IRONI (Versi AKRAB)
Oleh: Arif Budiman
Sebenarnya di lembar FB/tulisan ini aku ingin
menayangkan sebuah photo sederhana dari sebuah rumah yang sangat sederhana.
Tepatnya rumah reot beratap genting, tangga penyangga rumah itu nyaris roboh,
sebagian gentengnya telah jatuh ke tanah. Disampingnya juga ada satu lagi
sebuah rumah dengan nasib dan kondisi yang juga sama bahkan lebih parah,
kayaknya bukan nyaris lagi. Kalau aku bilang itu rumah sih udah roboh tapi
masih ditempati.
Aku mau bilang heran saja, soalnya kalau aku bilang
tersentak nanti dibilang “lebay”. Tapi itulah potret yang aku dapat dari
perjalanan sore saat aku ingin menghibur diri dan menenangkan jiwa yang rada
galau, Awalnya sih hanya ingin liat BKT, saluran baru yang dirancang dandibuat
oleh pemerintah untuk menanggulangi banjir yang jadi langganan Jakarta. Dalam
kenyatannya, BKT bukan hanya sebagai pencegah banjir, tapi BKT juga menyajikan
keindahan dan suasana tersendiri bagi warganya di tengah penat dan
pengapnya Jakarta. Sekarang BKT terlalu Indah sebagaimana awalnya soalnya
sampah berserak dimana-mana. Kalau air surut, bau limbah terasa nyengat hingga
dada.
Motor setia ini, menemani aku ke ujung BKT, Muara laut
Sana. Ujung Jakarta. Batas antara Bekasi dengan Jakarta. Sob….!!!
ahir-akhir ini aku memang beberapa kali aku datang ke tempat ini. Dua hari
lalu, ada atlet nasional Paramotor latihan di dekat muara ini. Tapi kini sudah
tak latihan disana. Kutahu mereka tentu sudah ada di Jember, katanya tampil di
acara pameran Batik yang di gelar minggu-minggu ini.
Kalau aku sih ngga ngapa-ngapain, Cuma liat luasnya
cakrawala atau cuma cari inspirasi aja. Ya melihat apa yang semestinya bisa
dilihat, memandang apa yang masih bisa dipandang. Menikmati apa yang masih bisa
dinikmati.
Kalo ada tema lain yang menarik, mungkin aku mau tulis
tema itu. Maaf jika tulisan ini memenuhi newsfeed di FB-mu. Aku Cuma ingin menyandarkan
beban pikiran ini di lembaran ini. Di belakang rumah itu kulihat seorang
laki-laki berbaju biru, ia menatap ke arah pemakaman yang dekat dengan rumahnya
itu, Dalam hatiku “ihh serem juga ya Ntu Bapak Ngapain Bengong Apa lagi Ngobrol…??”.
Seolah ia sedang berdialog dengan orang-orang yang sudah terlebih dulu
dikuburkan,, hehe kesannya ia juga termasuk mereka-mereka yang udah dikubur
aja..haha Penampakan dong. Mudah-mudahan sih aku ngga salah lihat. Soalnya
wajahnya nyaris ngga ada cahaya., hidup segan, mati,, kayanya emang yang
dimauinya. Kucuri photo rumahnya,, mungkin kalau ada orang yang liat aku dikira
tim bedah rumah yang lagi survey buat acara yang mengeksploitasi kemiskinan
sebagai sumber penghasilan.
Cuma dua gambar yang kubuat, Gambarnya pun tak terlalu
jelas. Maklum kamera ini ngga bisa bikin gambar lebih terang. soalnya ga ada
zoom-nya. Tapi ngga papa. Yang penting aku bisa menyimpan sebuah gambar tentang
realitas yang lagi-lagi sangat paradoks. Dan aku hanya bias menyajikannya dalam
sebuah tulisan. Aku mengemasny adalam sebuah tema yang masih sama dengan
tema-tema tulisanku sebelumnya, masih tentang ironi kebangsaaan. Apa karena aku
guru sejarah..?? Ngga juga sihhh. Tapi aku alagi miris aja lah ngliat nasib
saudara sendri. ibarat kata ayam mati di lumbung padi, kan pas banget buat
ngegambarin nasib yang menimpa bangsa sendiri.
Tempatnya ngga jauh dari BKT yang tadi udah aku
ceritain,, di ujung sana, Babelan. Setahuku Babelan adalah daerah yang jika
malem datang, di atas langit akan terlihat menyala dengan cahaya terang dari
sebuah cerobong minyak bumi persis seperti yang kulihat saat jalan pulang lewat
jalur pantura (indramayu). Berarti disana ada kekayaan Alam berupa minyak bumi.
Itu artinya ini daerah berarti daerah yang kaya, daerah yang semestinya tidak
akan bikin kelaparan orang-orang yang ada disekitarnya. Ini daerah juga
semestinya tidak perlu ada orang dengan rumah yang tak sepantasny jadi tempat
tinggal.
Tak berapa lama, ada beberapa like dan komen, kesannya
aku ngga serius dengan tulisan ini. Dan menganggap aku main-main. Ini
beneran. Wee, jangan gitu kasian bapak pemilik rumah itu, Ni serius aku liat
kondisinya asli kasian banget. Aku pikir rumah itu tak berpenghuni. tapi aku
memang ngga liat ada orang di dalem. Tapi ada jemuran baju disampingnya. Trus
bekas-bekas jejak kaki yang masih baru alias masih keliatan banget kalau rumah
itu memang bukan rumah yang tak berpenghuni alias rumah hantu, hihh lebih serem
lagi. Teruss saat aku selesai memotret rumahnya itu, aku liat ada bapak dengan
baju biru menghadap ke kuburan. kayaknya dia lagi sangat sedih meratapi
nasibnya. bener-bener ngga ada semangat buat hidup. Dalam atinya mungkin
terucap kapan sih giliran gua yang dikubur kaya lu lu pade...? Logatnya betawi
sebab Ini daerah umumnya dihuni oleh warga Betawi yang “terdesak” hingga
pinggir-pinggir laut ujung Jakarta. Menunggu antrean jadi orang kaya yang bisa
jalan-jalan ke Mall di Jakarta sono sudah jelas seperti api jauh dari panggang.
Ketemu nasi aje masih untung. Itu sih penilaianku. Dan kayaknya memang begitu.
Aku tidak sempet ngobrol atau berbicara dengan bapak itu, nanti dikira mau
ngasih bantuan. Aku cuma ikut prihatin aja mdah-mudahan suatu saat nanti ada
orang yang bisa lebih bijak lagi menilai apa yang sedang dialaminya.
Pertanyaan besar kita bersama adalah kenapa masih ada,
rumah reot bahkan roboh yang masih ditinggali sementara di samping kanan
kirinya ada rumah standar umum. Wilayah ini juga tidak jauh dari Kota Jakarta,
pusat pemerintahan yang juga paling tahu proyek-proyek besar penggalian minyak
itu.
Sesekali mobil mewah melintas hanya menyisakan
debu yang membuat rumahnya makin berdebu dan kotor, Jangan-jangan itu mobil
yang barusan lewat adalah pemegang saham dari proyek penggalian minyak yang
dalam satu hari proyek penggalian di salah satu sumur pengeborannya mampu
menghasilkan minyak hingga pulutah ton bahkan ratusan. Tapi masih di areal yang
sama tak jauh dari penggalian yang mampu menghasilkan berton-ton minyak bumi,
masih ada rumah reot bahkan roboh, yang sebetulnya sangat tidak layak untuk
ditempati. Ironi….!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar