Oleh: Arif
Budiman[1]
Malam ini
perjalanan naik bis, kurasa lancar. Angin dan kerlip lampu Tol Jakarta -Cikampek
penuh asa. Ada harapan dan doa disana. Aku akan menemuinya. Aku tahu ia tak
bisa menolak keinginan orang tua. Dua hari lalu SMS datang darinya, menanyakan
kepastian datang ke Malang. Aku tak sanggup berkata-kata, Aku hanya tahu bahwa aku harus menemuimu disana.
Lama aku tidak
menemui-Mu. Padahal momen indah yang hendak kau saksikan. Engkau Ingin aku
menyanyikan Senandung Kupu-Kupu. Akhirnya engkau mau menceritakan keinginanmu
Padaku. Senandung Kupu-kupu yang aku sudah bisa mengira engkau akan memintaku
menyanyikannya. Di hari Ulang Tahunmu, Engkau memintaku menyayikannya. Engkau
Punya Harapan. Jangan khawatirkan, Aku masih mau
mendengar dan menyanyikannya. Meski Bukan Saat Ini.
Aku sedang menuruni lembah Timur. Tempat yang pernah memberiku
Ketenangan. Sebentar aku datang. dan Mendengar Ceritamu. Aku masih ada
pekerjaan yang harus kubereskan. Jadwal kuliah yang kini sangat padat. Bukan
berarti aku lebih mengutamakan kuliahku. Ini semua untuk kepentingan kita. Aku
ingin mnyelesaiian studi ini dan segera menemuimu sebab itu adalah bekalku. Aku
ingin mengajar di Malang. Berguru pada
rorang-orang luar biaa yang kaya akan pengalaman hidup dan
nasihat-nasehat berjiwa.
Aku pernah
bilang untuk tidak berucap janji. Aku berusaha untuk tidak mengucapkan kata
yang akan menjadi janji itu. Aku memang sedang sangat membenci kata ini.
Mengucapkannya telah membuatmu bahagia. Mewujudkannya seharusnya tak membuatku
tersiksa. Maafkan. Aku hanya ingin membuatmu Bahagia. Seuntai harapan
menjadikanku mengucapkannyai. Dan kau sudah sangat tahu aku akan sulit
menepatinya. Tapi aku bisa.
Sudah lama
kusiapkan “Senandung Kupu-Kupu”. Aku ingin menyanyikannya Untukmu. Syairnya tersimpan
dalam jiwa. Aku akan segera menyanyikannya. Kuharap engkau menerima. Senandung
lama yang sesungguhnya engkau sangat sukai. Tak sedikitpun orang bisa
menghentikanmu untuk tidak mencintai Senandung ini, Senandung Kupu-kupu.
SMS darimu. Memastikan
janjiku menjadi nyata dan bukan semata kata-kata. Aku sedang di Bis menuju
tempatmua, Malang Selatan yang menunjukiku adanya harapan baru Jiwa. Aku
menyukainya sejak pertama engkau mengajakku kesana. Engkau sepertinya sangat mengharapkan ku untuk
menyanyikan lagu itu. Harapanmu sangat besar. Walau sesungguhnya aku hampir tak
sanggup menyanyikan lagu ini. Aku memang telah menciptakannya untukmu.
Senandung Kupu-Kupu, lagu tentang Jiwa Yang Mencinta dan penuh harapan pada
Cinta. Aku nyaris tak bisa menyayikannya. Beberapa kali kubuat tangga Nada.
Beberapa kali kubuat bait-baitnya. Aku nyaris tak bisa menyanyikannya.
Aku yakin akan
bisa menyanyikan lagu itu untukmu. Aku juga yakin dan membuatmu bahagia. Sesaat
lagi aku akan sampai dan menemuimu. Kan kudapati wajah lama yang kudamba.
Mendapati senyum lama kudamba. Iya aku pasti akan membuatmu bahagia.
Saat dalam Bis
ini aku seperti sedang berusaha menyanyikan lagumu. Senandung Kupu-Kupu. Lagu
yang tak pernah orang menyanyikannya. Sebab itu adalah lagumu. Kilatan-kilatan
cahaya sepanjang jalan menerpa ruang dalam bis yang melaju kencang.
Sesampai
disana, tepat pukul 09.00 pagi Bus berhenti di terminal Arjosari Malang. Kutahu
terminal masih jauh dari Gondang Legi. Ku SmS bahwa aku telah sampai dan cepat
engkau memberi jawaban bahwa sebentar akan dijemput. Di parkir Timur kau
memintaku menunggu. Ada rasa was-was yang meyergap kian kuat. Aku sangat takut.
Aku ragu dnegan lagu yang akan kubawakan untukmu. Aku jadi ragu apakah aku
sanggup menyanyikannya untukmu.
Tak berapa
engkau telah datang dengan Panther putih , mobil kesukaanmu. Engkau sendiri
yang membawa mobil itu. Tidak bersama sopir pribadimu. Aku tahu darimu bahwa
sopir pribadi sudah lama diberhentikan sebab kinerjanya yang buruk. Engkau kini
telah ada dihadapanku, dari dalam mobil kulihat sosokmu. Engkau sambut
kedatanganku. Tapi mengapa wajah itu sirna.. Aku tak melihat sinarmu. Aku tak
temui antusias sebagaimana harapan dan antusias dirimu dulu. Ada yang berbeda.
Engkau lebih
banyak diam. Wajahmu biasa sebagaimana biasanya dirimu yang diam dan menyimpan
tanya. Mungkin karena engkau yang menyetir mobil itu hingga tak sanggup bicara denganku.
Ada apa..? Aku sempat memancing dengan tanya. Aku ingin ia sebagaimana dirinya
dulu saat pertama berjumpa. Aku yang salah aku yang lama tak menemuinya. Aku
tak bisa menjadi seperti apa yang diinginkannya. Sampai di rumah aku disambut
sebagaimana biasa. Ibumu bicara biasa. Ayahmu masih seperti biasa dan leih
memilih sedikit bicar sebab itulah karakternya. Sebagamana diriku yang juga
sedikit bicara.
Angin pagi
Gondang Legi menerpa wajahku di tengah seruput kopi hitam kesukaaku yang
disediakanya. Tadi malam aku tak bicara. Pagi ini engkau akan pergi kerja.
Pulang Sore bahkan malam. Saat aku minta waktu untuk bicara. Engkau hanya
mengatakan sedang sangat lelah dan besok engkau akan menyanggupinya. Aku tahu engkau
sedang dendam kaena lama aku tak menemuimu. Ia justru mengatakan bahwa mama dan
ayah yang akan bicara. Mereka akan menjelaskan semua.
Hari kedua, aku
di rumahmu. Aku makin merasa sangat hampa. Kicau burung dan kemericik air kolam
tak mampu mengubah hampa itu. Waktu menunu siang, saat dirimu masih di
kantor.Ayah dan Ibumu mengajakku berbicara.
Sebuah pembicaraan yang sangat mendalam. Hingga aku harus larut dalam
lautan itu. Sebab itu menyangkut dirimu. Tentang Senandung kupu-Kupu. Lagu lama
yang dulu sangat dikaguminya. Lagu lama yang aku tak sanggup menyanyikannya.
Kini lagu itu telah ada yang mampu menyanyikannya. Nadanya pun sangat Indah
seindah irama Surga yang didamba setiap manusia. Pembawa lagu Senandung
Kupu-Kupu itu sangat mendalami lagu itu. Lebih Indah dari apa yang aku yang tak
bisa.
Ijinkan saya
memuinya walau hanya sesaat. Aku akan menyayikan lagu itu untuknya. Aku pasti
sanggup menyanyikannya. Melebihi laki-laki yang telah sangat memahami dan mampu
membawakan lagu itu dengan sangat baik. Ijinkan saya Ayah dan Bunda. Mas Afandi
tidak akan bisa menyanyikannya…! Kalau begitu Ijinkan aku menemuinya walau pun
ia kini sedang ada bersamanya. Tapi hanya untuk pamit ya Mas. Selamat Tinggal
Cinta. Aku sangat menghargaimu. Aku hanya ingin engkau Bahagia. Temuilah laki-laki
itu. Hiduplah bersamanya. Engkau akan bahagia bersamanya.
Saat aku
pamitan kau titikkan air Mata, air Mata yang memastikanku bahwa engkau tak bisa
melepaskanku. Aku tahu engkau akan menungguku. Sebab Senandung Kupu-Kupu
karyaku akan selalu menemanimu. Aku akan menunggumu Kembai Padaku. Untuk Cinta
kita..
Bojong Rangkong,
21 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar