Rabu, 02 Mei 2012

SENANDUNG KUPU-KUPU


SENANDUNG KUPU-KUPU
Oleh: Arif Budiman[1]
Malam ini perjalanan naik bis, kurasa lancar. Angin dan kerlip lampu Tol Jakarta -Cikampek penuh asa. Ada harapan dan doa disana. Aku akan menemuinya. Aku tahu ia tak bisa menolak keinginan orang tua. Dua hari lalu SMS datang darinya, menanyakan kepastian datang ke Malang. Aku tak sanggup berkata-kata, Aku hanya tahu  bahwa aku harus menemuimu disana.
Lama aku tidak menemui-Mu. Padahal momen indah yang hendak kau saksikan. Engkau Ingin aku menyanyikan Senandung Kupu-Kupu. Akhirnya engkau mau menceritakan keinginanmu Padaku. Senandung Kupu-kupu yang aku sudah bisa mengira engkau akan memintaku menyanyikannya. Di hari Ulang Tahunmu, Engkau memintaku menyayikannya. Engkau Punya Harapan. Jangan khawatirkan, Aku masih mau mendengar dan menyanyikannya. Meski Bukan Saat Ini.
Aku sedang menuruni lembah Timur. Tempat yang pernah memberiku Ketenangan. Sebentar aku datang. dan Mendengar Ceritamu. Aku masih ada pekerjaan yang harus kubereskan. Jadwal kuliah yang kini sangat padat. Bukan berarti aku lebih mengutamakan kuliahku. Ini semua untuk kepentingan kita. Aku ingin mnyelesaiian studi ini dan segera menemuimu sebab itu adalah bekalku. Aku ingin mengajar di Malang. Berguru pada  rorang-orang luar biaa yang kaya akan pengalaman hidup dan nasihat-nasehat berjiwa.
Aku pernah bilang untuk tidak berucap janji. Aku berusaha untuk tidak mengucapkan kata yang akan menjadi janji itu. Aku memang sedang sangat membenci kata ini. Mengucapkannya telah membuatmu bahagia. Mewujudkannya seharusnya tak membuatku tersiksa. Maafkan. Aku hanya ingin membuatmu Bahagia. Seuntai harapan menjadikanku mengucapkannyai. Dan kau sudah sangat tahu aku akan sulit menepatinya. Tapi aku bisa.
Sudah lama kusiapkan “Senandung Kupu-Kupu”. Aku ingin menyanyikannya Untukmu. Syairnya tersimpan dalam jiwa. Aku akan segera menyanyikannya. Kuharap engkau menerima. Senandung lama yang sesungguhnya engkau sangat sukai. Tak sedikitpun orang bisa menghentikanmu untuk tidak mencintai Senandung ini, Senandung Kupu-kupu.
SMS darimu. Memastikan janjiku menjadi nyata dan bukan semata kata-kata. Aku sedang di Bis menuju tempatmua, Malang Selatan yang menunjukiku adanya harapan baru Jiwa. Aku menyukainya sejak pertama engkau mengajakku kesana.  Engkau sepertinya sangat mengharapkan ku untuk menyanyikan lagu itu. Harapanmu sangat besar. Walau sesungguhnya aku hampir tak sanggup menyanyikan lagu ini. Aku memang telah menciptakannya untukmu. Senandung Kupu-Kupu, lagu tentang Jiwa Yang Mencinta dan penuh harapan pada Cinta. Aku nyaris tak bisa menyayikannya. Beberapa kali kubuat tangga Nada. Beberapa kali kubuat bait-baitnya. Aku nyaris tak bisa menyanyikannya.
Aku yakin akan bisa menyanyikan lagu itu untukmu. Aku juga yakin dan membuatmu bahagia. Sesaat lagi aku akan sampai dan menemuimu. Kan kudapati wajah lama yang kudamba. Mendapati senyum lama kudamba. Iya aku pasti akan membuatmu bahagia.
Saat dalam Bis ini aku seperti sedang berusaha menyanyikan lagumu. Senandung Kupu-Kupu. Lagu yang tak pernah orang menyanyikannya. Sebab itu adalah lagumu. Kilatan-kilatan cahaya sepanjang jalan menerpa ruang dalam bis yang melaju kencang.
Sesampai disana, tepat pukul 09.00 pagi Bus berhenti di terminal Arjosari Malang. Kutahu terminal masih jauh dari Gondang Legi. Ku SmS bahwa aku telah sampai dan cepat engkau memberi jawaban bahwa sebentar akan dijemput. Di parkir Timur kau memintaku menunggu. Ada rasa was-was yang meyergap kian kuat. Aku sangat takut. Aku ragu dnegan lagu yang akan kubawakan untukmu. Aku jadi ragu apakah aku sanggup menyanyikannya untukmu.
Tak berapa engkau telah datang dengan Panther putih , mobil kesukaanmu. Engkau sendiri yang membawa mobil itu. Tidak bersama sopir pribadimu. Aku tahu darimu bahwa sopir pribadi sudah lama diberhentikan sebab kinerjanya yang buruk. Engkau kini telah ada dihadapanku, dari dalam mobil kulihat sosokmu. Engkau sambut kedatanganku. Tapi mengapa wajah itu sirna.. Aku tak melihat sinarmu. Aku tak temui antusias sebagaimana harapan dan antusias dirimu dulu. Ada yang berbeda.
Engkau lebih banyak diam. Wajahmu biasa sebagaimana biasanya dirimu yang diam dan menyimpan tanya. Mungkin karena engkau yang menyetir mobil itu hingga tak sanggup bicara denganku. Ada apa..? Aku sempat memancing dengan tanya. Aku ingin ia sebagaimana dirinya dulu saat pertama berjumpa. Aku yang salah aku yang lama tak menemuinya. Aku tak bisa menjadi seperti apa yang diinginkannya. Sampai di rumah aku disambut sebagaimana biasa. Ibumu bicara biasa. Ayahmu masih seperti biasa dan leih memilih sedikit bicar sebab itulah karakternya. Sebagamana diriku yang juga sedikit bicara.
Angin pagi Gondang Legi menerpa wajahku di tengah seruput kopi hitam kesukaaku yang disediakanya. Tadi malam aku tak bicara. Pagi ini engkau akan pergi kerja. Pulang Sore bahkan malam. Saat aku minta waktu untuk bicara. Engkau hanya mengatakan sedang sangat lelah dan besok engkau akan menyanggupinya. Aku tahu engkau sedang dendam kaena lama aku tak menemuimu. Ia justru mengatakan bahwa mama dan ayah yang akan bicara. Mereka akan menjelaskan semua.
Hari kedua, aku di rumahmu. Aku makin merasa sangat hampa. Kicau burung dan kemericik air kolam tak mampu mengubah hampa itu. Waktu menunu siang, saat dirimu masih di kantor.Ayah dan Ibumu mengajakku berbicara.  Sebuah pembicaraan yang sangat mendalam. Hingga aku harus larut dalam lautan itu. Sebab itu menyangkut dirimu. Tentang Senandung kupu-Kupu. Lagu lama yang dulu sangat dikaguminya. Lagu lama yang aku tak sanggup menyanyikannya. Kini lagu itu telah ada yang mampu menyanyikannya. Nadanya pun sangat Indah seindah irama Surga yang didamba setiap manusia. Pembawa lagu Senandung Kupu-Kupu itu sangat mendalami lagu itu. Lebih Indah dari apa yang aku yang tak bisa.
Ijinkan saya memuinya walau hanya sesaat. Aku akan menyayikan lagu itu untuknya. Aku pasti sanggup menyanyikannya. Melebihi laki-laki yang telah sangat memahami dan mampu membawakan lagu itu dengan sangat baik. Ijinkan saya Ayah dan Bunda. Mas Afandi tidak akan bisa menyanyikannya…! Kalau begitu Ijinkan aku menemuinya walau pun ia kini sedang ada bersamanya. Tapi hanya untuk pamit ya Mas. Selamat Tinggal Cinta. Aku sangat menghargaimu. Aku hanya ingin engkau Bahagia. Temuilah laki-laki itu. Hiduplah bersamanya. Engkau akan bahagia bersamanya.
Saat aku pamitan kau titikkan air Mata, air Mata yang memastikanku bahwa engkau tak bisa melepaskanku. Aku tahu engkau akan menungguku. Sebab Senandung Kupu-Kupu karyaku akan selalu menemanimu. Aku akan menunggumu Kembai Padaku. Untuk Cinta kita..

          Bojong Rangkong, 21 April 2009

                                       








[1] Arif Budiman, Guru MAN 21 Jakarta

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini