Selasa, 03 Juli 2012

BELAJAR MAKNA AGAMA DARI TERORISME


BELAJAR MAKNA AGAMA
DARI TERORISME 
Oleh: Arif Budiman*

      Untuk yang kesekian kalinya kita menyaksikan aksi pengeboman, lagi-lagi kita merasa terpuruk. Berita-berita di TV, Koran hari-hari itu menggelitik telinga sekaligus menambah tebal dan kebal telinga kita. Sepertinya setiap ada bom meledak di negeri ini, tidak ada lagi rasa kaget di diri kita. Rangkaian bom yang meledak dari Bom natal , BEJ, JW Mariot sampai Bom Palu telah memenuhi daftar panjang aksi terorisme Indonesia. Korbannya lagi-lagi orang-orang tak berdosa. Orang-orang yang sedang bergiat dalam aktifitas keseharian harus menanggung kerasnya idialisme yang hampir tak pernah menemukan bentuk. Tentu kita berharap daftar pengeboman itu tidak lagi bertambah panjang. Belakangan pengeboman itu kian menampakan titiknya yang terang. Mereka membunuh atas nama Tuhan. Satu pertanyaan perlu kita ajukan atas pembunuhan manusia terhadap manusia lainnya. Apa benar Tuhan telah mengutus manusia dan bukan lagi malaikat untuk urusan nyawa manusia?
      Bom-bom itu secara tidak langsung hendak mengajak kita untuk memahami apa itu sebenarnya makna beragama. Makna beragama yang tidak sengaja dibangkitkan dari tidurnya yang panjang dan telah banyak melahirkan mimpi-mimpi indah tentang akan lahirnya sebuah peradaban. Peradaban yang didambakan dari romantisme yang sungguh telah melalaikan.
       Bom hari-hari itu sekali lagi hendak menegaskan tentang makna agama yang kita yakini itu:mendamaikan atau menghancurkan???. Saat itu juga kita sedang diminta untuk semakin mengukuhkan sikap. Nurani kita tidak bisa menerima ketika symbol agama bermesraan dengan terorisme. Kita jelas-jelas tidak bisa menerima ketika aksi bom dilakukan untuk dan atas nama agama. Ledakan-ledakan bom itu benar-benar harus sudah mengukuhkan sikap kita. Semakin besar ledakannya, semakin besar sikap kita untuk menolak makna agama yang disuarakan dari ledakan yang telah menistaan nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi misi utama dalam agama yang begitu diagungkan.
    Tuhan ada dibalik semua aksi bom? Tuhan merestui aksi pengeboman? Tidak!!! sejatinya Tuhan sedang disandra untuk menjelaskan kebenaran atas aksi yang mereka lakukan. Tuhan hari itu sedang dipaksa. Kalimat Tuhan disuarakan, maka lahirlah keberanian. Keberanian karena tindakannya mendapat restu dan ijin Tuhan.  Begitu kurang lebih argumentasi yang jadi patokan atas aksi yang mereka lakukan.    
      Sungguh tirai klaim kebenaran telah menutup rapat-rapat hati dan pikiran sebahagian manusia. Mereka mengklaim dirinya sebagai pembawa kebenaran. Dan diluar dirinya adalah kemungkaran. Terlebih lagi jika klaim benar itu ditaruh dibawah panji-panji Tuhan.
      Menutup pintu rapat-rapat dari adanya pengaruh  luar (idiologi luar) menjadi suatu keharusan. Katanya agar kebenaran itu tetap bertahan. Katanya  lagi agar keyakinan tidak dicemarkan.  Keyakinan atau agama, secara nyata memaksa kita untuk kembali masuk dalam agenda kajian pemikiran. Agama tidak pernah mengajarkan kekerasan dan sikap menghancurkan. Tentang hal ini semua kita tahu. Dan telah banyak kalangan memperkuat aksioma itu. Namun tetap saja terorisme tidak berhenti melancarkan aksinya. Bahkan semakin berani dan wajah serta symbol Tuhan semakin nayata mereka perlihatkan.
       Dimana sebenarnya makna beragama itu? Ia telah lama hilang. Ia telah sengaja dikaburkan menjadi wajah-wajah yang sangat mengerikan. Agama pembawa misi perdamaian sebagaimana dibawa para nabi telah berputar haluan menjadi doktrin yang menghancurkan. Bukankah fenomena terorisme harus melakukan pendefinisian kembali tentang pemaknaan mereka terhadap agama. Itupun kalau pintu penyadaran itu  mau dibuka. Sayangnya pintu kesadaran beragama itu telah ditutup atau barangkali mereka tidak memerlukan pintu untuk “rumah pemahaman” yang telah lama mereka bangun. Yang ada adalah rumah pemahaman tanpa pintu. Alih-alih renovasi. Berharap pada mereka ada kesadaran tentu tidak  berlebihan. Kita masih punya harapan untuk membangun penyadaran walau itu butuh waktu lagi panjang.
       Selama kita masih diberi hak untuk berpikir dan berbuat atas apa yang ada pada kita. Selama Tuhan masih memberi pilihan pada kita. Tuhan juga masih memberi kemampuan memilah, maka yakinlah bahwa kita masih bisa membedakan mana fenomena kebenaran dan mana fenomena kezaliman. Maka jangan pula merasa takut untuk menyuarakan kebenaran yang yang dibangun atas dasar nilai kemanusian sejati dan penyadaran diri dalam mengurai makna kehidupan. Terutama penyadaran untuk saat ini. Penyadaran tentang makna hidup yang diajarkan oleh mereka yang berbuat atas nama agama dan Tuhan sebagai dasar perjuangan. Kita sedang disadarkan untuk menemukan makna sejati hidup kita. Kita sedang mendapat penjelasan paling fundamental tentang apa sebetulnya arti beragama. Selamat menikmati makna beragama.[]
________________
Arif Budiman, saat ini aktif di lembaga CENTER (Community of Educator for Nation Character Building ) = Komunitas Pendidik untuk Pembentukan Karakter Bangsa.  Alamat Jl. Daksinapati Raya No. 1 Rawamangun Jakarta Timur Tlp. (021)4702586 Hp. 08176661322 E-mail: tirta_pawitra@yahoo.co.id Ditulis Jakarta  2006.







TTTD


Arif Budiman
__________________________________________________
_______________________________


Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini