Sabtu, 28 April 2012

LAGU ANTI MORAL



SENANDUNG ANTI MORAL:
Oleh: Arif Budiman

Lagu berjudul “Hamil Tiga Bulan” yang dibawakan oleh Tuty Wibowo, hampir tiap saat kita dengar di ruang dengar kita. Tanpa sadar kita telah disajikan satu pembelajaran yang masuk dalam ruang pikir anak kita.  Setiap hari mendengar lagu itu sangat asyik dengan beat dangdut yang syahdu mendayu. Tak ada sedikitpun pesan pendidikan disana. Yang terjadi justru kampanye kebebasan seks. Ada penanaman nilai negatif dalam diri anak bahwa hubungan pra nikah adalah hal yang biasa.
Ada juga lagu berjudul “Cinta Satu Malam” yang dinyanyikan Miranda, isinya memang sangat umum dan berusaha menghindar dari penilaian negatif, namun sesungguhnya ada pesan anti moral didalamnya. Ada pesan atau nuansa tentang pembiaran tanpa batas sebab tafsir lagu itu menurut penulis lebih menjurus pada hubungan bebas yang dilakukan oleh orang-orang yang belum atau tidak sah. Bisa dengan PSK, atau bukan pasangan sahnya.
Tak berbeda dengan nasib lagu daerah. Atau dalam hal ini lagu Jwa yang diharapkan mampu membangun sisi nilai tradisional pun ikut tercebur dan menceburkan diri dalam arus komersialisasi yang sangat fisikal, seperti “Tragedi Tali Kutang” –nya Cak Dikin yang dimaksudnya mungkin meninggalkan kesan lucu tapi sesunggunya sangat tidak memahami bangunan Moral yang kita.
Tak kalah, Lagu Rock yang kita bisa dengar pun tak terelak dari pesan-pesan yang mencederai rasa moral kita. Judul lagu “Rumah Kosong Tujuh” dengan sangat jelas meninggalkan pesan bahwa hubijgan seksual bebas sebagai satu hal yang boleh saat orang tua tidak ada di rumah.. Maka pasangan kekasih boleh berbuat apa saja. Lagu Boomerang berjudul Isi “Dalam Rok-Mu” meninggalkan pesan yang sama. Sudah sebegitukah nilai di masyarakat kita? Di Amerika hal semacam ini memang dibebaskan atau dianggap bisa. Lihat saja dalam flm-film karya mereka yang nyata-nyata membawa pesan anti moralitas.
Dalam fenomena ini, tidak ada tanggung jawab untuk sama-sama menjaga nilai moralitas. Di saat terpaan moral yang mengkhawatirkan itu menggempur kita, di saat yang sama kita bangsa Ini justru malah menyumbang kesrusakan moral ini. Alasan Komersial dimenangkan sebagai dalil bertahan dalam kehidupan yang berat. Kenyataan ini makin menguatkan betapa moralitas yang didamba seperti “api jauh dari panggang”. Betapa perjuangan moral akan smakin berat. Betapa akan semakin marak kerusakan moralitas yang akan berdampak pada kerusakan di aspek yang lain.
Kontruksi sosial kita telah termakan pemikiran bahwa tidak zamannya lagi lagu Balada yang menyenandungkan kisah kehidupan sebagaimana yang ditulis atau dinyanyikan Ebiet G Ade atau Iwan Fals tentang kondisi negara. Kontruksi sosial hari ini lebih memilih tayangan lagu bisa memenuhi aspek market yang tujuannya untuk memenuhi kesenangan sesaat. Terlebih dengan murah meriahnya harga Cd bajakan yang dijual di pinggir-pinggir jalan. Lagu-lagu Koplo terjual bebas di Masyarakat kita, lagu-lagu itu tidak memperhatikan atau tidak mempedulikan isi atau kandunagn dalam lagu. Sebaliknya yang ditampilakan adalah gaya penyangyi atau goyangan sang penyangyi lebih digemari seorang aki-aki di pinggir toko yang asyik memilih lagu-lagu Koplo. Lagu relijius hanya digemari saat Bulan Ramadhan, hanya untuk memenuhi haus akan nilai spiritual yang sifatnya sangat sementara. 
Tidak ada pesan moral dalam lagu-lagu yang sebagaian saya sebutkan diatas. Lagu Rhoma yang dibangun diatas kesadaran Ketuhanan pun berubah menjadi lagu komersiil yang hanya bernilai sekedar goyangan sanga penyanyiyang nyaris telanjang di panggung-panggung hiburan. Lihat saja cd-cd yang dijual murah di pinggir-pinggir jalan. Masih banyak lagu atau karya serupa bahkan lebih memprihatinakan ketimbang lagu-lag utersebut.
Dalam hal ini kita tidak perlu menyalahkan siapapun kecuali kesalahan itu harus diarahkan pada diri sendiri. Kedua adalah sistem dan serbuan pemikiran yang sangat kuat di negeri ini. Ekspansi Budaya barat sangat besar berpengarudh di negeri ini. Di tngkat bawah inilah yang terjadi lagu-lagu Koplo di kalangan modernis kota betapa Ngedugem telah menjadi tradisi dan bagi yang jika tidak melakukany akan dinilai ketinggalan zaman.
Ini memang pekerjaan berat, melawan sistem kuat yang membabi buta. Kehidupan negara pun tak beranjak baik, tak pernah sadar bahwa perlawanan sesungguhnya adalah pada kelompok anti moral yang kenyataannya menggerus nilai luhur budaya sendiri. Betapa banyak anak-anak kita yang telah hamil di luar Nikah belum lagi kasus pengaborsian yang melanda anak bangsa ini. Di Cilacap ditemukan puluhan janin bayi dalam satu seotitank. In ibencana moralitas yang sangat luar bisa.
Adakah kaitanya dengan lagu-lagu ini dengan realitas kerusakan moral yang ada disekitar kita. Tentu saja ada sebab entitas sosial kita jalin berkelindan dan lagu itu setidaknya menggambarkan kontruksi sosial itu. Memang banyak faktor penyebab kerusakan moral tapi lagu atau kesenian meiliki peran startegis selain sebagai hiburan, lagu juga merupakan penyampai pesan yang sangat efektif jika lagu tidak puny tanggung jawqab pembangunan Moral maka akan sangat sulit upaya pembangunan Moralitas yang kita damba. Akan seperti apa sesungguhnya kontruksi moralitas kita.
Ini adalah kegelisahan kita (untuk tidak sekedar mengatakan ini hanya saya yang mengalami). Ini pekerjaan kita yaitu bagaimana membenahi moralitas yang memprihatinkan.  Lagu-lagu atau karya kita seemstinya diarahkan untuk hal yang positif, yaitu karya yang memicu penguatan moralitas, spiritualitas dan intelektualitas. 
Lagu ini sesungguhnya adalah proses pendidikan anti moral, yang sengaja disebarkan. Sudah saatnya kita kembali pada nilai Luhur kita. Saatnya kita memilih lagu yang lebih bersahabat dengan Jiwa sehat kita. Lagu yang menggugah dan menjunjung Nilai kita. Lagu yang menyenandungkan keindahan Alam, Tuhan dan Nilai kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini