Sabtu, 11 Februari 2012

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Beberapa waktu lalu, pendidikan Indonesia dihebohkan dengan karya kreatif anak SMK di Solo yang telah membuat mobil kiat esemka. Serta merta karya kreatif ini memicu sekolah lain melakukan hal yang sama. Dalam konteks pembelajaran, anak-anak SMK itu tak perlu lagi bertanya apa artinya belajar materi “luas lingkaran” sebab mereka sudah merasakan arti atau manfaat materi “Luas Lingkaran” itu saat mereka membuat spare part roda di mobil karyanya. Mereka telah merasakan bahwa proses pembelajaran yang telah ditempuhnya tidaklah sia-sia, pembelajaran yang telah mereka lakukan telah memberinya makna. Inilah sisi mendasar yang mesti disadari bagaimana guru dapat merancang pembelajaran yang benar-benar bermakna.
Pembelajaran bermakna adalah tujuan dari narasi besar kegiatan pembelajaran yang disebut inovasi. Inovasi apapun yang dilakukan oleh guru tentu akan diapresiasi sebagai produktifitas dalam pembelajaran. Artinya ada sesuatu yang diupayakan demi peningkatan proses pembelajaran. Inovasi adalah adalah karya guru sehingga dengan inovasi tersebut kelas pembelajarannya menjadi menarik dan tidak membosankan. Belajar tidak harus dalam kelas tapi dapat dilakukan diluar kelas (Learning Out Door). Itu adalah satu bentuk inovasi pembelajaran dengan segala variasi yang bisa dikembangkan. Masih banyak metode dan ide-ide kreatif lain yang mampu memicu motivasi dalam pembelajaran.
Senada dengan semangat inovasi pembelajaran tersebut, Elaine B. Johnson, penulis buku Contextual Teaching Learning menyuguhkan konsep Pembelajaran Kontekstual. Contekstual Teaching Learning adalah konsep pembelajaran yang mengandaikan pembelajaran sebagai sebuah proses memahami sesuatu yang nyata, bukan teori ataupun materi yang mengawang-awang. Sehingga materi-materi yang diajarkan bisa dikontekstualisasikan dengan kondisi yang sebenarnya. Bukan pula materi yang hanya dihafal yang hanya menyentuh aspek kognitif peserta didik. Sementara aspek pendidikan masih menyisakan dua ranah lain yang juga sangat penting dalam capain pendidikan kita.
Ada beberapa asumsi yang melatar belakangi mengapa Contextual Teaching Learning atau pembelajaran kontekstual ini menjadi hal yang penting dilakukan dalam kelas pembelajaran kita. Pertama, kelas tradisional yang masih menyisakan sisi negatif yaitu proses belajar yang justru memenjara kreatifitas anak. Asumsi ini meyakini bahwa setiap anak bisa berkembang dengan gaya dan potensinya masing dengan cara pengelolaan pembelajaran yang tidak monoton. Kelas tradisional yang ada selama ini hanya meyakini pembelajaran dari satu arah, teacher oriented, artinya guru sebagai pusat pembelajaran.
Kedua, asumsi yang mendasarkan pada Tantangan Kontekstual. Asumsi ini menuntut kecerdasan guru dalam melihat realitas konteks yaitu lingkungan social, politik dan budaya sebagai sumber utama inovasi ini. Maka seorang guru dalam metode Contextual Teaching Learning (CTL) ini dituntut untuk selalu meng-up-date pengetahuan dan wawasannya tentang situasi lingkungan dan kebutuhan sosialnya agar dapat dijadikan modal pembelajaran.
Contoh beberapa bentuk penerapan metode CTL yang bisa dilaksanakan misalnya kelas kita bisa dimodifikasi sebagai tempat atau ajang kompetisi Cerdas Cermat dengan men-setting ruang kelas kita menjadi ruang Perlombaan Cerdas Cermat. Guru bisa menjadi sutradara, nara sumber atau juri dalam cerdas cermat itu. Supaya tidak terkesan seolah guru yang bekerja sendiri, libatkan anak dalam merancang perlombaan itu, dengan begitu kita justru telah merangsang potensi lain dalam diri anak didik, misalnya inisiatif, leadership dan kreatifitas anak.
Bentuk-bentuk inovasi CTL yang lain misalnya anak dapat membuat film dokumenter atau kunjungan ke suku pedalaman Badui, kunjungan Museum untuk pembelajaran sejarah. Anak juga bisa melakukan kajian perpustakaan dengan Modul yang telah disediakan guru untuk pembelajaran bahasa dan sastra. Anak diajak untuk melakukan praktek membuat suatu karya yang terkait dengan mata pelajarannya masing-masing sebab pembelajaran kontekstual justru sangat mendorong lahirnya karya-karya kreatif yang muncul dari peserta didik itu sendiri sebagaimana yang diperlihatkan SMK Solo dengan Kiat Esemka-nya.
Intinya selama pembelajaran itu dirancang atau dikontekstualisasikan dengan potensi di lingkungan atau kebutuhan masyarakatnya, ia masuk kategori Pembelajaran Kontekstual. Setiap sekolah memiliki potensi atau karakter wilayah yang berbeda. Sebagai contoh potensi sekolah Muhammadiyah dalam film Laskar Pelangi berbeda dengan potensi sekolah di wilayah yang lain. Demikian halnya potensi sekolah di daerah perkotaan tentu berbeda dengan potensi sekolah yang ada di wilayah pedesaan. Masih-masing sekolah itu memiliki laboratorium alam sesuai dengan karakter wilayah atau lingkungannya.
Tidak harus dengan bahan mahal sebab CTL atau pembelajaran kontekstual hanya yakin pada satu prinsip konteks berarti kondisi lingkungannya. Lingkungan sekitar sekolahnya adalah Bahan Sumber Pembelajaran yang tersedia sangat melimpah. Alam disekitar kita adalah Media pembelajaran yang alami dan tidak memerlukan biaya besar untuk mengadakannya. Lingkungan Persawahan yang luas adalah Pusat Sumber Belajar yang sangat memadai untuk seorang anak belajar tentang banyak hal terutama dalam hal ini dapat digunakan dalam pembelajaran Biologi. Atau kehidupan Nelayan yang ada di sekitar kita adalah juga Sumber Belajar yang sangat berarti untuk melaksanakan kegiatan Pembelajaran Sosiologi ataupun Pembelajaran Ekonomi.
Ajak anak-anak kita keluar kelas dan kuatkan pemahaman mereka tentang fenomena lingkungan dengan dasar keilmuan sesuai materi pelajaran. Setiap sekolah yang memiliki kekayaan alam yang dapat dijadikan bahan pembelajaran seperti lahan luas, sawah yang menghampar dan aneka tanaman yang menjuntai di depan atau belakang sekolah. Sawah atau alam itu adalah laboratorium alam, dimana anak dapat melakukan pengamatan langsung untuk memahami sebuah materi ajar.
Melihat dan menimbang untuk penyelenggaraan inovasi ini, semestinya tidak ada kendala sebab selain bahannya sudah tersedia di alam atau murah meriah. Jika itu masih memberatkan, anak dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran ini. Umumnya keengganan kita, nyata-nyata menjadi kendala pertama mengapa Pembelajaran Kontekstual menjadi terabaikan. Sementara kelas pembelajaran kita saat ini sedang dalam kondisi yang memprihatinkan. Kelas pembelajaran kita membutuhkan tangan-tangan kreatif agar pembelajaran tidak membosankan.
Jangan lupa, ajak juga anak-anak kita untuk melihat kondisi kawan-kawan atau anak seumuran mereka yang tidak seberuntung mereka karena masih ada yang belum sekolah, dengan mengunjungi daerah-daerah kumuh atau masyarakat minus dimana mereka tinggal di gubuk-gubuk berbahan seng bahkan kardus. Semata agar mereka dapat belajar apa artinya ber-syukur

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini