SENANDUNG KUPU-KUPU
Oleh:
Arif Budiman[1]
Setelah
perjalanan panjang, akhirnya aku sampai di Malang, kota yang sejak pertama aku
kunjungi sangat mengesankan. Aku adalah laki-laki sederhana. Aku seorang guru
honorer yang tinggal di Jakarta. Aku akan bertemu dengan tunanganku, sebut saja
namanya Noni. Wanita modis yang selalu ingin tampil trendy. Sangat berbeda
dengan karakter dan gayaku yang sederhana. Sebulan sebelum lamaran, aku pernah dimintanya
untuk datang sendiri ke Malang. Rupanya itu pertemuan yang sangat penting.
Tujuannya ia mau jujur dengan keadaannya. Cerita yang sangat mengagetkan. Ia
mengakui dirinya yang tak lagi perawan. Jantungku berdegup kencang. Saat
kutanya dengan siapa..?. Dalam situasi shok yang luar biasa, Aku tak ingin
mendengar ketidak perawanannya bersama laki-laki yang selama ini sangat
dibanggainya, Aldy. Laki-laki ini yang hamper tak pernah bias dilupakannya.
Bahkan wallpapernya selalu ada gambarnya.
Saat
itu Ia menjawab bahwa ketidak perawannnya terjadi dengan Cecep, kakak kelasnya
di SMA Bogor
Sejak
saat itu aku berharap itu ceritanya yang terakhir. Cerita yang sangat
mengerikan. Cerita yang paling kutakutkan. Aku tak membayangkan akan mendapati
nasib seperti ini. Paling anti dengan cerita itu, tapi malah mengalami. Dada
terasa sangat sesak..!!! Sesudah itu, aku memintanya untuk membuka semua
masalahnya yang lain. Aku tidak ingin ada yang ditutup-tutupi lagi. Dan pada
akhirnya aku harus berbesar hati untuk menerimanya.
Bulan Januari lalu aku telah melamarnya. Aku
telah menerima semua keadaannya.
Tiga
bulan setelah lamaran, hubungan kami tidak terlalu baik. Ada banyak persoalan
muncul. Komunikasi kamipun sangat buruk. Aku sih menyebutnya tidak layak
disebut sebuah hubungan apalagi sudah tunangan. Kabar terakhir darinya, ia
mengatakan sedang terjerat hutang hingga 80 juta. Sementara aku sendiri tak
bias membantunya. Di saat yang sama. Usaha Jasa yang sedang kuseriusi di
Jakarta pun belum menunjukkan hasilnya, rencana investasi dari seorang kawan
pun tak ada kabarnya alias gagal. Sementara mengandalkan gaji guru honorer,
jelas sangat tidak mencukupi. Hubungan kami kian hari kian tak berarti. Komunikasi
SMS jelas tak akan digubrisnya artinya sebab ia paling anti SMS. Ia maunya
ketemu, sementara kondisi ekonomiku sedang carut marut. Itulah latar belakang
mengapa malam itu aku ada di rumahnya. Aku memang harus bertemu dengannya. Aku
sengaja menemuinya. Bertemu mamanya, tanpa ayahnya sebab saat aku datang, ayahnya
ada keperluan di Jogja. Malam harinya Nonie bercerita tentang masa lalunya. Di
rumah sejuk dan Indah Gondang Legi, Malang Selatan.
Malam
itu aku sedang ada di rumahnya.
Saat
ia mulai cerita, aku menarik nafas panjang, membuka ruang-ruang di dada ini
selebar-lebarnya untuk sebuah cerita yang bisa jadi jauh lebih berat
dibandingkan dengan cerita tentang dirinya yang tak lagi perawan. Ia mengajakku
masuk ruang keluarga saat jam menunjuk pukul sembilan malam. Tak lama setelah
aku menemani Rio, sepupu Nonie mengantar pesanan lele di Pasar Gondang Legi.
Sedari kemarin kulihat senyumnya ceria. Aktifitas hariannya biasa. Ia lebih
cerah dibanding dulu. Ia kini lebih tenang. Sejak dari Jakarta, yang terbayang
pasti wajah muram dan sedihnya. Tapi kini senyumnya sedikit lebih asli walau
sejuta masalah sesungguhnya sedang menggelayuti pikirannya.
Aku
bersikap biasa layaknya aku yang pendiam. tapi sekalinya bicara bisa nylekit atau
juga sangat berkualitas seberkualitasnya filsafat eksistensialisnya Mulla
Shadra yang menjadikanku sedikit kuat menghadapi realitas hidup ini. Itulah
yang mempengaruhi untuk tidak takut. Bahkan untuk mendengar cerita paling
mengerikan sekalipun. Laki-laki lain pasti akan lari tunggang langgang dan
memilih menghilang dari garis edar kehidupan. Aku tidak...!!! Ada kekuatan
besar yang meneguhkan jiwa yaitu kesadaran eksistensial dalam konsep Khuduri
yang dimaknai sebagi yang ultimate
sebagai penyebab pertama yang mengawali semua sebab dan akibat-akibat. Saat
pemikiran itu mempengaruhiku, aku telah menjadi sangat tenang. Walau sebenarnya
masih ada rasa khawatir jika apa yang akan kudengar adalah berita yang paling
tidak kuinginkan. Misalnya ia juga sudah bersetubuh dengan mantannya yang
sampai sekarang masih ada hubungan atau kontak. Tapi aku sudah menyiapkan
piranti hati dan pondasi-pondasi filosofis sebagaimana yang pernah dia katakan
"Semua berasal dari Tanah dan akan kembali Ket Tanah" setidaknya Nonie
ingin mengatakan bahwa tidak ada kesempurnaan yang dibanggai manusia semua
berasal dari tanah.
Hatiku
bertanya-tanya saat Nonie memanggil dan memintaku duduk di ruang keluarga yang
hanya diterangi cahaya Neon berdaya 25 Watt. Diatas ruang dimana kami duduk itu
terdapat roda yang sengaja dipajang tepat diatas kepala. Ini pasti ada sesuatu
yang sangat serius….!!! Sebab biasanya jika ia sudah mengajak seperti itu,
biasanya ada yang benar-benar serius. Aku malah sedang diliputi rasa berdosa karena
lama tak menghubunginya atau menemuinya. Sejujurnya memang karena faktor
ekonomi. Alasan penyelesiaan Novel yang tentu akan mengganggu pikirannya. Aku
tak mengerti apa arti novel atau tulisanku baginya. Senyatanya aku justru sangat
ingin menemuinya. Aku ingin langsung mendengar semua keluhannya daripada
komunikasi lewat telpon apalagi sms.
Jantungku
makin deg-degan sebab ia bicara dengan nada yang sangat pelan. Padahal pelan
suaranya semata agar tidak mengganggu suasana yang sudah malam dan takut
mengangganggu adek dan mamanya yang tengah tidur. Kutahu Mamanya telah begitu
lelah seharian dari mengurusi rumah, juga menelpon pelanggan lele yang beberapa
hari terakhir ini cukup ramai.
Wajahnya
melihat ke arah pintu samping TV flat besar di ruang keluarga. Ia inginpastikan
suaranya tidak keras karena mengganggu Mama dan adiknya. Tapi nampaknya adeknya
Ninis masih terjaga. Rupanya ia sedang menonton sinetron kesukaannya.
Mas….!!
Tiba-tiba Nonie membuka bicara. “Ini saatnya saya mesti bicara dengan Mas Ai
takutnya tidak ada waktu buat bicara karena besok Selasa Mas Ai harus bersigera
menuju Jakarta.
“Sebetulnya
niatnya sudah dari kemarin untuk ngomongin masalah ini. Aku sedang mencari
momen yang tepat. Aku sedang mencari bahasa yang pas agar tidak kesalahan saat
bicara. Makanya baru malam ini, aku coba untuk bicara ke Mas Ai”. Kulihat ia
serius tapi santai. Jantungku makin deg-degan tapi tidak sekeras deg-degan saat
aku mendengar berita ketidak perawanannya. Mendengar cerita yang pertama, aku
tidak bermasalah. Aku siap dan aku juga menerima. Hal yang sama pada cerita
kedua ini, aku juga harus siap. Selama ini ia menyampaikan cerita secara
perlahan dan sedikit demi sedikit. Aku tidak tahu kenapa….!!! Mungkin karena
keterbatasan waktu atau ia menunggu saat tepat. Ia seperti ibunya yang sangat
pelan saat cerita. Tak jarang menggunakan bahasa kiasan. Aku sesungguhnya agak
kecewa saat Mama dan juga Ayahnya masih saja menutup-nutupi apa yang sebenarnya
tentang diri anaknya padaku. Tentu karena beliau sangat berharap padaku.
Aku
terlanjur diposisikan seperti anak bodoh. Walau lagi-lagi dasar filosofis dan kesiapan
hati cukup membantuku. Namun jiwa manusiawi berkata kenapa aku mudah dibohongi….??
Disisi lain jiwa bijakku mengatakan bahwa Dia tidak seperti itu. Dan pada akhirnya
aku telah menjadi sangat pengertian.
“Mas
Ai, sebenarnya ada sebuah cerita yang Mas Ai sudah pernah dengar. Ia berhenti
sejenak lalu melanjutkan. “Aku seorang pemakai….!!!!” Aku tidak terlalu
terkejut jika beritanya tentang dirinya yang pemakai sebab aku sudah tahu saat
di Bandung. Aku dan Dia pernah sama-sama membuang barang haram yang dibawanya
itu di Kamar mandi dulu saat silaturahmi tiga hari di Bandung (rumah mbahnya).
Aku tahu bahwa ia seorang pemakai. Aku kaget tapi aku tidak pernah takut dengan semua
cerita-cerita bahkan yang paling menakutkans sekalipun. Bagiku kisah paling
menakutkan dan paling mengerikan bagiku adalah saat manusia masih membanggai
ketiadaan Tuhan. Mereka adalah manusia yang lebih memilih kebahagiaan sesaat
dengan mengumbar nafsu bejatnya. Atau membanggai kelakuan bejatnya dengan
menodai kehormatan wanita.
“Kalau
tentang Engkau Pemakai, aku sudah tahu. Adik pernah cerita dulu saat di
Bandung” Buru-buru Ia menjawab itu betul
tapi bukan itu. Ia berhenti sesaat dan buru-buru melanjutkan. “Mas Masih ingat
saat mama cerita tentang Aldi…..!!! Jrengngng.. Jreng..jreng ….!!!. Aku sontak
kaget. Dalam hati mengapa nama itu lagi yang selalu muncul dalam hubungan ini.
Lagi-lagi selalu terkait dengan Aldi, mantannya. Semua ada kaitanya dengan Aldi…!!!!”
Aku sangat tersentak saat ia menyebut nama seseorang yang aku hampir tak kuat
mendengarnya. Bukan karena Aldinya jahat sebab di mataku laki-laki itu baik
bahkan sangat baik. Jika tidak, tidak mungkin ia akan dekat dengan Nonie. Aldilah
yang selama ini telah mendampingi semua masalahnya. Makanya aku tidak pernah
setuju jika Aldi dinilai jelek hanya karena aku yang kini akan menikahinya.
Tidak aku tidak setuju jika Mama dan juga ayahnya melakukan hal itu. Aku justru selalu memberi peluang pada Nonie
untuk memilih lelaki terbaik. Aku selalu memberi kesempatan padanya. Aku
menyilahkan Nonie untuk orang lain. Intiny selama pilihan itu akan membuat Nonie
bahagia.
Semestinya aku tidak berkata seperti itu. Aku
hanya tidak ingin diduakan. Aku tidak ingin dikhianati, ditipu ataupun
dibohongi. Karena aku mencintainya. Persolan kompleks menjadikannya dalam
posisi sulit. Sementara aku telah menilainyaa sebagai wanita yang mudah beralih,
sebab saat berhubungan denganku ia juga masih berhubungan dengan Aldy. Ada
seorang teman dekatnya dulu mengatakan bahwa cinta mereka tak bisa dipisahkan.
Jika itu benar berarti aku selama ini adalah penghalang. Aku tidak mau merusak hubungan
mereka.
Aku
tak tahu apa arti senyumnya malam itu. Terang cahaya Lampu memperjelas ceria
senyumnya malam itu. Selama bersamanya, sedikit banyak aku telah memahami apa
dan bagaimana arti mimik wajahnya, bagaimana mimik saat ia jujur dan bagaimana
mimik saat ia berbohong. Saat aku tak mampu mengartikan mimiknya, rasanya
rahasia Tuhan adalah tantangan menarik untuk membiarkan semua. Biarkan rahasia
itu ada dan disimpannya. Biarkan senyumnya tak bisa kupahami walau dalam
kenyataannya mungkin kebohongan sekalipun. Dan dalam kasus terakhir
kebohongannya bias aku terima alias tidak bermasalah sebab ada alasan logis
kenapa harus berbohong. Karena lama terdiam dan Nonie tidak cerita soal Aldi
itu, makanya aku justru menyakan Aldi.
“Apa kaitanya Aldi…!!!??” Dalam hati, jadi ternyata memang benar semua bahwa Aldy
memang tak bias terpisahkan. Memang ia adalah tujuannya akhirnya. Memang
kuncinya ada padanya.
Apa
maksud Nonie bahwa semua ada kaitanya dengan Aldi.??
Buru-buru
ia menjawab “Bukan-bukan,, Bukan Aldi….!!! Maksudnya bukan ia yang jadi
pemikiranku. Lalu..??? Cepat aku balik bertanya.
“Mass……<
sejujurnya ada masalah lain yang mau aku sampaikan. Aku mau hubungan kita ke
depan semua berjalan dengan baik tidak
ada yang getun di belakang dengan
adanya perjodohan ini. Aku berat mau mengatakannya”. Ia tertunduk. Sejauh ini,
aku melihat banyak hal positif terjadi padanya. Ia mulai berani untuk terbuka. Tak
ada lagi yang ditakutkan sebagaimana saat ia ingin menjelaskan bahwa dirinya
yang tak lagi “perawan”. Mungkin karena Ia telah tahu bagaimana aku saat
mendapati masalah. Ia sudah cukup mengerti karakterku. Katanya Mas Ai orangnya bisa Nrimo. Katanya lagi Mas Ai itu
orangya sabar. Bahkan sangat sabar.
Awalnya
agak ragu-ragu ia mengatakan, kulihat ia beberapa kali menarik nafas panjang.
Sejurus kemudian ia terlihat lebih tenang. Tanda bahwa ada sedikit rasa takut
lagi yang menyelimutinya.
Aku
terjerat hutang dengan Bandar
Narkoba????
Mendengar
kalimat itu meluncur darinya, rasanya aku tidak perlu merasa terkejut. Aku
tidak perlu terkejut sebab berita tentang ketidak perawanannya saja, aku bisa
terima. Apalagi sekedar berita soal hutangnya. Meski demikian ini soal sangat
serius.
Bayanganku
tertuju ceritanya saat di Bandung, juga pada cerita Aldi yang pernah nemuin ortu-nya
yang mengatakan bahwa Nonie saat itu sedang ada transaki Narkoba di suatu
tempat di bilangan Jakarta. Waktu itu Mama dan Ayahnya tidak terima. Tidak
percaya jika Nonie terlibat narkoba…!!
Dan
dengan kejujurannya bahwa dirinya terlibat hutang dengan Bandar Narkoba pasti
ada kaitanya dengan cerita Aldy dulu. Dan sejujurnya aku sudah percaya pada
cerita Aldy itu, sebab memang ia pengguna Narkoba. Kami (Aku dan Nonie) pernah
sama-sama membuang benda itu di toliet di Bandung. Maka saat Aldi pernah
mengadu dan mengatakan bahwa Nonie terlibat dengan Bandar Narkoba, maka
sebenarnya berita itu ada benarnya. Aku menduga bahwa Nonie terlibat lebih jauh
dengan kegiatan yang satu ini.
Terusss…!!
Aku memintanya untuk melanjutkan ceritanya.
"Baru-baru
ini Arjen menelpon minta bayaran atas dua paket Narkoba yang pernah aku pakai”.
Aku sendiri sangat kaget dengan adanya hal tersebut.
“Koq
Dia (Arjen) bisa tahu Non ada di Malang..??
“Dari
GPRS-ku yang aktif." Aku berusaha tarik nafas dalam-dalam. Lagi-lagi
terpikir dalam benakku cerita heboh apa lagi...?? Sepertinya masalah tidak akan
pernah beralih darinya. Dari yang berat hingga yang ringan. Bencana di tipu
orang ratusan juta beberapa waktu yang lalu pun belum tuntas. Hal yang sama
pernah dialami orang tuanya saat kerja sebagai agen PJTKI yang mengharuskan
ibunya masuk penjara. Kini nasib yang sama menimpa anaknya alias Nonie, calon
istriku dibelit hutang nasabah yang menginvestasikan dananya lewat dirinya.
Malam
itu, ia melengkapi ceritanya bahwa dirinya sedang dikejar-kejar Bandar Narkoba.
Namanya Arjen, temen kuliahnya dulu saat di Depok. Ia sengaja dating untuk
menagih. Arjen kini telah tahu dimana Posisi Nonie.
“Aku
sangat takut Mas. Sumpah aku sangat takut…!!”
Kata-kata ancaman paling mengerikan pun terucap yaitu saat Arjen mengatakan
bahwa semua hutangnya yang total mencapai angka 50 juta akan selesai saat Non
mau melayani semua nafsunya atau melayani nafsu bejatnya. dan itu
disampaikannya berkali-kali dalam beberapa pertemuan terakhir di Kota Malang
yaitu saat bertemu di Matos (Malang Town Squere).
Sesungguhnya
aku sedang mulai mengerti kenapa Aldi mati-matian tak bisa lepas dari Nonie karena
ia ialah laki-laki yang selama ini telah membantu Nonie menuju kesembuhannya dari
ketergantungannya pada Narkoba. Aldi yang mengorbankan pekerjaannya untuk
menemani penyembuhan Nonie di puncak. Itulah sebabnya kukatakan bahwa Aldi
orang baik. Kedua semua pengorbanan telah diberikan Aldi dari harta dan waktu dan
juga tenaga. Wajar jika hingga saat ini Aldi tak pernah bisa melepaskan Nonie begitu
saja. Dan aku sudah bisa memahaminya.
Tapi…
disaat aku sudah mulai memahami Aldy, kini muncul nama baru. Nama dari
seseorang yang telah memberi kontribusi paling besar hingga Nonie terlibat
dengan obat-obatan.
Malam
itu, Nonie mau menceritakannya. Arjen tiba-tiba datang dan meminta bayaran atas
paket Narkoba yang pernah dikonsumsi-nya, Dan yang lebih parah adalah, Nonie
dihadapkan dengan ancaman jika tak mampu membayar atau melunasi kekurangannya.
Arjen berkali-kali menawarinya dengan tawaran yang bagiku sangat mengerikan.
“Ia
bilang hutangku akan lunas jika mau menuruti keinginannya…!!” Nonie mengatakan
di telingaku pelan. “Arjen beberapa kali Ngomong kaya gitu..!!!”
Aku sangat tersentak. Wajahku mungkin membara
seperti bara baja yang mencair di pabrik sana. Sebab ini paling kutakutkan.
Walau aku siap mendengarnya. Haruskah aku juga merombak keyakinanku bahwa tidak
ada wanita yang terjaga.Apakah memang tidak ada lagi wanita yang aman dari
hal-hal semacam itu.
Kini
yang kukhawatirkan adalah Arjen. Satu sisi aku belum mampu menyelesaikan
masalah hutang-hutangnya. Kini Ia ternyata menghadapai masalah baru yang
nilainya hamper sama dengan hutang-hutang yang sedang membelitnya.
Di
akhir pembicaraan itu ada SMS masuk ke HP Nonie. Isi SMS itu, ia tunjukkan padaku.
Halo Gimana Kirimannya.??? Sudah tak usah bingung-bingung. Temui aku di kamar
"Hotel Madurasa" kamar 201.
Temani aku bermalam disana maka semua hutangmu Lunas...!!!.
[1] Arif Budiman, Aktifis CENTER (Community
of Nation Character Building) atau komunitas Guru Untuk Pembentukan
Karakter Bangsa. Guru MAN 21 Jakarta.
Saat ini sedang menempuh S2 Islamic Philosophy, ICAS Paramadina. Alamat Rorotan
Cilincing Jakarta Utara. Telp. 02141872917. E-mail: tirta_pawitra@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar