Senin, 31 Desember 2012

EKSISTENSI MENTAL



EKSISTENSI MENTAL
(Dari Ontology ke Epistimologi)
Oleh: Arif Budiman[1]

Sejauh ini belum ada klarifikasi memuaskan tentang relasi antara penjelasan wujud dalam kaitannya untuk menjelaskan eksistensi Tuhan. Di masa Suhrawardi, pembahasan ini menjadi sangat elitis dan terkesan hanya dimiliki atau dipunyai oleh kaum atau kelompok terpelajar saja[2]. Padahal Persoalan eksistensi atau keberadaan Tuhan adalah realitas tunggal yang melampaui dan mengatasi semua persoalan yang ada di dalam kehidupan manusia. Sehingga dalam hal ini sangat wajar jika pada akhirnya yang terjadi adalah muncul persoalan  ketuhanan sebab tiap bagian menyatakan sebagai entitas sendiri dan mengakui otoritasnya sebagai yang paling benar. Secara pribadi saya ingin membuat argumentasi ini agar tidak ada rantai yang terputus (Missing Link). Karenya penjelasan ontologis dan kesadaran pada aspek ontologism ini menjadi sangat penting, dan sesudah itu tetap ada baiknya dan menjelaskan epistimologis.
Tinjauan Sejarah
Perjalanan filsafat Islam atau filsafat memasuki dunia Islam adalah sebuah realitas yang tak terelakan saat filsafat datang yang dibawa oleh proses kebudayaan (sebuat saja helenisme). Saya kira pada masa inilah persentuhan budaya itu mulai terjadi. Sebagai suatu cara berpikir, tentu bukan sesuatu yang salah jika keberadaannya menarik untuk dipakai atau  digunakan. Suhrawardi yang Plato atau Hikmah Mutaaliya yang Plotinus.  Filsafat pada awalnya sangat concern dengan tema-tema yang sangat ontologism, seiring perkembangannya, filsafat menjauh dari tema ontologis.
Wajibul Wujud oleh barat disebut dengan being. Sehingga pembahasan tema ini sangat ontology. Kenapa ada wujud..? Pertanyaan ini sesungguhnya berangkat dari kenyataan pada pertanyaan akan ada yang sesungguhnya. Realitas. Sama pertanyaan para filosof pertama yang bertanya siapakah yang hakikat. Siapakah ada yang pertama. Sejak saat inilah pertanyaan tentang ada ontologis ini sangat penting.
Seluruh argumentasi ini berujung pada pembuktian akan eksistensi Tuhan. Wujud zihni adalah mata rantai yang terputus itu dan luput dalam kajian filsafat empirisisme sebab ketiadaan dan pengingkaran paa realitas mental.
Pertama dalam makalah ini saya ingin memberikan definisi umum tentang eksistensi mental. Eksistensi Mental adalah suatu hal yang universal, apakah konsep atau penghakiman, yang dibuat dalam pikiran, dan, seperti yang kita tahu, adalah eksistensi abstrak, namun, karena tidak memiliki eksistensi di dunia luar, melainkan ada di tempat lain, yaitu, di pikiran.
            Masalah eksistensi mental yang memiliki dua aspek. Di satu sisi, ia memiliki dimensi ontologis, karena merupakan semacam eksistensi yang telah melemah untuk sebagian besar dan kehilangan fitur dan efek dari eksistensi eksternal. Namun, pada gilirannya sendiri - dan tidak bertentangan dengan eksistensi eksternal - itu adalah eksistensi eksternal (sejak manusia dan jiwa dan pikiran memiliki seperti sebuah eksistensi), namun, ketika kontras dengan ada eksternal objektif, hal itu disebut jiwa eksistensi.
Di sisi lain, masalah ini merupakan salah satu epistemologis dan berhubungan dengan pembentukan pengetahuan dan kesadaran manusia dan hubungannya dengan dunia luar.
Masalah eksistensi mental dapat dilihat sebagai penghubung antara ontologi dan epistemologi, memperjelas hubungan antara manusia dan dunia. Isu korespondensi antara dunia luar dan pikiran ini diajukan dan dianalisis dalam bagian ini. Kebanyakan filsuf Muslim percaya bahwa apa yang terbentuk dalam pikiran adalah intisari atau hakekat daripada gambar, sehingga jika suatu hakekat mengacu pada ada eksternal dan, pada kenyataannya, termasuk kategori pengetahuan, itu akan menjadi sama dengan hakekat dari obyek eksternal yang telah ditransfer ke pikiran tanpa adanya tujuan dan efek eksternal
Mulla Sadra membuktikan bahwa perseptor, obyek mental yang dirasakan, dan pengetahuan, itu sendiri, adalah sama dan satu. Saat ia, dirinya sendiri, mengatakan, 'intelek, subjek, dan dipahami' 'pengetahuan, mengetahui, dan langsung dikenal (subjek)', atau dalam kesatuan dengan satu sama lain. Masalah ini dikenal sebagai 'kesatuan intelek, cerdas, dan dipahami'.
Ibn-Sina dan sekelompok filsuf Peripatetik tidak setuju dengan teori ini, karena, menurut mereka, tidak ada metode rasional dan demonstratif untuk membuktikan hal itu. Akhirnya, Mulla Sadra menemukannya mulai mempelajarinya, dan dalam perjalanan dari wahyu yang ia terima selama periode nya praktek asketis di pinggiran kota Qum (dalam 1.037 AH, ketika ia berusia 58 tahun), ia menemukan argumen terkait dan, mengikuti pendekatan filosofis serta membuktikan teorinya
Dalam rangka untuk memahami argumen Mulla Sadra dalam hal ini, yang pertama harus memahami arti dari 'kesatuan' (Ittihad). Jelas, persatuan dalam arti memiliki dua Existent yang berbeda, objek, konsep, atau quiddities menjadi satu tidak mungkin dan tidak masuk akal. Jelas, dua hal yang terpisah atau dua konsep bertentangan selalu dua hal dan tidak akan pernah menjadi satu. Ini adalah keberatan yang sama dari Ibn-Sina dan lain-lain menguat terhadap masalah ini, karena mereka menganggap bahwa persatuan antara cerdas dan dimengerti adalah dari jenis ini
            Dalam rangka untuk memahami argumen Mulla Sadra dalam hal ini, yang pertama harus  dipahami adalah kesatuan (Ittihad). Jelas, persatuan dalam arti memiliki dua Existent yang berbeda, objek, konsep, atau quiddities menjadi satu tidak mungkin dan tidak masuk akal. Jelas, dua hal yang terpisah atau dua konsep bertentangan selalu dua hal dan tidak akan pernah menjadi satu. Ini adalah keberatan yang sama dari Ibn-Sina dan lain-lain menguat terhadap masalah ini, karena mereka menganggap bahwa persatuan antara cerdas dan dimengerti adalah dari jenis ini
Mulla Sadra percaya bahwa persepsi rasa memiliki tahapan yang berbeda: Tahap Pertama: Tahap ini terdiri dari refleksi dari fakta-fakta eksternal oleh panca indera. Dia conceives tahap ini sebagai efek dan refleksi dari sebuah gambar pada fotografi negatif, dan mempertahankan bahwa itu terlalu sempurna dan rendah untuk disebut persepsi dan menghasilkan pengetahuan bagi manusia. Tahap ini terdiri dari serangkaian kode-seperti sinyal yang membuat gambar samar di otak (dan dalam kata-kata filsuf awal ', dalam arti umum).
          Tahap ini hanya setengah melalui persepsi, dan empiris, yang menyamakan refleksi pada indera dengan persepsi, sudah cukup untuk setengah dari apa yang sebenarnya terjadi, dan, dengan demikian, mereka tidak dapat menyangkal proses lengkap persepsi.
           Tahap Kedua: Pada tahap ini, giliran jiwa manusia untuk memperoleh pengetahuan dari gambar-gambar dan kode. Di sini, dua elemen penting yang diperlukan untuk persepsi akal: 'perhatian' dan 'kesadaran'. Perhatian adalah fenomena psikologis, dan tidak ada hubungannya dengan tubuh. Kecuali perhatian jiwa benar-benar terfokus pada fungsi panca indera, tidak ada sinyal yang dikirim oleh mereka dapat dianggap sebagai persepsi.
            Eksisensi eksternal tidak bisa masuk pikiran tanpa menurun ke tingkat eksistensi mental 
            Beberapa filsuf dan teolog Muslim berusaha untuk menanggapi keberatan ini melalui beralih ke justifikasi palsu, dan beberapa orang lain, karena tidak tahu jawabannya, benar-benar membantah isu keberadaan mental. Namun, untuk memecahkan masalah, Mulla Sadra dikemukakan salah satu karya filsafatnya yang juga dapat digunakan dalam memecahkan kerumitan lainnya filosofis terkait. Oleh karena itu, masalah eksistensi mental dapat dianggap sebagai salah satu inovasi sekolah Mulla Sadra pemikiran.
Saya ingin menggunakan penjelasan Mulla Sadra misalnya saat bicara antara mana yang lebih esensial atau mana yang realistas sesungguhnya. Mulla Shadra dalam pandangan Hikmah Al Mutaaliyah melihat bahwa realitas tidak saja dibatasi pada hal yang empiris atau yang rasional. Mulla Shadra melihat bahwa yang riil adalah bukan semata yang ada dalam elam ekternal yang bisa diukur sebagai pendekatan rasionalis dan empirisis. Bagi Mulla Shadra rang riil itu juga terdapat dalam wujud mental atau menta eksisten.  Berikutnya dalam pembahasannya, Mulla Shadra juga banyak menyajikan gagasan tentang eksistensi mental.
Gagasan mental eksisten ini pula yang mendasari epistimologi Mulla Shadra tentang bagaimana menjelaskan eksistensi tuhan dalam keontologiannya. Tiga bangunan atau pilar dalam konsep ini misalnya dikatakan: tentang persepsi, dan ittihadul aqil wa ma’qul.
Kenyataan atau preposisi lain yang mempertegas bahwa sang Wujud menjadi penjelas tertinggi akan adanya eksistensi Tuhan adalah saat eksistensi dan keberadaan manusia adalah keadaan yang terbatas semmentara Tuhan adalah keberadaan yang tanpa bata. Keberadaan manusia adalah keberadaan yang lahir atau merupakan iktibar dari kesistensi yang wajib atau Tuhan itu sendiri.  Mulla Shadra menggunakan Burhan Assiddqiin sebagai upaya untuk menjelaskan eksistensi itu dengan pendekatan yang sangat elegan.
Manusia dan segala makhluk adalah akibat dari Tuhan. Akibat dalam terminologi Sadra adalah wujud faqir. Maksud wujud faqir disini bahwa akibat secara eksistensi adalah faqir. tak ada wujud sama sekali di dalam dirinya sehingga akibat secara totalitas bergantung pada Tuhan. tak ada satu 'saat' pun dimana akibat berada pada posisi independen secara eksistensi. berdasarkan hal ini, maka setiap 'saat' segala entitas makhluk meminta wujud kepada Tuhan secara terus menerus. karena itu setiap 'saat' kita meminta eksistensi dan karena itu pula dari sisi Tuhan setiap 'saat' senantiasa memberikan eksistensi. Jadi, setiap saat eksistensi kita baru dan baru, dan karena setiap saat eksistensi kita baru dan baru maka pada hakekatnya segala akibat senantiasa dalam keadaan penciptaan yang baru. dalam irfan fenomena seperti ini disebut dengan 'tajaddud amtsal'. Hal ini senada dengan ayat Qur'an dalam surah arrahman; ayat 29 (apa2 yang ada dilangit dan dibumi senantiasa meminta kepada Allah swt) kemudian ayat ini dilanjutkan dengan (setiap 'saat' Dia mencipta).
Ontologi dan Epistimologi
Problem besar kefilsafatan adalah saat filsafat sebagai alat atau “tool” untuk memahami eksistensi Tuhan tak mampu memberikan jawaban memuaskan. Klaim kebenaran mencuat dengan ukuran yang dikodifikasikan oleh sekelompok ilmuwan yang menyebut dirinya kaum scientis dan mendasarkan pemikirannya pada bukti empiris sebagai ukurannya.
Padahal realitas keilmuan yang empirisis ini terbukti gagal dan kini mulai ditinggalkan sebab sejumlah fenomena memperlihatkan kegagalan itu. Capra misalnya banyak bicara soal ini. Muthada Mutahari juga sangat detail menggambarkan kehancuran atau borok-borok empirissme[3]. Dia malah menambahkan konsep ilmu pengetahuan melalui tanda.
Mulla Shadra dengan Hikmah Al Mutaaliyah atau Filsafat Transendent berusaha menjawab kebuntuan dan kemandegan Ilmu pengetahuan itu. Sebagai filosof terutama filosof muslim melihat bahwa Filsafat Mulla Shadra mampu menjawab mazhab filsafat sebelumnya baik mahzab Masyaiyah maupun Isyraqiyah.
Kenapa Epistimologi. Meski argument ontologi adalah sangat fundamental atau sangat mendasar dalam peradaban dan ilmu pengetahuan modern bukan berarti antara keduanya harus dipertentangkan. Menurut saya harus ada pengertian bahwa ontologi dan epistimologi adalah satu kesatuan. Padahal yang menjadi objek dari pembahasan epistimologi adalah epistimologi itu sendiri. [4]
Upaya epistimologi adalah usaha untuk mensistematisir atau membuat susunan yang lebih komprehensif tentang pemikiran tokoh dalam batas-batas yang lebih dapat dipahami. Kenyataannya seringkali sebiah pemikiran terlihat “ngacak”. Karenanya dengan Epistimologi ini akan membantu kita dalam memahami lewat alur pemikiran yang secara umum diakui dalam ilmu pengetahuan dan kaidah ilmu pengetahuan yang biasa dipakai.
Karenanya tidak perlu mempertentangkan keduanya. Saya ingin membuat sebuah penggambaran dengan analogi saya sendiri tentang epistimologi dan ontology. Jika aspek filsafat itu ada tiga yaitu Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi, maka saya ingin menganalogikannya sebagai suatu bangunan.
1.      Ontologi adalah sebuah bangunan
2.      Epistimologi Cara menjelaskan bagaimana bangunan itu
3.      Arti atau kegunaan Bangunan itu sendiri
Tidak perlu dipertentangkan diantara ketiganya. Saat kita telah melihat sebuah bangunan yang berikutnya terjadi adalah seringkali atau bias jadi penjelasan kita tentang bangunan pada orang lain tidak sama dengan apa yang kita lihat. Yang juga seringkali terjadi adalah apa yang kita jelaskan dari bangunan tidak sebagaimana mestinya, lalu apa yang terjadi seandainya cara kita salah menjelaskan eksistensi Tuhan.???

Kesimpulan
            Wujud Zihni adalah gagasan fundamental dan tak pernah selesai dibahas para flosof. Dalam dan khususnya filsafat Islam. Kajian Wujud menempati peringkat pertama sebab pemabahasan wujud sama saja membahsa sesuatu yang sangat fundamental dalam agama itu sendiri yaitu tentang Tuhan. Wujud dalam segala argumenatsinya berusaha mewujudkan argumentasi bertanggungjawab tentang Tuhan.
Referensi:

Marias, Julian. History of Philosophy. New York: Dover Publication, Inc. 1996
Yazdi, Muhammad Taqi Misbah. Philosophical Instructions: An Introduction to Contempory Islamic Philosophy. Birmingham University Brigham University. 1999
Muthahhari, Murtadha. Pengantar Epistimologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistimologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia.
Sains dan Peradaban Dalam Islam. Seyyed Hossein Nasr. Penerbit Pusataka. Bandung.1997.
El-Haady, Aminullah Dr. Ibnu Rusd Membela Tuhan: Filsafat Ketuhanan Ibnu Rusyd. Lpam (lembaga pengkajian agam dan masyarakat). 2003
Jurnal:
1.       Jurnal Mulla Shadra, Nomor 5 Volume II, No. 5, 2012
2.       Jurnal Mulla Shadra, Nomor 4, Volume I, 2012
3.        Kansz Philosophia: Jurnal For Philosophy & Mysticsme. Pengalaman Rasional Eksistensi Tuhan: Pengantar Ontoteologi. Fariz Pari. Volume 1 Number 1 tahun 2011.



[1] Arif Budiman, Mahasiswa S2 Filsafat Islam. ICAS-Paramadina. Disajikan dalam matakuliah Filsafat Hikmah Al Mutaaliayah.
[2] Thesis Mulya, S2 Filsafat Fakultas Ilmu Budaya UI. Tahun 2006
[3] Muthahhari, Murtadha. Pengantar Epistimologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistimologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia
[4] Kansz Philosophia: Jurnar for Philosophi and Mistiscisme. Agustus-November  Tahun 2011. Volume 1 Nomor 1. Hal 113

Sabtu, 29 Desember 2012

ANGSA PUTIHKU

ANGSA PUTIHKU
Oleh: Tirta Pawitra

Di pinggir sungai jernih, kala senja telah memastikan datangnya kegelapan yang kian nyata. Yang kutunggu belum tiba, sepasang angsa yang sedari pagi diumbar sepanjang sungai. Sepasang angsa yang sangat kusuka, aku sedang sangat menyukainya. Mereka seperti remaja yang belajar mengenali dirinya dan apa-apa yang berubah di dirinya saat amak-anak menuju dewasa. Seperti remaja yang sedang mencari jati diri. Apa karena itu mereka belum pulang hingga hari telah mendekati gelap...

Beberapa kali telusuri tepi sungai yang sepi. hanya berarapa terlihat orang dengan aktifitas rutinya, mandi di "Melik" (lubang air yang digali di koral-oral sungai". dari situ air sungai tentu lebih jernih dibanding aliran yang besar disampingnya. Saat itu sungaiku sangat asri. Tanpa melik pun, mandi akan terasa menyegarkan. Tidak sebagaimana sungaiku hari ini. sangat kotor dan berbusa.

 

Lama menungguinya, tak jua kulihat tanda-tanda kepulangannya. Angsaku belum pulang...!! Semburat cahaya merah saga di ujung barat kian tak terlihat. saat yang sama sebagaian orang telah selesai dengan aktifitas rutin mereka dan menuju pulang. Bersiap pergi ke masjid atau sang ibu yang menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Dari sebelah atas Mama mema memangil.. Zul...!! Pulang sudah Maghrib...!! Iya Bentar, Angsanya belum pulang...!

Kalo hilang yang sudah, tidak usah ditungguin. Ayo pulang....!!!
Iya Ma....!!



Saat azan maghrib berkumandang, sayup terengar suara mengerak dari arah belakang, Suara yang sudah sangat kukenali. Angsa Putihku..!!! Bergegas aku menuju ke sungai yang tepat ada di belakang rumah ini. Benar saja Angsa Putihku telah kembali....!!!! Mendadak aku kegirangan tapi ...!!! Raut bahagia berubah raut tanya. Tapi....! Mengapa ia sendiri. Dimana pasangannya. Biasanya mereka selalu bersama..!! Buru buru aku menggiringnya agar masuk ke kandangnya...!!




Koq cuma satu...!!?? Kata Mama. Jangan-jangan ada yang maling...!!! Spekulasi Mama seperti itu.
Iseng-iseng aku bertanya pada angsa yang kini telah ada di kandangnya.. Dimana temanmu- Dimana pasanganmu....!! Sambil mengerak keras ia mengibaskan sayap putihnya...!!

Seolah sedang mengabarkan nasib kawannya. tapi aku tak mampu mengartikan erakan dan gerak gelisahnya....!!

 Tadi sore, aku sudah mengambil keputusan unuk menerima hilangnya angsa itu. Alhamdulillah, ternyata tidak. Satu angsaku telah kembali. Yang satu lagi entah dimana...? Apa yang satu telah memilih pemilik atau tuan yang baru yang lebih bisa mensejahterakannya. Atau ia tersesat sebab minggu-minggu ini, kepakan sayapnya sudah mulai menguat. kemampuan terbangnya pun mampu menjangkau jarak yang cukup jauh hingga kiloan meter.

Jika tidak malam ini, kuharap esok hari angsaku kembali dan menemui teman sejatinya, teman sejak pertama. Sejak kecil sejak bapak membelikannya untukku..!!


 
Seharian aku menunggu. sedari pagi aku mencari. bahkan hingga tikungan sungai, yang kian hari makin memakan dinding sungai bahkan makin mendekati rumah Mbok Inah, dekat Masjid. Disana dan sejauh mata memandang tak kulihat ANgsa Putih yang satu lagi. Berari dua hari ini ia belum kembali. Pasangannya sengaja tak dikeluarkan dari kandang, selama itu pula beberapa kali ia mengerak ingin keluar.....!!!

Apa betul ada sesuatu yang ingin ditunjukkannya. Apa betul ia akan memberi tahu kawannya...!! Kata Mama biarkan di kandang, nnti malah ilang dua-duanya. Pesennya.

Dzuhur berlalu, ia belum juga datang. Gelisahku makin tak karuan. Ada apa gerangan. Benarkah ia telah dimaling orang, sebagaimana spekulasi Mama tempo hari. Atau ia sedang terluka, dan tak bisa pulang. itu yang sedang kupikirkan. Belum tahu jika spekulasi terakhir mendekati kebenaran..

Tak lama setelah itu kupikirkan, suara mengerak terdengar tak terlalu kuanggap sebagai erakan angsa yang pertama sebab erakan itu bersautan dengan angsa yang ada dalam kandang. Haahhh...! itu dia pulang...! segera langkahku bergegas kesana, pinggir sungai, saat aku kembali terkejut sebab ada sesuat yang berbeda. Sendirian angsa itu ia, tapi kini yang kulihat kakinya terluka. ia berjalan dengan menarik kakinya dan berjinjit seperti anak kecil sedang bermain Sulamanda.

Bergegas pula aku menyambanginya, mengangkat tubuhnya dan membawanya ke kandang....! Saat kedua angsa bertemu, suara erakan keras tak terelakan. Seperti sebuah pertemuan besar yang menjadikannya sangat bahagia. Kusodorkan makanan sebab oa tentu sangat lapar apalgi dengan kondisinya yang terluka itu...!!

Sesaat kutarik dan kulihat bagian kakinya yang terlihat memar. tak ada luka atau berdarah tapi memar hitam dan bengkak cukup menunjukan ada benda keras yang mengenai persendiannya...!!

Masya Allah.. Tega sekali orang yang telah melukainya...

Cari Blog Ini