BELAJAR MAKNA AGAMA
DARI TERORISME
Oleh:
Arif Budiman*
Untuk yang kesekian kalinya kita menyaksikan aksi
pengeboman, lagi-lagi kita merasa terpuruk. Berita-berita
di TV, Koran hari-hari itu menggelitik telinga sekaligus menambah tebal
dan kebal telinga kita. Sepertinya setiap ada bom meledak di negeri ini,
tidak ada lagi rasa kaget di diri kita. Rangkaian bom yang meledak dari
Bom natal , BEJ, JW Mariot sampai Bom Palu telah memenuhi daftar panjang aksi
terorisme Indonesia. Korbannya lagi-lagi orang-orang tak berdosa. Orang-orang
yang sedang bergiat dalam aktifitas keseharian harus menanggung kerasnya
idialisme yang hampir tak pernah menemukan bentuk. Tentu kita berharap daftar
pengeboman itu tidak lagi bertambah panjang. Belakangan pengeboman itu kian
menampakan titiknya yang terang. Mereka membunuh atas nama Tuhan. Satu pertanyaan perlu kita ajukan atas pembunuhan manusia terhadap manusia
lainnya. Apa benar Tuhan telah mengutus manusia dan bukan lagi malaikat untuk
urusan nyawa manusia?
Bom-bom itu secara tidak langsung hendak mengajak kita untuk memahami apa itu
sebenarnya makna beragama. Makna beragama yang tidak sengaja dibangkitkan dari
tidurnya yang panjang dan telah banyak melahirkan mimpi-mimpi indah tentang
akan lahirnya sebuah peradaban. Peradaban yang didambakan dari romantisme yang
sungguh telah melalaikan.
Bom hari-hari itu sekali lagi hendak menegaskan tentang makna agama yang kita
yakini itu:mendamaikan atau menghancurkan???. Saat itu juga kita sedang diminta
untuk semakin mengukuhkan sikap. Nurani kita tidak bisa menerima ketika symbol
agama bermesraan dengan terorisme. Kita jelas-jelas tidak bisa menerima ketika
aksi bom dilakukan untuk dan atas nama agama. Ledakan-ledakan
bom itu benar-benar harus sudah mengukuhkan sikap kita. Semakin besar
ledakannya, semakin besar sikap kita untuk menolak makna agama yang disuarakan
dari ledakan yang telah menistaan nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi
misi utama dalam agama yang begitu diagungkan.
Tuhan ada dibalik semua aksi bom? Tuhan merestui aksi pengeboman? Tidak!!! sejatinya Tuhan sedang disandra untuk menjelaskan kebenaran atas aksi yang
mereka lakukan. Tuhan hari itu sedang dipaksa. Kalimat Tuhan disuarakan,
maka lahirlah keberanian. Keberanian karena tindakannya mendapat restu dan ijin
Tuhan. Begitu kurang lebih argumentasi yang jadi patokan atas aksi yang
mereka lakukan.
Sungguh
tirai klaim kebenaran telah menutup rapat-rapat hati dan pikiran sebahagian
manusia. Mereka mengklaim dirinya sebagai pembawa kebenaran. Dan diluar dirinya
adalah kemungkaran. Terlebih lagi jika klaim benar itu ditaruh dibawah
panji-panji Tuhan.
Menutup pintu
rapat-rapat dari adanya pengaruh luar (idiologi luar) menjadi suatu
keharusan. Katanya agar kebenaran itu tetap bertahan. Katanya
lagi agar keyakinan tidak dicemarkan. Keyakinan atau agama, secara nyata
memaksa kita untuk kembali masuk dalam agenda kajian pemikiran. Agama tidak
pernah mengajarkan kekerasan dan sikap menghancurkan. Tentang hal ini semua kita
tahu. Dan telah banyak kalangan memperkuat aksioma itu. Namun tetap saja
terorisme tidak berhenti melancarkan aksinya. Bahkan
semakin berani dan wajah serta symbol Tuhan semakin nayata mereka perlihatkan.
Dimana sebenarnya makna beragama itu? Ia telah lama hilang.
Ia telah sengaja dikaburkan menjadi wajah-wajah yang sangat mengerikan. Agama
pembawa misi perdamaian sebagaimana dibawa para nabi telah berputar haluan
menjadi doktrin yang menghancurkan. Bukankah fenomena
terorisme harus melakukan pendefinisian kembali tentang pemaknaan mereka
terhadap agama. Itupun kalau pintu penyadaran itu mau dibuka. Sayangnya
pintu kesadaran beragama itu telah ditutup atau barangkali mereka tidak
memerlukan pintu untuk “rumah pemahaman” yang telah lama mereka bangun.
Yang ada adalah rumah pemahaman tanpa pintu. Alih-alih renovasi. Berharap pada
mereka ada kesadaran tentu tidak berlebihan. Kita masih punya harapan
untuk membangun penyadaran walau itu butuh waktu lagi panjang.
Selama
kita masih diberi hak untuk berpikir dan berbuat atas apa yang ada pada kita.
Selama Tuhan masih memberi pilihan pada kita. Tuhan juga masih memberi
kemampuan memilah, maka yakinlah bahwa kita masih bisa membedakan mana fenomena
kebenaran dan mana fenomena kezaliman. Maka jangan pula merasa takut untuk
menyuarakan kebenaran yang yang dibangun atas dasar nilai kemanusian sejati dan
penyadaran diri dalam mengurai makna kehidupan. Terutama penyadaran untuk saat
ini. Penyadaran tentang makna hidup yang diajarkan oleh mereka yang berbuat
atas nama agama dan Tuhan sebagai dasar perjuangan. Kita sedang disadarkan
untuk menemukan makna sejati hidup kita. Kita sedang mendapat penjelasan paling
fundamental tentang apa sebetulnya arti beragama. Selamat menikmati makna
beragama.[]
________________
Arif Budiman, saat ini aktif di lembaga CENTER
(Community of Educator for Nation Character Building ) = Komunitas
Pendidik untuk Pembentukan Karakter Bangsa. Alamat
Jl. Daksinapati Raya No. 1 Rawamangun Jakarta Timur Tlp. (021)4702586 Hp.
08176661322 E-mail: tirta_pawitra@yahoo.co.id Ditulis Jakarta 2006.
TTTD
Arif Budiman
__________________________________________________
_______________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar