Rabu, 01 Februari 2012

PENGETAHUAN MELALUI TANDA


PENGETAHUAN MELALUI TANDA
Oleh: Arif Budiman[1]
Makalah ini ditulis berdasarkan inspirasi yang muncul saat diskusi Filsafat Islam II bersama Bapak Musa Kazim, tepat ketika membahas bantahan balik Murtadha Mutahari terhadap karya Sigmund Freud yang sesungguhnya malah mendukung konsep keberadaan Tuhan. Yaitu pembahasannya tentang Alam Sadar dan Alam bawah Sadar. Saya ingin memfokuskan kajian ini pada metode Ilmiah, atau cara untuk mendapatkan Ilmu pengetahuan yang lazim disebut dengan istilah Epistimologi. Ketika itu pembahasan sebetulnya harus teruju pada Mental Faculty-nya Ibnu Sina, tapi diskusi berkembang pada gagasan Pengetahuan melalui tanda yang dibangun oleh Ulama yang Filosof Murtadha Muttahari.
Krisis Ilmu Pengetahuan
Problem besar dalam bangunan ilmu saat ini adalah saat peran ilmu sebagai sarana manusia menggapai tujuannya tidak berjalan dengan baik. Ada problem besar di tingkat epistimologi yaitu struktur di dalam bangunan ilmu yang mengurai asal-mula ilmu. Epistimologi kita belum mampu menjawab secara memuaskan tentang bagaimana transendentalitas dapat dijabarkan. Epistimologi kita juga belum mampu mengakomodasi objek-objek transenden sebagai sasaran kaji ilmu. Contoh, ada orang yang memandang agama sebagai ilmu, disaat yang sama orang tidak menerima agama itu sebagai ilmu, contohnya transendentalitas Tuhan. Maka yang terjadi, Epistimologi tidak pernah berpihak secara fair pada aspek ke-Tuhanan. Padahal, transendentalitas adalah unsur yang sangat fundamental dalam berkeyakinan. Ketidakmampuan epistimologi dalam menjawab problem transendentalitas ini harus segera disadari sebagai problem besar peradaban.
Metode Ilmiah
Metode Ilmiah adalah bagian yang sangat penting dalam mendapatkan Epistimologi. Begitu esensi dan pentingnya metode ini, sehingga metode yang salah dapat menyebabkan kesalahan pada ilmu yang didapatnya. Itulah logika sederhana saat metode ilmu diyakini sebagai cara untuk mendapatkan ilmu. Metode ilmiah tidak memiliki mekanisme yang jelas dalam mengkaji ilmu-ilmu agama atau hal yang terkait dengan agama. Metode Ilmiah tidak berpihak pada agama . Saat kita ingin membantah dengan tegas kecongkakkan pandangan materialisme yang tidak mengakui adanya Tuhan. Realitas Tuhan terabaikan dalam system atau metode ilmiah. Adakah wujud tuhan diobjektifikasikan….?. Tentu ini sangat sulit, itulah sebabnya mengapa Metode Ilmiah tidak berpihak pada Agama karena eksistensi Tuhan sebagai konsep tak mampu dijelaskan secara ilmiah.
Mengapa Metode Ilmiah penting? sebab metode ilmiah adalah proses dimana ilmu pengetahuan itu didapat. Istilah metode senada dengan teknik, cara atau juga disebut jalan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sehingga dalam hal ini titik focus dari metode adalah tahap-tahap yang harus ditempuh dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Surya Sumantri membuat tahapan-tahapan dalam ilmu pengetahuan sebagai berikut. Menyusun kerangka berpikir, membuat hipotesis, menyimpulkan benar atau salah hingga pada tahap pengethuan itu benar atau tidak. Jika benar maka akan masuk sebagai khasanah ilmu pengetahuan jika tidak maka pengethuan itu tidak bias masuk dalam khasanah ilmu pengetahuan sebab tidak bias dibuktikan.
Objek Pengetahuan
Agama adalah sebuah definisi yang sulit untuk diungkap dan menemui perdebatan yang tak berkesudahan. Tetapi jika kita mengambil salah satu unsure dalam agama misalnya adalah soal transendentalitas Tuhan, zat yang tak bisa dijamah alam fisik manusia. Maka upaya untuk memahaminya menggunakan metode ilmiah akan menghasilkan sosok Tuhan tak punya arti bahkan Tuhan telah mati sebagaimana dimaksud oleh Nieztsche[2]. Tuhan tidak ada, maka lahirlah atheisme (baca: keyakinan tanpa Tuhan). Tuhan kemudian diderivasikan kepada struktur nilai antroposentris seperti keadilan, kebenaran dan kemanusiaan. Itulah tafsir kalangan Atheisme saat dirinya ingin mengatakan bahwa dirinya bertuhan, Tuhannya ya keadilan, kebenaran dan kemanusiaan. Saat mereka memperjuangkan itu semua, saat itulah ia sedang ber-Tuhan.
Alat analisis yang digunakan atau argumen yang dibangun adalah sebuah keyakinan bahwa ber-Tuhan dan ber-agama adalah tindakan ilmiah. Realitasnya agama banyak ditolak hingga pada sebuah aksioma bahwa agama adalah candu, Tuhan tidak ada. Dan banyak pemikiran yang senada dengan ini yang pada intinya menolak keberdaan Tuhan. Pembuktian empiris terhadap atau tidak adanya Tuhan tidak dapat dilakukan. Karena Tuhan adalah objek Metafisik yang tidak dapat dicerap Indrawi manusia. Oleh karena itu jika keberadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan dengan cara tersebut, maka tidak dapat disimpulkan begitu saja Tuhan tidak ada.[3]
Maka argument ini dibangun dari sebuah keyakinan bahwa Tuhan adalah ilmu, Tuhan adalah ada. Dan keberadaannya dapat dibuktikan. Metode Ilmu seperti aliran empirisisme tidak mampu menjawab keberadaan Tuhan. Sebab metode ini menekankan pada aspek anthroposentris yaitu menekankan manusia sebagai sentral analisis artinya manusia adalah puncak penilaian. Padahal diluar aspek kemanusiaan itu ada aspek ketuhanan yang sangat mendasar sekali yang jika itu diabaikan maka akan melahirkan manusia yang kering dan miskin dalam kebahagiaan atau manusia tanpa nilai, seperti contoh yang dihasilkan manusia Modern dan mencoba mengambil bentuk Post Modern dan tak mampu menjawab kekeringan diri yang dialaminya. Usulan dan kritik ditujukan pada Metode Ilmiah.
Pengetahuan Melalui Tanda
Saya ingin mengawali gagasan Murtadho Muttahari ini dengan sedikit membahas apa yang didiskusikan dalam Filsafat Islam II yaitu soal gagasan Freud tentang alam sadar dan alam bawah sadar. Bagian sadara adalah bagian yang diketahui manusia sejak dulu. Berbagai bagian dari jiwa dan roh yang kita dapat merasakan keberadaannya dan kita menyadari akan keberadaannya.
Menurut Freud seluruh apa yang ada dalam alam bawah sadar adalah pelarian dari jiwa sadar yang kemudian menetap di suatu kawasan tertentu. Menurut Freud jiwa sadar berada pada tempat yang remeh dan ringan. Sementara alam bawah sadar berada paa tempat atau posisi yang penting. Perumpamaan keduanya alam sadar dan bawah sadar seperti semangka yang mengapung di air. Permukaan yang menyembul dari semangka di permuaan itulah yang dinamakan bagian jiwa sadar, sementara tubuh utama dari semangka yang tersimpan dalam air itulah yang dinamakan alam bawah sadar. Ini meunjukan bahwa alam bawah sadar sangat penting dan fundamental
Harus ada perubahan fundamental dalam arti metodologi, dan umumnya secara epistemology yaitu bagaimana metode Ilmu yang ada juga mampu menjawab dan memiliki kesimpulamn yang sama bahwa Tuhan Itu ada. Saat ada Metode seperti ini, maka penulis yakin bahwa Peradaban dan ilmu Pengetahuan akan diisi dengan orang-orang yang percaya dengan Tuhan dengan pemahaman yang Filosofi epitimologis artinya memiliki dasar yang kuat. Bukan agama doktriner yang lebih banyak menimbulkan ketakutan dan menjadikan manusia menjadi enggan beragama.
Jadi tahap yang semestinya dilakukan dalam membangun pardigma keilmuan adalah. Pertama membangun paradigma yang sama tentang apa itu ilmu pengetahuan, Kedua membangun metode yang sesuai dengan pardigma itu. Ketiga merekonstruksi kembali pandangan empirisisme, menjadi pandangan yang memiliki criteria keagamaan walau Sulit. Terutama saat membahas transendentalitas. Artinya membangun sebuah metode yang mampu menangkap hal-hal yang abstrak diluar akal dan itu bukan kemudian jadi alas an untuk lari dan abai dengan Agama. Sebab bagaimanapun juga agama adalah Ilmiah.
Ulama dan Filosof, Ayatullah Murtadha Muttahari menyodorkan ide yang sangat brilian tentang pengetahuan melalui tanda. Menurut beliau sebagaimana yang tekandung di dalam Al-Quran bahwa alam semesta ini sebagai tanda guna memperoleh pengetahuan Metafisik. Bantahan balik Ayatullah Murtada Muttahari pada gagasan Sigmund Freud merupakan bukti yang nyata betapa alam bawah sadar adalah dimensi yang dominan dalam diri manusia. Sebab ia ada.[4]
Pengethuan Melalui Tanda ini adalah kesadaran tentang potensi insaniah. Bukan hanya akal yang dipunya manusia. Manusia juga punya hati yang mampu mengukur tentang segala sesuatu yang ada dihadapannya. Yaitu dengan melakukan pembersihan hati atau Tazkiyatun Nafs. Pengetahuan Melalui tanda berupaya membongkar kesombongan intelektual yang lupa dengan nilai religius. Pengetahuan melalui tanda adalah gagasan yang menyodorkan sisi dasar manusia yang utama, untuk selanjutnya menjadi bagian dalam proyek pembangunan ilmu pengetahuan yang mampu menjadikan manusia sadar dan dekat pada Allah SWT. Wallahu Alam Bishawab.










MAKALAH



Dosen: Dr. Musa Kazim


ISLAMIC PHILOSOPHY II



 Arif Budiman



ISLAMIC PHILOSOPHY PROGRAM
batik6


[1] Arif Budiman, Mahasiswa S2 ICAS-PARAMADINA Jakarta. Saat ini tinggal di Kp. Sarang Bango Marunda Cilincing Jakarta Utara.
[2] Nietsche, Genealogi Moral
[3] Lihat,Makalah Pengalaman rasional Eksistensi Tuhan: Pengantar Ontoteology. Fariz pari. State islamic University Syarif Hidayatullah jakarta.
[4] Ayatullah Murtada Muttahari, Pengantar Epistimologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistimologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi pandangan Dunia. Jakarta: Shadra Press. 2010

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini