Kamis, 29 Maret 2012

Ahmad Wahib

KESEJARAHAN QURAN-SUNNAH MENURUT AHMAD WAHIB

(versi Koran)

(Mengenang Kematian Ahmad Wahib 31 Maret 1973)[1]

Oleh: Arif Budiman[2]

Kesejarahann Al-Quran adalah Teori dan prinsip-prinsep sejarah dalam al-quran. Ahmad Wahib dalam catatan hariannya yang dibukukan dalam sebuah buku berjudul Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib yang diterbitkan LP3ES[3] mengangkat kesadaran sejarah dalam kajian AL-Quran. Uraiannya tentang makna Al-Quran sebagai sejarah menggelitik penulis untuk mengaitkannya dengan hermeneutika sebagai disiplin baru tentang penafsiran teks.

Membaca pemikiran Ahmad Wahib dikaitkan dengan Hermeneutika adalah narasi besar tentang bagaimana semestinya Al-Quran ditafsirkan. Ahmad Wahib adalah tokoh HMI era 1960-an yang lahir pada tanggal 9 November 1942 di Sampang, Madura. Ia adalah tipikal pemuda yang sangat bersahaja. Mengkajinya berharap untuk dan agar agar ajaran Islam membumi dan memberikan solusi terbaik bagi peradaban. Hermeneutika berasal dari kata hermes. Pertama sebagai sebuah konsep penafsiran dilakukan oleh orang Kristen untuk menafsirkan Bibel. Dalam kaitannya dengan bangunan Hermeneutika. Tokoh-tokoh pemula seperti Schliermacher, Dilthey, telah meletakan dasar pemikiran Hermeneutika.

Hermeneutika ini akan kita gunakan untuk melirik pemikiran Ahmad Wahib. Adakah konsep Ahmad Wahib memiliki prinsip-prinsip Hermeneutika.? Walaupun tujuan penulisan ini tidak untuk menobatkan Ahmad Wahib sebagai tokoh yang memiliki pemikiran mendalam tentang hermeneutika. Terlebih menobatkannya sebagai salah satu pemikir Hermeneutika. Tulisan ini lebih didasarkan pada pentingnya mengajukan alternative pemahaman yang komprehensif dalam mengkaji al-quran (teks Kitab Suci). Sebagian dan bahkan semua penganut agama Islam tidak ingin disalahkan bahwa AL-Quran adalah biang kekerasan atau aksi-aksi terorisme yang melanda dunia. Pada dasarnya kita menginginkan AL-Quran dibaca dengan kebenaran. Ditafsirkan dengan pemahaman yang komprehensif untuk kemaslahatan umat itu sendiri.

Marthin Heideger misalnya menyatakan bahwa pikiran manusia dipengaruhi bejana lingkungannya. Siapa diri kita sendiri itu sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Ketika manusia menemui sesuatu dalam hidupnya. Heideger melanjutkan kajiannya pada fenomena bahasa. Dengan bahasa mansia bisa belajar tentang realitas. Menurut Heideger bahasa adalah rumah Ada, artinya tempat bagi realitas tertinggi. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa Bahasa adalah Loudspeaker of Being. Sehingga dalam hal ini pemahaman kita terhadapTuhan, dapat didekati dengan bahasa teks. Jika itu diberlakukan pada Al-Quran maka “kemauan” Tuhan dapat dikethui lewat bahasa teks kitab suci tersebut.Tujuan Hermeneutika Gadamer sama dengan Tokoh Hermeneutik yang lain yaitu agar teks bisa bicara secara leluasa tentang dirinya.

Ahmad Wahib prihatin nasib umat Islam sebab Islam mayoritas tidak mampu memberikan kontribusi nyata bagi kehidupan. Setidaknya ada beberapa hal yang baginya cukup menggelisahkan dari umat Islam Indonesia, antara lain: Penafsiran yang salah oleh umat Islam tentang agamanya (baca:kitabnya). Ahmad Wahib membangun argumen yang cukup keras (baca: kontroversial) tentang hal ini. Di salah satu pernyataannya ia mengatakan Jika nabi Muhammad adalah seorang filusuf maka kata-katanya adalah abadi. Namun nabi Muhammad hanyalah seorang kepala pemerintahan pada masanya, maka segala kebijakan dan perilakukanya hanya tepat pada zamannya. Disini Ahmad Wahib ingin mengatakan bahwa Al-Quran bukanlah teks yang langgeng dalam arti praktis (Fi Kulli Makan, Wakulli Zaman). Dalam Ulumul Quran, A.H. John mengutip satu kata yang cukup mendasar. “Seandainya nabi Muhammad hidup pada masa kini, maka beliau sangat prihatin. Dalam kata-kata ini terkandung makna bahwa praktek agama umatnya tidak seperti apa yang dikehendakinya”.

Ahmad Wahib tidak membuat definisi yang tegas antara Quran dan Sunnah. Tapi ia memiliki pemikiran yang cukup unik tentang Al-Quran. Pemikiran ini didasarkan pada keprihatianan penafsiran Al-Quran yang terkadang hanya justifiksi atau pembenaran. Al-quran selama ini diartikan secara leterlijk. Padahal saat ayat AL-Quran diartikan secara literlijk, dapat menimbulkan persoalan. Contoh yang diajukan adalah saat rasulullah mendirikan negara teokrasi. Menurut Wahib mengapa rasulullah mendirikan Negara Teokrasi sebab situasi saat itu memang mengharukan untuk membentuk negara teokrasi itu.

Kesejarahan AL-Quran menurut Ahmad Wahib dibangun dari pemahaman akan prinsip-prinsip sejarah. Pertama, ia menekankan aspek Historical Setting. Ia termasuk yang meyakini bahwa ayat-ayat dalam Al-quran itu turun dalam situasi zamannya. Ahmad Wahib menyebutnya dengan istilah meruang dan mewaktu. Historical Setting adalah setting waktu yang melingkupi suatu kejadian. Jadi al-quran harus dipahami dalam konteks historis yang melingkupinya atau situasi zaman masa itu.

Aspek kedua Ahmad Wahib tentang sejarah adalah proses ideation yang artinya mengambil ide-ide atau makna. Proses ini dalam pemikiran Nashr Hamid Abu Zaid bahwa dalam teks itu mengandung Makna dan Maghza. Sehingga dalam proses penggalian makna seorang penafsir akan diajak pada zaman Rasulullah dimana teks itu ada dan dari sana ia akan mengambil makna. Dalam proses pengambilan makna ini, Ahmad Wahib mengajukan perlunya ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, politik dll sebab permasalahan yang dihadapi sudah sangat kompleks sehingga membutuhkan pendekatan yang multidisiplin.

Aspek ketiga, Ahmad Wahib menawarkan gagasan fundamental (baca: cemerlang) Pertama dikenal dengan istilahh historical direction. Apakah ini sama dengan gagasan yang dibuat oleh Fazlurahman dengan konsep double movement, yang oleh artinya mengambil makna pada zaman dimana teks itu ada dan membawa makna itu pada masa kini. historical direction yang dimaksud Ahmad Wahib adalah bagaimana sejarah Rasulullah kita gunakan untuk menuntun dan menentukan sikap dan perbuatan pada masa kini.

Aspek keempat pemikiran Ahmad Wahid adalah Comunication with God, yang dalam konteks ini Ahmad Wahib dituduh sebagai pengikut ajaran Ahmadiyah garis Lahore yang meyakini masih ada wahyu setelah nabi Muhammad. Terlepas dari perdebatan itu bahwa ada satu situasi saat manusia telah pada tahapan dimana tingkat intelektualitas itu sampai pada level yang sangat dimungkinkan baginya menggapai kebenaran yang hakiki sebagaimana nabi dan rasul juga manusia-manusia pilihan. Dalam konsep ini tentu kita hanya meyakini bahwa itu terjadi hanya pada manusia-manusia sempurna yang bisa menjaga ahlak dan keilmuananya pun di luar manusia biasa.

Pemikiran Ahmad Wahib yang bekaitan langsung dengan pemikian sejarah terlihat dalam beberapa argumentasinnya antara lain: Pertama, Quran sendiri ia pandang sebagai sejarah Muhamamad. Dan pandangan ini memberi dampak pada argumen yang otomatis sejalan dengan argumen pertama. Kedua Shalat olehnya dipandang sebagai kegiatan memahami dan mengkaji sejarah Muhamamad. Demikian halnya puasa ataupun haji ditempatkannya dalam konteks pemahaman terhadap sejarah nabi Muhammad. Ketiga, Al-Quran sebagai puisi Muhammad, yang itu artinya memberi julukan bahwa Rasulullah adalah Penyair.

Kesejarahan Al-Quran tentu dapat dibenarkan dalam beberapa aspek seperti rasulullah hidup dalam ruang dan waktu. Yaitu di Hijaz yaitu adanya unsure tempat. Tidak perlu juga merasa pemikiran ini sebagai mengkerdilkanan rasulullah. Sebab sebagai manusia sejarah rasulullah telah meninggalkan makna-makna mendalam. Walaupun di aspek yang lain rasulullah juga melakukan tindakan yang hanya tepat untuk zamannya.

Shalat adalah kegiatan mempelajari dan mengkaji sejarah Muhammad. Dalam hal ini akan timbul satu penilaian bahwa Shalat menjadi hanya memiliki makna yang sempit. Shalat hanya berarti proses mempelajari, memahami dan mengkaji sejarah rasulullah. Penolakan padanya didasarkan pada makna yang luas tentang shalat. Kritik padanya adalah jika ia diartikan sebagai sekedar mengkaji sejarah Muhammad, apakah itu juga bisa dilakukan dengan seminar-seminar atau diskusi tentang Muhammad. Sejauh ini Wahib belum membangun argumen yang kuat tentang arti Shalat yang dimaksudnya itu.

Inilah sisi menarik Ahmad Wahib yaitu tentang betapa ia memiliki konsep sejarah yang fundamental. Sejarah adalah sumber inspirasi yang dikemas dalam tiga istilah penting yaitu historical setting, ideation, direction dan Comunication With God. Pada dasarnya sejarah Muhamamd adalah sumber inspirasi yang mengarahkan dan menggerakkan umat dalam segala aktifitasnya. Pada akhirnya manusia diposisikan sebagai pengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa sejarah itu dan peristiwa-peristiwa sejarah itu dijadikan dasar dalam berperilaku.



[1] Hasil Penelitian saat kuliah di jurusan Sejarah UNJ

[2] Arif Budiman, Mahasiswa S2 Ilmu Agama Islam ICAS-Paramadina. Alamat Kp Sarang Bango Marunda Cilincing Jakarta Utara telp. 02141872917. E-mail: tirta_pawitra@yahoo.co.id

[3] Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib, diterbitkan oleh LP3ES. Penerbitannya menimbulkan kontroversi.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini