SAMARA:
(Sang Guru Bangsa)
PROLOG[1]
Namaku Samara.....!!!
Aku orang daerah yang merantau di Jakarta. Aku adalah guru di sebuah sekolah Negeri di Jakarta Utara. Aku adalah anak bangsa yang sangat mencintai negeri ini. Aku bangga telah dilahirkan dan dibesarkan di tanah tercinta yang kaya ini. Detik ini, detik dimana aku sedang punya pikiran untuk menulis semua kisah perjalanan ini. Aku sedang ada dalam perjalanan menuju Jakarta. Aku ingin segera ke Jakarta karena ingin menunjukkan Buku ini kepada Negara.
Buku ini adalah Jurnal dan Agenda pembelajaran di kelasku. Ini hanya sebuah Upaya untuk menyajikan pembelajaran lewat Sisi Lain. Aku mendapatkan buku Ajaib dari Eyangku. Buku itu berjudul Serat Semar. Adalah Buku yang sedang kuseriusi beberapa hari terakhir ini.
Ini buku yang sangat luar biasa. Buku yang menyemangitiku untuk mencintai dan makin mencintai Indonesia. Kini aku sedang membawanya di tengah perjalanan menuju Jakarta.
Di suatu malam yang sangat sepi, menjelang tengah malam, aku berada di kamar beliau. Menemu lelaki tua yang tak lagi perkasa. Di Usia beliau yang kini telah di atas 60 tahun, aku ingin sesering mungkin menemuinya. Tubuhnya telah renta. Uban telah merata di kepalanya. Kupijat kakinya yang beberapa tahun ini terasa sakit.
Saat itulah beliau bicara. SaMara…!!!, Bapakmu sudah Tua, sudah saatnya Bapak menyampaikan Pesan Eyangmu. Beliau merogoh bungkusan kain yang ada disampingya dan terlihatlah sebuah buku berwarna Perunggu berbahan kulit. Sebuah Buku Lawas. Iki Buku Lawas Tinggalane Eyang Kakung, Kanggo Koe, Buku Iki Bakal Migunani Awakmu Kanggo Medar Ilmu neng Ibukota. Eyangmu pesan Isi Buku itu akan terbaca saat engkau gunakan untuk tujuan pembelajaran Kebangsaan. Kata Bapak sambil menyodorkan buku warna hitam mengkilat ke arahku. Buku itu bergambar Semar, tokoh bijak dalam dunia pewayangan. Untuk membuka Bab Mukadimah dalam buku itu, Bapak memberiku sebuah bintang perunggu dan Beliau tempelkan di gambar bintang pada Bab Mukaddimah Buku tersebut. Seketika terbuka gambar sosok yang selama ini sudah sangat kukenali. Sosok yang telah lama pergi, Eyang Kakung, meninggalkan Buku Tua yang dulu pernah kulihat di lemari Besarnya. Putuku Sing Tak Tresnani, Ini buku peninggalan para pendahulu bangsa. Belum ada seorang pun di zaman ini yang membacanya sebab hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membacanya. Orang tertentu dengan syarat yang juga tertentu.
Gunakanlah buku ini untuk mengajar sebab dengan cara itulah penanaman Nilai Kebangsaan itu dapat tumbuh dengan baik. Temuilah para Pendahulu Bangsa ini dalam buku ini. Mereka akan mengantar-mu pada perjalanan penuh jawaban memuaskan tentang bagaimana semestinya Negara Bangsa ini menjadi Jaya. Pembelajaran terbaik adalah pembelajaran yang mendekatkan teori dengan realitas. Maka pertemukan dan kenalkan anak-anak bangsa itu dengan tokoh-tokoh besar bangsa ini. Dengan begitu pula Isi dalam buku itu dapat tergali secara mendalam.
Dapatkan Bintang Pembuka dalam setiap bab-nya dari para tokoh-sebab bintang perunggu akan di dapat setelah bertemu dengan tokohnya langsung. Itu saja Pesan Eyang, hati-hati di perjalananmu ke Jakarta. Semoga cita-cita besarmu tercapai. Seiring dengan ucapan terakhir itu sosok yang kulihat itu tiba-tiba menghilang entah kemana. Sosok itu pula yang sering hadir dalam mimpiku dan membangunkanku untuk Shalat Isya yang pernah kelewat karena ketiduran.Aku makin penasaran. Buku Lawas dan belum ada satupun yang membacanya. Ayah hanya mengatakan itu adalah buku lama, berisi pesan-pesan dan penarawangan Masa Depan Indonesia. Buku itu menjelaskan mengenai kekuatan-kekuatan Bangsa Indonesia dan kejayaan di masa yang akan datang. Saat aku ingin membukanya, pesan bapak terngiang jelas, Jangan dibuka terlebih dulu, sebelum sampai di Jakarta. Niatku tertahan dan aku hanya bisa beristirahat sambil menikmati buku yang tiba-tiba menyerot perhatian dan energiku ini.
Buku ini adalah buku yang sangat dibutuhkan negeri yang saat ini sedang dilanda krisis Identitas. Buku ini dirindukan sebab bangsa ini mendambakan pemimpin kuat yang akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang disegani dan dihormati. Pemimpin yang tidak mengejar jabatan. Pemimpin yang mengayomi dan mengerti suara rakyatnya.Bukan pemimpin yang tak bisa membela bangsa sendiri dari penghinaan dan pelecehan oleh bangsa lain. Indonesia membutuhkan pemimpin kuat. Pemimpin yang menjaga kehormatan dan harga diri bangsanya diatas segala-galanya. Saatnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang membanggakan dan dibanggakan. Bangsa besar yang berdikari, berdiri ditatas kaki sendiri.
Aku ingin membawa buku ini ke Istana, hingga sang pemimpin bangsa ini membaca dan memahami apa yang semestinya dilakukan oleh pemimpin Negara bangsa yang kaya raya ini.
Buku ini adalah jawaban untuk Indonesia.
Mentari timur telah bertabur cahaya. Hari-hari pembelajaran kini ada di depan mata. PembelajaranIndah. Pembelajaran yang terhenti karena da libur panjang. Pembelajaran untuk anak-anakku yang memang tak semuanya lucu.
Cirebon, 23 Agustus 2013 (Perjalanan Arus Balik)
[1] Ini adalah catatan di sela-sela pembelajaran berisi materi ajaran dan problem dan keunikan-keunikan yang da di kelas yang diimajinasikan dalam cerita Tokoh Samara. Ia adalah seoran Guru yang sangat mencintai Sejarah Bangsanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar