya, menhadirkannya sebagai penyulut pemikiran hermeneutika ini, menjadi sangat relevan. Dalam hal ini kajian Nashr Hamid Abu Zaid tentang perbudakaan rasanya cukup relevan dijadikan pembanding bahwa perbudakan ada sebab masa itu memang sedang tumbuh kuat budaya itu. Tahapan yang dibuat Nashr Hamid misalnya. Pertama, Kedua, Ketiga dan Kempat. Terakhir, Dalalah atau kesimpulan bahwa perbudakan ditolak sebab tidak sesuai dengan zamannya. Zaman ini tidak tepat lagi melakukan perbudakan.[7][7]
Shalat adalah kegiatan mempelajari dan mengkaji sejarah Muhammad, pemikiran ini tidak ditemukan dalam pemikir Islam manapun. Dalam hal ini akan timbul satu penilaian bahwa Shalat menjadi hanya memiliki makna yang sempit. Shalat hanya berarti proses mempelajari, memahami dan mengkaji sejarah rasulullah. Penolakan padanya didasarkan pada makna yang luas tentang shalat. Kritik padanya adalah jika ia diartikan sebagai sekedar mengkaji sejarah Muhammad, apakah itu juga bisa dilakukan dengan seminar-seminar atau diskusi tentang Muhammad. Sejauh (dalam catatan hariannya) ini Wahib belum membangun konsep atau argumen yang kuat tentang Shalat yang dimaksudnya.
Ahmad Wahib juga memberikan contoh tentang relevansi fiqh. Baginya fiqh yang ada selama ini adalah fiqh Muhammad dan hanya sesuai dengan konteks dan zaman Muhammad. Karenanya dengan tuntutan waktu yang ada saat sekarang ini perlu adanya fiqh baru.[8][8] Fikih Muhammad adalah hasil sekulerisasi Transformatif terhadap ajaran Tuhan dalam situasi zaman Muhamamad pada abad ke-14 Masehi.
Kontroversi Tak terhindarkan
            Setelah meninggal, catatan harian Ahmad Wahib dibukuka Djohan Efendi. Saat itu ada dua naskah yang bersamaan waktunya dengan Naskah Soe Hok Gie, aktifis pergerakan tahun 1965-an. Unik sebenarnya sebenarnya kedua tokoh ini, oleh karena memiliki idealism yang sama tentang Negara. Soe Hk Gie lebih sangat konsern dengan gerakan politik dalam perpektif sosialisme yang kuat. Sebuah catatan juga bahwa pada masa itu rupanya pemikiran sosialisme sedang sangat digandrungi. Soekarno dalam kepemimpinan dan politik Indonesia sangat nyata terpengaruh akan idiologi ini. Sebut saja konsepnya tentang Nasakom.
Pelajaran menarik dari Wahib ini adalah betapa ia telah menyuguhkan ide tentang pentingnya sejarah. Ide yang sesunguhnya sangat original bahakan para pengkaji sejarah belum ada yang secara khusus dan berani menyebut kitab suci sebagai teks historis. Bahwa yang dilakukan manusia adalah aktifitas historis. Ini menunjukan demikian intens Ahmad Wahib memandang pentingnya sejarah. Tugas manusia berikutnya dalam konteks historis itulah yang penting seperti mengambil makan dan mengamalkannya. Saat itu terjadi adalah saat dimana manusia dapat mengamalkan ajaran yang benar sesuai denan tuntutan zamannya masing-masing yang berbeda. Sejarah adalah sumber inspirasi yang dikemas dalam tiga istilah penting yaitu historical setting, ideation, direction dan comunication with good. Pada dasarnya sejarah Muhamamd adalah sumber inspirasi yang mengarahkan dan menggerakkan umat Islam dalam segala aktifitasnya. Pada akhirnya manusia diposisikan sebagai pengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa sejarah itu dan dijadikan dasar dalam bertindak atau berperilaku. Dengan cara pandang yang sama apa yang dilakukannya (kita) pada dasarnya adalah tindakan yang terikat ruang dan waktu.





[1][1] Hasil Penelitian saat kuliah di jurusan Sejarah UNJ
[2][2] Arif Budiman, Mahasiswa S2 Ilmu Agama Islam ICAS-Paramadina. Alamat Kp Sarang Bango Marunda Cilincing Jakarta Utara telp. 02141872917. E-mail: tirta_pawitra@yahoo.co.id
[3][3] Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib, diterbitkan oleh LP3ES. Penerbitannya menimbulkan kontroversi.
[4][4] Ini adalah rangkuman hasil kuliah Hermeneutika, Dosen Hadi Kharisman
[5][5] Dulu Noercholish Madjid sangat benci dengan Amerika, setelah diundang untuk study banding, Noercholish berubah. Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad wahib. LP3ES. Jakarta.1996
[6][6] Tema ini juga disampaikan saat Diskusi Periphatetic Philosophy. Prof. Abdel Azis Abaci. Beliau mengatakan bahwa Jiwa yang makin sempurna akan mampu mengantarkan manusia pada Akal Pertama (The First Intellect).
[7][7] Lima tahap metode hermeneutika dalam kasus perbudakan ini diambil dalam Makalah Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid. Dalam “Diskusi SelasaSore” yang dipresentasikan oleh Tijani.
[8][8] Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib. Edisi Cetak Ulang yang diterbitkan atas Kerjasama dengan Freedom Institute. Jakarta:Pusataka LP3ES. 2003. Hal 58.

Cari Blog Ini