LEIBNIZ
MASIH TERTUHAN
(Sisa Kesadaran
tentang Tuhan di Era Pencerahan menuju Modern)
Oleh: Arif Budiman[1]
Tuhan
adalah tema utama dan paling disoroti dalam filsafat. Bahkan kajian tentang
Tuhan menyita hampir semua waktu yang pernah digelar di hampir semua diskusi
pemikiran ini. Tuhan adalah tema yang sangat mendasar dalam alam pikiran
manusia. Sejak awaal manusia bersentuhan dengan Alam hingga ada keterangan dan
doktrin-doktrin ketuhanan, manusia terus terikat dalam tema tentang Tuhan
sebagai entitas pokok dan mendasar dalam pemikirannya. Ada kesadaran dan
pelarian dari realitas ini.
Salah
satu Filosof abad Modern yang terkena badai modernisme tapi sesunngguhnya masih
konsern pada bahasan tentang Tuhan, adalah Leibniz. Hal ini tidak dilakukan
oleh filosof-filosof yang menganggp selesai pembahasannya pada tema tentang
Tuhan. Dan sesudah ini memang telah dengan sangat cepat perkembangan gagasan
yang mengabaikan Tuhan. Setidaknya Tokoh paling depan yang membawa konsep anti
tuhan seperti Karl Marx dan juga Nietsche dan dilanjutkan beberpa filusuf lain
berkembang dan mempengaruhi dunia pemikiran hingga waktu yang sangat panjang.
Kerusakan peradaban pun adalah hal yang tak bisa dielakkkan dari pengingkaran
pada konsep Tuhan.
Tulisan
ini bertujuan untuk menunjukkan dan memperlihatkan kepada sidang pembaca
betapa, kebangkitan eropa telah dimulai dan geliat perubahan fundamental
terjadi dalam setiap aspeknya. Sayang kebangkitan itu dibangun di atas tuduhan
bahwa agama adalah penyebab kehancuran yang ada selama ini dan itu dilakukan
oleh kalangan agama. Dan pada akhirnya agama dan salah satunya tema tentang
tuhan dipaksa bungkam dari pentas pemikiran dan juga hasil peradaban. Atau
lebih spesifik di atas bangunan pemikiran tentang Tuhan. Sehingga Tuhan
dipersalahkan. Tuhan di anggap sebagai biang atau penyebab kemunduran.
Antitesisnya tentu Tuhan harus dianggap tidak ada. Tiada Tuhan adalah ide yang
sangat kuat bercokol pasca abad pertengahan. Sehingga jika masih ada filosof
yang masih menganggap keberadaan Tuhan, tentu menunjukan masih adanya mutiara
yang tersisa. Sehingga masih ada yang perlu diselamatkan dari alam pemikiran
ini.
Boigrafi
Leibniz
Liebniz
nama lengkapnya Wilhelm Leibniz dilahirkan di Leipzig, Jerman. Ia hidup antara
tahun (1646 – 1716) Ayahnya seorang Filosof Moral. Menunjukan bahwa dalam
dirinya telah tertanam tentanga nilai-nilai agama yang sangat mendasar dan
telah lama berkembang di Eropa.. Masalah-masalah individualitas menjadi tema
favoritnya. Ibunya Chatarina Schmuck adalah seorang putri dari seorang ahli
hukum. Ayahnya meninggal saat Leibniz berumur 6 tahun. Saat memasuki usia 8
tahun, Ia dimasukan dalam sekolah Nicolai di Leipzig disini ia mempelajari
bahasa Latin. Dalam usia yang masih muda, ia sudah memperlihatkan kegemarannya
pada kakjian imu pengetahuan. Ia senang membaca karya-karya klasik, filsafat
scholastik dan puisi-puisi kuno.
Saat
masih kuliah ia secara serius mempelajari ilmu hukum, Filsafat dan Mathematika.
Ia menyelesaikan sarjana mudanya dengan thesis yang berjudul “The Principle of
Induviduation” Di Usia 20 tahun Leibniz memperoleh gelar doktornya dalam bidang
hukum. Beberapa tulisannya dalam bidang hukum dan filsafat diterbitkan.
Beberapa karyanya seperti “Meditation of
Knowledge”, Truth and Ideas, Discurses of Methaphisics, Primary Truth, New system, On the Ultimate of Orogination of
Things, On natuture Its Self, Teodicy, Monadology dan Prnciplesof nature dan
Grace.
Karena
kesibukannya, Leibniz tidak sempat mensistemasikan filsafatnya dan berkat
Cristian Von Wolff (1679 – 1786), filsafat Lebniz menjadi sistem. Leibniz
meninggal pada tahun 1716. Saat dimakamkan, hanya sekretarisnya yang
mendampingi peti matinya.Padahal selama hidupnya Leibnizz sangat aktif. Tentang
Leibniz, orang jerman berkata, “Er Wurde
beer digt wie ein Hund” artinya “Ia dikuburkan seperti seekor anjing”
Pemikiran Tentang Tuhan
Sesunggunya
ia masih memiliki konsep Tuhan yang sama dengan para filosof di zamanyya
sebagaimana Spinoza, Descartes dan juga Blaise Pascal yang sama-sama membincangkqn
tema tentang Tuhan. Walau sesunggunya pemikirannya ia munculkan dalam bentuk
dan Casing yang berbeda. Persamaannya terletak pada konsep tentang Substansi
yang kalau menurut Sinoza ada tiga konsep Substansi yaitu Allah, pemikiran dan
keluasan. Kalau menurut Leibniz, substansi itu ada satu yang memancar
dalam apa-apa yang terlihat di dalam
alam.
Meskipun
terfokus pada tema individu sebagaimana semangat zaman pencerahan yang
menekankan pada aspek individu, Leibniz pun membangun pemikiran tentang Tuhan
dalam mekanisme individu yang disebabkan oleh adanya pengada yang pertama.
Fokus
pokok Lebniz saat membahs tema Tuhan adalah terdapat pada eksistensinya.
Menurut Liebniz eksistensi alam semesta adalah alat yang kontingen. Dalam
argumentasi kosmologisnya, Liebniz menerima adanya penyebab mundur yang tidak
terbatas (infinite). Ia tidak tergantung pada premis penolakan suatu sebab
kemunduran yang tak terbatas.[2] Baginya dunia atau alama semesta adalah suatu
keseluruhan yang terdiri dari pengada-pengada yang bersifat kontingen.
Rangkaian dari pengada-pengada terhubung dengan kejadian-kejadian. Karenanya
dunia sebagai suatu keseluruhan adalah bersifat kontingen. Menurut Liebniz,
adanya eksistensi suatu pengada selalu membutuhkan penjelasan dari
eksistensinya. Jika tidak ada yang eksis, tidak perlu ada penjelasan dari
eksistensi tersebut. Artinya bahwa setiap pengada yang eksis memiliki penyebab
atau alasan mengenai eksistensinya.
Dalam
suatu rangkaian terjalin relasi kausalitas langsung antara pengada yang lebih
awal dan pengada yang kemudian. Bentuk relasi ini kemudian memungkinkan
pemberian suatu penjelasan mengenai eksistensi pengada-pengada dalam suatu
rangkaian. Namun penjelasan ini bagi
Lebniz tidaklah memadai unuk menerangkan esensi suatu pengada. Cara ini juga tidak
dapat memberikan penjelsan yang penuh mengenai eksistensi alam semesta secara
keseluruhan. Selain itu, penerimaan Leibniz akan adanya penyebab mundur yang
tak terbatas juga memberikan suatu batasan bagi pengada-pengada dalam suatu
rangkaian untuk sampai pada penjelasan penuh (sebab awal) atas keberadaannya.
Euforia Modern
( Dampak abad Kegelapan)
Abad
pertengahan telah memberikan dampak yang sanga besar dalam perkembangan
Filsafat yaitu saat doktrin gereja sangat mendominasi. Aba petrtengahan di
tandai dengan pemikiran-pemikiran filosophis tapi kecenderungan sangat sangat
dogmatis. Ajaran gereja dibumikan dengan menempatkan Tuhan sebagai sosok
penentu dan seolah menjadikan manusia terpenjara dalam kejumudan dan kebebasan
yang terpenjara. Tidak banyak karya-karya besar dalam seni maupun pemikiran
pada masa itu. Sangat lama. Sekitar 10 tahun abad ini mencengkram Eropa
sehingga dalam kondisi ini telah membuat mandeg kreatifitas juga dalam Filsafat
yang sepenuhnya sangat mendasarkan pada rasio atau pemikiran manusia.
Dominasi gereja yang berlebihan ini
telah melahirkan kesadaran baru yang dinamakan semangat untuk kembali pada
budaya Yunani dan Romawi yang disebut dengan dengan Renaissance atau abad
pencerahan dengan penamaan pencerahan yang menegasikan gagasan atau menolak doktrin
abad pertengahan yang sangat dogmatik. Pada perkembangannya dogma itu
berkembang dengan adanya Praktek penjualan surat pengampunan dosa atau
Indulgensi. Ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar agama terleih jika
diberlakukan pada kelomok-kelompok yang engga dengan kajian keagamaan atau
hukum agama di ruang publik.
Tokoh
semacam Marthin Luther di Jerman dianggap sebagai pendobrak abad pertengahan
mengakhiri dominasinya dan lahirlah abad baru pemikiran yang lebih membebaskan.
Sehingga semangat paling kuat yang ditunjukan dalam abad Modern adalah pelarian
ari konsep agama. Dan konsekuensi pelarian ini adalah mengabaikan konsep Tuhan.
John Calvin juga sama, adalah tokoh reformasi gereja yang mengkonsepkan Etika
Protestan, yang darinya lahirlah etos kerja yang menjadikan perlunya manusia
memiliki semangat dalam aktifitasnya. Sesudahnya lahirlah nilai kemajuan dan
kebangkitan dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini sejaligus menolak dogma gereja
tentang pengampunan atau ajaran gereja bahwa segala sesuatu datang dan
ditentukan Tuhan.
Rumusan
Calvin ingin melepaskan jerat dogma gereja yang telah menyimpang dari ajaran
yang benar. Gereja semestinya mampu memberikan kemajuan dan pencerahan pada
umatnya.
Situasi
ini disatu sisi telah menohok gereja sebagai sebuah institusi paling berjaya
pada masanya menjadi institusi yang kehilangan wibawa. Meskipun Luther berperan
sebagai reformer dalam bidang keagamaan tidak serta merta Gereja dan institusi
agama berjaya. Yang terjadi sebaliknya gereja ditinggalkan. Tuhan pun
“digoyah”. Dogma dipertanyakan. Rasionalisme yang diagungkan. Manusia dan
pemikirannya mendapati tempat teristimewa dalam dunia pemikiran dankebudayaan.
Tak sedikit yang lahir adalah budaya-budaya dan peradaban yang sangat berbeda
dnegan budaya pada masa kegelapan. Musik Barok dan Rokoko berkembang menolak
gagasan gereja yang sangat dogmatik. Seni ekspresi kebebaan menjulang di langit
eropa. Saat itu juga Eropa melejit menjadi ukuran kebudayaan yang dipakai
dunia. Lahirlah banyak pemikiran dari adanya semangat Pencerahan dan berlanjut
dengan era Modern yang meminggirkan Tuhan.
Monad
Sesungguhnya
Leibniz telah membuat gambaran tentang Tuhan dalam konsepnya tentang Monade
yaitu sebagai gambaran adanya yang Ideal
sebagai dunia Ide yang pernah dibangun Plato. Ia mendefinisikan Monade sebagai
atom-ataom sejati dari alam. Ia digambarkan sebagai suatu cermin yang
memancarkan realitas alam. Liebniz menyusun gagsannnya tentang Monad ini dalam
tahapan-tahapan pemikiran yang diterapkan dalam dunia ilmu pengetahuan. Pertama
Monad Pertama yang dimaksudnya adalah bahwa pengetahuan berada pada tahap yang
sangat awal yaitu sebuah entitas yang belum disadari. Kedua Monad kedua adalah
tahap dimana jiwa telah menyadari adanya ilmu pengetahuan yang ada dalam
dirinya. Dalam pengamatan Indrawi pengetahuan ini masih bersifat kabur dan
masih menghasilkan pengetahuan yang masih sangat kecil tingkat kejelasannya.
Dan terakhir adalah Monad ketiga aalah tahapan pengetahuan manusia dimana
manusia sudah menyadari adanya ilmu pengetahuan dalam dirinya dan telah
memiliki kejelasan yang kuat pada keberadaan ilmu itu. Dalam tahap yang ketiga
ini sampailah manusia pada tahapan pemahaman yang mendalam tentang ilmu
pengetahuan.
Kesimpulan
Adanya
pemikiran Abad Pencerahan adalah sebuah episode masa yang menjelaskan pelarian
dan kekecewaan yang mendalam pada dominasi pemikiran dogmatik yang memenjara kreatifitas
dan kebebasan pribadi. Jika semua ditentukan Tuhan lalu apa artinya perjuangan
atau potensi manusia. Maka kesadaran pada rasionalitas itu sangat kuat sehingga
lairlah pemikiran-pemikiran tentang rasionalisme murnni hingga aanya penolakan
pada konsep Tuhan. Sebetulnya penolakan ini lebih disebabkan karena parktek
agama yang sangat berlebihan.
Leibniz
dengan latar belakang orang tua, sosio kultur dan pendidikannya bergulat dalam
alam perlawanan dan tuntutan Indvidualisme yang tinggi seperti adanya penekanan
dan penghargaan pada nilai individu yang sangat mendalam. Tokoh semisal Des
Cartes adalah representasi filsafat modern dengan penekanan aspek pengembangan
individu (Cogito Ergosum). Atau psiko-analisa Sigmund Freud menggambarkan betapa proses kemanusiaan yang nyata
dalam diri manusia. Argumentasi ini menolak dan menjauhkan analisisnya dari
intervensi Tuhan. Sehingga meski alam filsafat menuntut dan banyak dari filosof
telah menyatakan selesai membahas tema Tuhan. Leibniz masih mengaitkannya
dengan alam pemikirannya dengan konsep Self
Sufficient atau penyebab yang ada pada dirinya dan pengada yang pertama
yang berdiri sendiri, absolut dan mutlak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar