Selasa, 20 Desember 2011

TASAWUF EKSISTENSIALIS

(Sebuah Tinjauan Tentang Transendentalitas Agama)

Oleh : Arif Budiman[1]

Di tengah kekeringan jiwa yang melanda diri manusia. Di tengah deraan hidup dengan beragam persoalan, saat itu dibutuhkan sebuah oase yang memancarkan air sejuk yang dapat menghilangkan dahaga. Tasawuf hadir sebagai satu tawaran spiritual yang menyejukkan sebagaimana air itu. Tasawuf (islamic mistiscisme) adalah pengembaraan spiritual yang lama diabaikan padahal ia kaya dengan jawaban-jawaban mendasar tentang jiwa manusia dan hal yang terkait denganya. Ada kerinduan yang membuncah dalam pencarian untuk menemukan hakikat beragama.

Kemunculan Tasawuf akhir-akhir ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama, praktik keagamaan yang tidak mampu mengantarkan pemahaman manusia pada esensi beragama. Praktik agama justru menghadirkan agama sebagai tatanan nilai yang mengerikan bahkan membunuh sisi-sisi mendasar manusia . Jiwa manusia yang dipenuhi rasa cinta dan terutama rasa ketuhanan (transendent) tercerabut dari akarnya. Agama yang universal dalam prakteknya menjadi sangat partikuar. Hal semacam ini semestinya terus dibahas secara intensif agar dapta melahirkan kesadaran beragama yang utuh. Agama hanya menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan dan kepentingan politik tertentu. Pada wilayah ini agama dikekang dan direduksi menjadi sangat parsial (partikular) dan hanya berpihak pada kelompok tertentu, walhasil orang ramai-ramai menjadi “budak” agama itu. Agama dibunuh dan dipreteli unsur-unsur fundamennya.

Faktor kedua adalah transendentalitas sebagai esensi berkeyakinan kepada Tuhan telah hilang dari kesemestiannya. Dunia pemikiran yang melampaui batas dan tanpa rasa bersalah sedikitpun menginjak-injak wilayah ketuhanan dengan dalih rasionalitas yang salah jalan. Alih-alih mengokohkan Tuhan sebagai penyebab pertama atau divine, origine dan ultimate, yang diatas segala-galanya. Berikut para pemikir anti tuhan yang ragu pada Tuhan dan menyerah pada pemahaman tentang ketiadaan Tuhan. Kenyataan ini menjadikan agama yang transenden atau nilai yang melampau dimensi (baca: Tuhan) menjadi area yang aneh, asing dan karenanya tidak perlu dipelajari. Inilah beberapa argumen kaum empirisisme yang mensyaratkan kebenaran itu haru bisa dibuktikan, nyata atau bisa dilihat. Sementara Tuhan diluar wilayah empiris sebagaimana yang jadi kriteria mereka. Immanuel Kant menyebut wilayah ini dengan Noumena dimana dalam wilayah ini, Kant pun tidak banyak mengkajinya dan cenderung mengabaikan wiayah ini. Meskipun demikian Kant masih punya keyakinan akandunia Noumena itu. Ilmu pengetahuan berkonspirasi menggerus agama dari peradaban. Sepertinya luka abad pertengahan masih sangat terasa sehingga para filosof beramai-ramai menolak konsepsi tentang Tuhan yang notabene ajaran Gereja. Tokoh pemikir dengan argumennya aktif menanggapi tema tentang Tuhan. Ada yang yang malu-malu ataupun yang secara nyata menolak ide tentang Tuhan. Tidak ada Tuhan. Agama sebagaimana yang kita lihat selama ini hanyalah sekumpulan doktrin yang berisi praktik keagamaan yang ritualis tanpa kesadaran transenden. Agama kemudian hanya bermakna rutinitas dan ritualitas. Doktrin kaku dan pada akhirnya agama tidak mampu menjadi rahmatan lil alamin. Inilah yang sesunguhnya terjadi dalam praktik keagamaan kita. Mengabaikan transendentalitas agama pada hakikatnya adalah meninggalkan yang hakiki. Yang hakiki itu tidak terukur atau tak tergambarkan (inefability), yaitu Tuhan.

Asumsi penulisan makalah ini bukan menolak rasionalisme sebagai tool yang kuat untuk mempersepsi realitas. Justru penuisan makalah ini ingin menunjukan bahwa tidak ada yang bertentangan dengan rasionalisme manusia tentang realitas termasuk Tuhan. Kesimpuan ketiadaan Tuhan atau penolakan kaum “rasionalis” tentang Tuhan, menurut penulis lebih disebabkan adanya kesalahan dalam membangun logika. Ada proses yang salah dalam kegiatan berpikir (baca: berpikir tentang Tuhan). Sehingga kesimpulan yang diambil juga salah. Jika kesimpulannya salah maka akan menghasikan ilmu yang salah.

Dunia spiritualitas kita hari ini dipenuhi dengan praktik materialisme yang menjarah dan menjajah jiwa. Agama diabaikan menjadi doktrin-doktrin yang tak mampu menjawab zaman dan menjadikan manusia malah berselisih karena agama. Di Jerman bagaimana orang ramai-ramai tidak percaya lagi pada dogma agama. Sebagaian besar remaja di Jerman enggan dengan ritualitas agamanya, ¼ dari pemuda Katholik memilih untuk tidak pergi ke gereja[2]. Jikapun ada yang ke gereja umumnya dilakukan atas dasar pertimbangan atau kepentingan politik semata. Sungguh ini realitas yang bukan hanya terjadi di Jerman tapi di hampir semua wilayah dibelahan dunia ini bahwa agama telah tergerus dari kehidupan dan yang terjadi adalah manusia yang tidak percaya lagi dengan niai agama. Akibatnya nilai dalam agama kehilangan makna. Sehingga orang merasa tidak perlu lagi percaya dengan agama. Fenomena pelarian dan atau pemberontakan pada nilai agama marak terjadi dimana-mana. Krisis moral krisis nilai, adalah nama-nama bencana yang memperlihatkan realitas ketidak percayaan pada agama itu.

Kelelahan Jiwa dalam pencarian ketenangan jiwa itu semestinya dihilangkan dengan kembali pada hakikat yang sebenarnya. Jiwa tidak akan menemukan ketenanganya sebelum ia menemukan muara dimana jiwa dapat berlabuh. Sekeras apapun dan sekuat apapun ia berargumen tentang ketiadaaan Tuhan, tidak akan mampu menggeser esensi Tuhan dalam jiwa, hati dan pikirannya, kecuali Ia yang telah dimatikan hatinya. Sang jiwa akan terus mencari hingga bertemu dengan yang hakiki bagi alam dan dunia. Ia adalah Tuhan. Pencarian yang akan terus dilakukan oleh manusia. Jiwa membutuhkan Radiyatam Mardiyah ( di tempat yang nyaman) dan kekal di dalamnya sebab disana terdapat mata air jernih yang dapat menghilangkan dahaganya. Air yang akan menyegarkan jiwanya menjadi jiwa yang tenang sebagaimana firman Tuhan. Ya Ayyunanafsul Mutmainnah, Irji’I Ilaa rabbiki Radiyatam Mardiyyah. Wadkhuli Fi Ibaadi wad Khulli jannati. Wahai jiwa yang tenang masuklah pada Tuhanmu. Al Fajr.

Tasawuf adalah disiplin yang dibangun dari pengalaman religious (religious experience), pengalaman religi (religious experience) dan atau pengalaman mistik (Mistical experience). Misalnya penyaksian (syu’di) yang dialami seorang salik adaah dasar argumentasi yang dibangun daam argumentasi tasawuf. Sebagai contoh ada seorang dari kalangan intelektual (baca: atheis) yang awalnya menolak konsepsi ketuhanan pada akhirnya kembali bertuhan. Keyakinan itu muncul saat ia mendapati bahwa benda-benda yang ada disekelilingnya itu tiba-tiba hilang dalam arti fisik. Ini menunjukkan adanya pengalaman mistik yang menjadikan seseorang yakin dan percaya.

Problem pengalaman mistik tidak dapat didefinisikan secara jelas sebab relasi dengan Tuhan bersifat Inefabity, tak tergambarkan. Tidak ada definisi yang pasti tentang pengalaman mistik. Definisi tentang hal ini sangat banyak sebanyak orang yang mengkajinya. Tapi secara umum diyakini bahwa pengalaman mistik itu menyangkut pengalaman yang sangat individual dan sangat sulit dilukiskan. Bahasa pun sesungguhnya tak tepat menggambarkan pengalaman mistik sebab bahasa adalah rekonstruksi atau artikulasi manusia yang terbatas pada ruang dan waktu, sementara objek yang dialaminya adalah inefabilitas, tak tergambarkan.

Di dalam Islam, mistisisme ini dikenal dengan konsep Tasawuf, Ibnu Araby menggunakan istilah Irfan. Adalah disiplin yang mengajarkan kesatuan yang eksistensial yaitu kesadaran pada keberadaan dirinya (kedudukannya) dengan Tuhan. Sehingga kesadaran paling utama dalam praktik taswawuf adalah kesadaran eksistensialis bahwa dirinya adalah mahluk yang memiliki ikatan relasional dengan Tuhan. Bahwa Tuhan adalah tanpa batas (ultimate) dan tak terdefinisikan (Infinity) adalah dimensi-dimensi dasar dalam tasawuf. Dengan kesadaran eksistensilis ini akan menjadikan manusia disiplin atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip eksistensialis yaitu adanya dirinya sendiri dengan Tuhan.

Pada azasnya apa yang dilakukan pelaku tasawuf adalah perilaku yang diselaraskan dengan hukum Tuhan. Cara berbicara dijaga, cara melihat ia jaga demikian hanya dengan cara bergaul. Seluruh aktifitasnya adalah aktifitas yang berdiri di atas kesadaran dirinya sebagai hamba Tuhan. Mahluk Tuhan. Yang tak memiliki kekiatan sebab pemilik kekuatan yang sebenatnya hanya Tuhan, yang menyebabkan dan Tujuan akhir dari semua laku tasawuf yang dijalaninya. Ada satu contoh laku tasawuf yang tetap menjaga zikirnya dalam segala kondisi termasuk saat berkendara atau menyetir. Ia tetap berzikir (menyebut nama Allah dan amal dzikir lain) saat dirinya dalam posisi masih menyetir.

Sebagian ada yang menuduh bahwa Tasawuf itu bertentangan dengan Islam atau praktek bidah. Tentu bukan tanpa dasar argumentasi. Tasawuf dibangun dari pengalaman spiritual praktek dalam bingkai ketuhanan. Penulis justru menilai bahwa Tasawuf adaah pundamen penting dalam konsep Islam sebab tasawuf mengajarkan bagimana laku-laku Jiwa. Dan Jiwa adalah bagian penting dalam penrjaanan spiritual. Keyakinan pada dunia mistisisme adalah keyakinan esensial seseorang beragama. Jadi bukan agama yang kering tanpa makna. Tapi agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, mendamaikan dan menyejukan.

Kata Eksistensialis sesungguhnya merujuk pada konsep Ilmu Huhuri )Knowlege of presennya Mulla Shadra. Yaitu suatu aliran pemikiran filsafat yang memahami realitas yang ada adalah satu wujud. Adapun wujud yang beragam di dunia ini adalah perwujudan atau manifestasi dari sang wujud. Dengan demikian eksistensialis dalam pandangan ini mendasari diri dan pemikirannya pada kesatuan wujud yang satu baik sang wujud yang ultimate atau maujud-maujud dari manifestasi Tuhan.

Tasawuf adalah disiplin spiritual yang mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hubungan dalam disiplin ini lebih bersifat relasi yang utuh dimana Tuhan dihadapkan sebagai kehadiran yang ada dan eksis mengontrol perilaku individu manusia. Dalam filsafatnya Mulla Shadra disebut dengan Ilmu Hudhuri (Knowledge of Present). Manusia merasa terawasi atau diawasi oeh Tuhan. Sehingga apapun yang diakukan adalah praktik dalam rangka zikir atau mengingat Tuhan. Ketika seseorang menjalani praktik tasawuf, maka saat itu terbangun satu kesadaran eksistensialis bahwa dirinya terhubung dengan Tuhan. Ia dan Tuhan adalah kesatuan dalam hubungan yang terikat. Itulah sebabnya pelaku tasawuf atau disebut Salik cenderung mengabaikan aspek-aspek material atau keduniawian. Tidak ada yang lebih mulia dan utama dari semua pencarian dan apa-apa yang dikejar manusia kecuali beribadah pada Tuhan dalam hati dan pemikirannya.

Tasawuf yang anti materi, adalah sejarah kelam yang menjadikan tasawuf ditinggalkan dunia modern. Orang modern menuduh Tasawuf sebagai biang kemunduran Islam. Tasawuf dianggap sebagai factor kemunduran telah menjadikan manusia malas bekerja dan tidak memiliki peran dalam proyek modernitas yang sedang sangat digencarkan saat itu. Payahnya sebagian umat Islam juga merespon modernitas sebagai pilihan tepat dan ikut ramai-ramai mengadili tasawuf sebagai yang bersalah. Belajar dari pengalaman itu, kesalahan yang sama tidak perlu terjadi sebab yang hakiki dari disiplin Tasawuf adalah kebangkitan pada hubungan relasional antara hamba dengan Tuhan. Saat manusia meyakini hubungan tertinggi dengan Tuhan itu sangat intim, maka hasilnya tentu dapat melahirkan manusia dengan spiritualitas yang dengan sendirinya akan memacu kesadaran nilai dan moral.

Ada beberapa rrgumentasi tentang tasawuf yang cukup rumit. Menjelaskannya sama sulitnya dengan menjelaskan objek tasawuf itu sendiri. Tasawuf atau Islamic Mistiscisme dibangun dari pengalaman spiritual yang berbeda-beda yang dilami oleh seorang mistikus, walau memiliki arah dan tujuan yang sama. Ada tiga kategori yang berbeda tentang mistissme ini yaitu pengalaman mistis, pengalaman spiritual dan pengalaman agama. Berbeda dalam peristilahan tapi memiliki signifikansi yang sama. Stace ketika berbicara tentang pengalaman spiritual mengajukan sebuah pengalaman spiritual dari seseorang yang demikian tranquil. Tuhan seoah hadir dalam siuan burung yang hadir sore itu. Wajah Tuhan seolah terlihat dan menyaksikannya saat mentari mendekati cakrawala.[3]

Pada akhirnya Tasawuf adalah konsep yang inspiratif dalam kehidupan spiritual yang menjadikan manusia sadar akan dirinya secara eksistensialis. Bahwa dunia spiritual itu sangat penting adalah dasar bahwa beragama dengan sepenuhnya sudah semestinya menjadi jalan bagi manusia untuk menemukan yang hakiki.



[1] Arif Budiman, Mahasiswa S2 Islamic Philosophy ICAS-PARAMADINA. Alamat Jl Sarang Bango Cilincing marunda Jakarta Utara. E-mail: tirta_pawitra@yahoo.cAo.id

[2] Lihat artikel tentang artikel fenomena maraknya Hegelianisme, dan Gnosisme

[3] Lihat Philosophy of Mistscisme

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini