SENANDUNG ANTI
MORAL:
Oleh: Arif Budiman
Lagu
berjudul “Hamil Tiga Bulan” yang
dibawakan oleh Tuty Wibowo, hampir tiap saat kita dengar di ruang dengar kita.
Tanpa sadar kita telah disajikan satu pembelajaran yang masuk dalam ruang pikir
anak kita. Setiap hari mendengar lagu
itu sangat asyik dengan beat dangdut yang syahdu mendayu. Tak ada sedikitpun
pesan pendidikan disana. Yang terjadi justru kampanye kebebasan seks. Ada penanaman
nilai negatif dalam diri anak bahwa hubungan pra nikah adalah hal yang biasa.
Ada
juga lagu berjudul “Cinta Satu Malam” yang dinyanyikan Miranda, isinya memang
sangat umum dan berusaha menghindar dari penilaian negatif, namun sesungguhnya
ada pesan anti moral didalamnya. Ada pesan atau nuansa tentang pembiaran tanpa
batas sebab tafsir lagu itu menurut penulis lebih menjurus pada hubungan bebas
yang dilakukan oleh orang-orang yang belum atau tidak sah. Bisa dengan PSK,
atau bukan pasangan sahnya.
Tak
berbeda dengan nasib lagu daerah. Atau dalam hal ini lagu Jwa yang diharapkan
mampu membangun sisi nilai tradisional pun ikut tercebur dan menceburkan diri
dalam arus komersialisasi yang sangat fisikal, seperti “Tragedi Tali Kutang” –nya
Cak Dikin yang dimaksudnya mungkin meninggalkan kesan lucu tapi sesunggunya
sangat tidak memahami bangunan Moral yang kita.
Tak
kalah, Lagu Rock yang kita bisa dengar pun tak terelak dari pesan-pesan yang
mencederai rasa moral kita. Judul lagu “Rumah Kosong Tujuh” dengan sangat jelas
meninggalkan pesan bahwa hubijgan seksual bebas sebagai satu hal yang boleh
saat orang tua tidak ada di rumah.. Maka pasangan kekasih boleh berbuat apa
saja. Lagu Boomerang berjudul Isi “Dalam Rok-Mu” meninggalkan pesan yang sama.
Sudah sebegitukah nilai di masyarakat kita? Di Amerika hal semacam ini memang
dibebaskan atau dianggap bisa. Lihat saja dalam flm-film karya mereka yang
nyata-nyata membawa pesan anti moralitas.
Dalam
fenomena ini, tidak ada tanggung jawab untuk sama-sama menjaga nilai moralitas.
Di saat terpaan moral yang mengkhawatirkan itu menggempur kita, di saat yang
sama kita bangsa Ini justru malah menyumbang kesrusakan moral ini. Alasan
Komersial dimenangkan sebagai dalil bertahan dalam kehidupan yang berat.
Kenyataan ini makin menguatkan betapa moralitas yang didamba seperti “api jauh
dari panggang”. Betapa perjuangan moral akan smakin berat. Betapa akan semakin
marak kerusakan moralitas yang akan berdampak pada kerusakan di aspek yang
lain.
Kontruksi
sosial kita telah termakan pemikiran bahwa tidak zamannya lagi lagu Balada yang
menyenandungkan kisah kehidupan sebagaimana yang ditulis atau dinyanyikan Ebiet G Ade atau Iwan Fals tentang kondisi negara. Kontruksi sosial hari ini lebih
memilih tayangan lagu bisa memenuhi aspek market yang tujuannya untuk memenuhi
kesenangan sesaat. Terlebih dengan murah meriahnya harga Cd bajakan yang dijual
di pinggir-pinggir jalan. Lagu-lagu Koplo terjual bebas di Masyarakat kita,
lagu-lagu itu tidak memperhatikan atau tidak mempedulikan isi atau kandunagn
dalam lagu. Sebaliknya yang ditampilakan adalah gaya penyangyi atau goyangan
sang penyangyi lebih digemari seorang aki-aki di pinggir toko yang asyik
memilih lagu-lagu Koplo. Lagu relijius hanya digemari saat Bulan Ramadhan,
hanya untuk memenuhi haus akan nilai spiritual yang sifatnya sangat
sementara.
Tidak
ada pesan moral dalam lagu-lagu yang sebagaian saya sebutkan diatas. Lagu Rhoma
yang dibangun diatas kesadaran Ketuhanan pun berubah menjadi lagu komersiil
yang hanya bernilai sekedar goyangan sanga penyanyiyang nyaris telanjang di
panggung-panggung hiburan. Lihat saja cd-cd yang dijual murah di
pinggir-pinggir jalan. Masih banyak lagu atau karya serupa bahkan lebih
memprihatinakan ketimbang lagu-lag utersebut.
Dalam
hal ini kita tidak perlu menyalahkan siapapun kecuali kesalahan itu harus
diarahkan pada diri sendiri. Kedua adalah sistem dan serbuan pemikiran yang
sangat kuat di negeri ini. Ekspansi Budaya barat sangat besar berpengarudh di
negeri ini. Di tngkat bawah inilah yang terjadi lagu-lagu Koplo di kalangan
modernis kota betapa Ngedugem telah menjadi tradisi dan bagi yang jika tidak
melakukany akan dinilai ketinggalan zaman.
Ini
memang pekerjaan berat, melawan sistem kuat yang membabi buta. Kehidupan negara
pun tak beranjak baik, tak pernah sadar bahwa perlawanan sesungguhnya adalah
pada kelompok anti moral yang kenyataannya menggerus nilai luhur budaya
sendiri. Betapa banyak anak-anak kita yang telah hamil di luar Nikah belum lagi
kasus pengaborsian yang melanda anak bangsa ini. Di Cilacap ditemukan puluhan
janin bayi dalam satu seotitank. In ibencana moralitas yang sangat luar bisa.
Adakah
kaitanya dengan lagu-lagu ini dengan realitas kerusakan moral yang ada
disekitar kita. Tentu saja ada sebab entitas sosial kita jalin berkelindan dan
lagu itu setidaknya menggambarkan kontruksi sosial itu. Memang banyak faktor
penyebab kerusakan moral tapi lagu atau kesenian meiliki peran startegis selain
sebagai hiburan, lagu juga merupakan penyampai pesan yang sangat efektif jika
lagu tidak puny tanggung jawqab pembangunan Moral maka akan sangat sulit upaya
pembangunan Moralitas yang kita damba. Akan seperti apa sesungguhnya kontruksi
moralitas kita.
Ini
adalah kegelisahan kita (untuk tidak sekedar mengatakan ini hanya saya yang
mengalami). Ini pekerjaan kita yaitu bagaimana membenahi moralitas yang
memprihatinkan. Lagu-lagu atau karya
kita seemstinya diarahkan untuk hal yang positif, yaitu karya yang memicu penguatan
moralitas, spiritualitas dan intelektualitas.
Lagu ini sesungguhnya adalah proses pendidikan
anti moral, yang sengaja disebarkan. Sudah saatnya kita kembali pada nilai
Luhur kita. Saatnya kita memilih lagu yang lebih bersahabat dengan Jiwa sehat
kita. Lagu yang menggugah dan menjunjung Nilai kita. Lagu yang menyenandungkan
keindahan Alam, Tuhan dan Nilai kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar