MENUJU METODE ILMU YANG TRANSENDENTAL
Segala puji hanya milik Allah, yang telah meneguhkan kebijaksanaan yang ada dalam setiap diri kita jalan untuk selalu mendekati-Nya. Shalawat serta Salam semoga senatiasa tercurah kepada baginda rasulullah SAW. Hampir tiga tahun lamanya kuliah di ICAS, banyak materi yang sangat menggugah kesadaran Transenden. Saat dahaga dan pencarian panjang tentang kebenaran dan keyakinan yang tergenggam di tangan ini tak ada satupun orang dan juga ilmuwan meliriknya. Yang ada justru mencibir konsep kita tak bisa diterima dalam ilmu pengetahuan. Konsep itu metafisis dan ditolak ilmu pengetahuan. Sejak saat itu pengembaraan ini belum akan berakhir.
Kini ada sepercik cahaya yang memantikkan api pemikiran yang menggugah kesadaran. Dan sesuai dengan apa yang selama ini penulis genggam erat di tangan ini. Yaitu kesadaran transendental. Kesadaran paling penting yang semestinya selalu ada dalam hidup manusia. Kesadaran yang menjadikan mausia selalu dekat dengan Tuhan. Kesadaran yang menjadikan diri masnuai tahu dengan kedudukannya dengan Tuhan. Kesadaran yang di era Modern sangat langka bahkan nyaris tiada.
Barat terutama filsafat anti Ketuhanan harus bertanggung jawab atas noda sejarah yang ditinggalkannya. Frustasi abad pertengahan semestinya tak perlu membawa kita dalam derita mereka. Sejak saat itu manusia hilang kediriannya. Manusia tak mampu menggapai tujuan tertinggi dalam dirinya. Fakta-fakta keterasingan dan derita peradaban menggurita dalam ilmu pengetahuan kita, membumi dan dipaksakan dalam nafas kehidupan pengetahuan kita. Tuhan diasingkan dari ruang eksistensi kita serta menganggapnya tiada bahkan alat ketuhanan (baca: agama) ditduh menjadi biang ketertinggalan.
Terhadp situasi ini, kita tahu bahwa sesungguhnya akar dari pengabain dan penegasian terhadap adanya Tuhan. Atau Tuhan yang diasingkan sesungguhnya berawal dari sebuah petaka abad kegelapan yang menjadikan agama disingkirkan dan dipersalahkan dalam bencana ilmu dan peradaban.
Agama serta merta ditinggalkan, idiologi anti Tuhan memimpin peradaban dan petaka kemanusiaan pun tak dapat dielakan. Manusia kering yang tak sadar dengan Tuhan, menolaknya padahal dalam jiwa terdalamnya masish menyisakan keyakinan adanya Tuhan.
Thesis ini adalah secuil keresahan pada nasib keadaban kita yang terenggut. Peradaban yang lama telah hilang peradaban transenden telah lama digadaikan. Peadaban kita telah mereka hancurkan secara sistematis agar pergi sejauh-jauhnya dari Ilmu pengetahuan. Adagium Tuhan tidak ada. Tuhan adalah ilusi. Agama candu dan lain sebagainya adalah jargon kebodohan yang selalu mereka pertontonkan dan kampanyekan. Tulisan ini berusaha menggali mutiara-mutiara yang terserak dari orang-orang yang berusaha keras menjawab problematika ilmu pengetahuan kita, yaitu yang masih mengikuti jiwa Transendennya. Orang yang mengabdikan sepeuhnya dri dan pemikirannya pada upaya membangun peradaban yang utuh. Peradaban yang dibangun diatas kesadaran tarnsendent.
Kini saatnya membalikan keadaan. Meminta mahkota ilmu pengetahuan pada tempatnya yang sebenarnya. Meski ilmu pengetahuan telah melahirkan dan menyumbangkan karya canggih dalam bidang teknologi, bukan berarti kita tunduk begitu saja saat sang kreator kecanggihan teknologi itu sebagai ada yang eksis itu terabaikan.
Mulla Shadra adalah ulama yang gelisah melihat ilmu pengetahuan kita. Beliau adalah manusia yang menyadari betapa persoalan transenden adalah pondasi dalam beragama. Upaya para filosof semisal Ibnu Sina dengan penjelasan Burhani atau demonstratif tentang Tuhan atau agama sudah sangat membantu upaya pembelaan terhaadp doktrin agama yang mendapat serangan kalangan atheis, meski beluma mampu memuaskan kalangan irfani dalam menjelaskan eksistensi Tuhan. Sesudah Ibnu Sina lahirlah Mahzab Iluminasi sebagai bentuk ketidak puasan metode Peripatetik yang cenderung menggunakan akal saja sebagai upaya menggali kebenaran atau pengetahuan. Sementara menurut kalangan Iluminasi akal punya keterbatasan.
Sayangnya saat Suhrawardi Al Maqtul mengembangkan konsep Iluminasi dalam perpektif cahaya pun tak juga memuaskan ilmu pengetahuan. Sebab di tangannya Pemahaman tentang Tuhan menjadi terkesan sangat mistik dan cenderung mengabaikan akal. Semua gagasan tentang pemikiran tentang Tuhan dan juga konsep ilmu pengetahuan belum mampu memberi kepuasan akan hilangnya rasa dahaga kita akan penegasan pengetahuan yang benar (baca: Tuhan). Maka lahirlah Ilmuwan zaman, Mulla Shadra dengan konsep kombinasi dari pemikiran para filosof sebelumnya. Mulla Shadra berusaha membuat sintesa tentang pencarian kebenaran dalam ide besar bernama Hikmah AL Mutaaliyah, Teosofi Transenden.
Sejak saat itulah ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat seperti tersentak dari tidur dan berusaha bangun dari lelapnya malam dan mimpi tentang kebahagiaan yang tak pernah nyata. Ilmu pengetahuan yang menguasai manusia tak mampu mengantarkan manusia pada kebahagiaan sejatinya, Dialah the ultimate, Allah SWT. Inilah pondasi utama yaitu tema tentang Tuhan yang selama ini diasingkan. Tuhan dianggap bukan tujuan. Parahnya sejauh ini masih ada dan banyak manusia yang meyakini tiadanya Tuhan.
Thesis ini tidak bicara Hikmah Mutaaliyah secara detail, tapi thesis ini hanya menjadikannya basis pemikiran untuk melihat fokus kajian pada metode ilmiah yang digagas Mulla Shadra dan filosof Islam lain yang concern pada tema metode ilmiah atau dalam cakupan materi tentang Epistimology
Tidak ada komentar:
Posting Komentar